Pontianak, 20 Juni 2035
Di suatu bangunan yang sangat megah bahkan kemegahannya menjulang ke langit dan membuat orang-orang yang ada di sekitarnya terpukau dengan bangunannya. Meskipun sebagian orang memandangnya sebagai bangunan yang begitu berbahaya. Di hadapan gedung yang tinggi tersebut berdirilah seorang perempuan bersama dengan ketiga temannya mulai memasuki gedung dan ingin bertemu dengan teman lamanya yang telah lama meninggalkan kabar darinya.
"Kamu yakin Deswita, ia tinggal di sini?" tanya salah seorang teman perempuannya,
"Aku yakin, ia berada di sini, Nafeeza. Hanya saja, aku mungkin terlalu malu untuk bertemu dengannya" jawab Deswita,
"Aku juga pernah mendengar, kalau ia sekarang sudah tinggal di tempat yang mewah nan megah. Tapi di sini juga mengerikan" ucap teman perempuan dari Deswita,
"Lia, baik itu kemungkinan sulit ataupun tidak sama sekali, kita tidak boleh remehkan situasi apapun" jawab Deswita yang menanggapi ungkapan Lia,
"Guys, kemungkinan ini akan menjadi pertemuan kita yang terakhir" ucap Nafeeza yang sedikit pesimis,
"Sekalipun begitu, ini adalah tugasku untuk menyadarkannya" pungkas Deswita yang begitu tegas dengan tujuannya,
"Ke mana pun kau akan melangkah, aku tetap akan mengikutimu" ucap Siti,
"Kita mesti berjalan bersama, Siti"
Deswita, Nafeeza, Lia dan Siti langsung memenuhi undangan seseorang yang ia sebut teman lama mereka. Adapun surat yang dipegang oleh Deswita merupakan surat undangan dari teman lamanya tersebut dan kemudian mereka langsung menuju lantai 100 untuk menuju lantai VIP. Sekitar tiga puluh menit kemudian, mereka sudah sampai dan secara terkejut mereka melihat orang-orang memandangnya dengan sedikit sinis.
"Selamat datang, teman lama" ucap seorang laki-laki yang merupakan teman lama Deswita,
"Radit..." ucap Deswita yang sedikit ketakutan,
"Ternyata kalian mengajak Nafeeza ya? Apa kamu mengutusnya untuk mati?"
"Ha?!" ucap Nafeeza yang sedikit terbawa emosi, dan seketika sekitar 100 orang membidik Nafeeza
"Tahan Nafeeza, salah sedikit bisa membuatmu tidak bisa hidup lagi"
"Tch, padahal aku sangat ingin menghajar Radit" ucap Nafeeza yang sedikit kesal,
"Kau, majulah..." ucap Radit yang sambil menunjuk Nafeeza,
"Sepertinya ia memilihku untuk bertarung dengannya" ucap Nafeeza di dalam hatinya sembari maju ke depan untuk berhadapan dengan Radit, namun tiba-tiba Radit sudah ada di depannya dan langsung mengeluarkan tendangan kerasnya yang membuatnya pingsan.
"Nafeeza...!!" ucap Deswita yang berteriak sedikit histeris,
"Deswita, bukankah ini masa depan yang kau inginkan?" tanya Radit dengan tatapan kosong,
"Radit, aku tahu kau menanggung semuanya, bahkan membuat dirimu menjadi seperti ini" ucap Deswita yang begitu ketakutan
"Radit, kembalilah seperti dirimu yang dahulu kami kenal..." ucap Lia yang mulai meneteskan air mata,
"Apakah air mata bisa menghapuskan segalanya, Lia?" tanya Radit yang membuat Lia terdiam tanpa kata,
"Radit, apakah kamu bahagia saat ini?" tanya Deswita yang membuat Radit justru semakin marah,
"Sial.." ucap Radit sambil melayangkan tendangan ke arah Deswita tetapi tertahan oleh Siti,
"Radit, kalau kau mau menendang seseorang, itu aku!" ucap Siti yang marah kepada Radit,
"Banyak omong..." ucap Radit yang mengeluarkan tendangan dan mendarat di perut Siti yang membuatnya pingsan,
"Siti..!"
"Kenapa kamu justru memanggil kami ke sini?"
"Hanya ingin memaksamu untuk pergi ke Neraka..." ucap Radit yang terlihat begitu kejam,
"Maafkan ak–" ucap Deswita yang tiba-tiba ia ditembak oleh Radit di bagian tangan dan sontak membuat Deswita langsung menangis,
"Deswita...!!" ucap Lia yang membuatnya marah dan tiba-tiba dua peluru melesat ke tubuh Lia dan ia juga berlumuran darah,
"Liaa..!!" teriak Deswita yang melihat temannya juga ditembak,
"Tidak apa-apa, Des. Ini mungkin sudah menjadi takdirku sebagai Guardian bagi dirimu" ucap Lia yang sudah tidak mampu menjaga kesadarannya, dan ia pun meninggal dalam tersenyum,
"Liaaa!!" teriak histeris dari Deswita yang membuatnya tidak bisa menerima kenyataan,
Nafeeza dan Siti yang telah pingsan setelah dihajar oleh Radit, dan Lia yang telah meninggal karena ditembak oleh Radit sementara Deswita mesti merintih kesakitan yang luar biasa karena ia ditembak oleh Radit dengan begitu kejamnya.
Tiba-tiba, Deswita terbangun dari tempat tidurnya, dan secara tidak langsung air matanya sudah mulai berjatuhan dan mulai membayangkan betapa dukanya ia kehilangan satu temannya di dalam mimpi tersebut.
"Aku takut jika itu menjadi kenyataan, dan sepertinya..." []
KAMU SEDANG MEMBACA
The Little Philosopher
RandomTerkadang pengetahuan anak SD hanya terbatas untuk mencari teman, makan-minum dan hiburan bersama dengan teman-temannya. Tetapi berbeda dengan Deswita yang memiliki cara pandang sendiri yang tidak biasa dengan anak SD lainnya. Petualangan pemikirann...