34 - Sunshine After The Rain

110K 8K 939
                                    

Genta menggenggam ponselnya dengan gusar. Dari tadi matanya terus menatap deret nomor yang tertera di layar ponselnya. Dan fitur message yang sedang terpampang.

‘Jes pergi yuk!’

“Ck! Kayak ngajak main anak SD aja!” rutuk Genta sambil menekan ‘delete all’.

‘Jes ini gue Genta. Gue mau ngajak lo ke suatu tempat yang indah na’

“Bukan gue banget!” Genta menekan ‘delete all’ lagi.

Genta mengacak rambutnya dengan frustasi. Ia memandang keluar jendela untuk sekadar menetralkan perasaan gugupnya. Padahal Genta cuman mau mengirimkan SMS, bukan mau ketemu secara langsung sama Jessy tapi groginya kayak lagi mau nyampaiin pidato di depan umum.

“Aduh! Bego! Gue kenapa sih?!” teriak Genta sambil membanting tubuhnya ke kasur. Kemudian, guling-guling engga jelas.

Genta menyambar ponselnya lagi.

'Hari ini. Jam 5 sore. Cafe Abadi. Genta.'

Sent

Genta menggulum senyum kecil. Nah ini baru style Genta yang sebenarnya. Terkesan misterius dan keren. Genta bangun kemudian berjalan ke arah  jendela kamarnya sembari menunggu balasan pesan dari Jessy. Syukur-syukur kalau Jessy malah meneleponnya.

Lima menit berlalu. Ponsel Genta masih hening.

‘Mungkin Jessy lagi mikir mau ngebalesnya gimana.’ Genta senyum-senyum sendiri membayangkan ekspresi Jessy kalau lagi kebingungan.

Lima belas menit berlalu. Suasana masih sama.

‘Mungkin sekarang dia lagi ngetik balasan pesan.’ Genta mencoba positive thinking.

Satu jam berlalu. Hati Genta mulai ketar-ketir.

Ia melirik jam di nakasnya sudah jam setengah empat. Kemudian menatap layar ponselnya, tidak ada notif pesan yang muncul.

“Lo lagi ngapain sih astaga! Masa bales pesan gue engga bisa!” teriak Genta dengan kesal.

Ia menyambar ponselnya lalu tanpa sadar mengklik call di kontak Jessy.

Genta kelabakan sendiri. Pasalnya Genta sama sekali engga berniat buat nelepon Jessy. Aduh! Bisa-bisa Genta dikira mupeng alias mau banget gitu ngajak jalan Jessy. ‘kan gengsi kalau Jessy sampai mikir gitu. Bisa-bisa gadis itu besar kepala!

Tapi semuanya terlambat. Panggilannya sudah sampai pada deringan pertama. Genta sudah mau mengclick tombol warna merah, namun sebuah suara di seberang sana menghentikannya.

“Halo.”

Genta menarik napas panjang, kemudian menghembuskannya pelan.

“Ini gue Genta,” sapa Genta dengan suara datar.

“Udah tau. Ngapain telepon?” tanya Jessy.

Genta menaikan sebelah alisnya.

‘Jessy engga pernah ditelepon sama cowok kali ya, manis dikit kek ngomongnya,’ batin Genta heran.

“Pesan gue udah nyampe ‘kan?” tanya Genta.

“Udah, lo nelepon cuman mau nanya gini doang?” tanya balik Jessy.

Glek.

‘Kalau jawab iya, kesannya gue ngebet banget pergi sama dia, terus dia ngeledekin gue. Tapi kalau jawab engga, gue harus ngeles apaan coba, aduh otak gue kenapa buntu begini !' batin Genta.

Goodbye PopularityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang