Kau dan Aku adalah Saudara

5 0 0
                                    

Pontianak, 20 November 2018

Ulangan Akhir Semester telah dekat dan seluruh peserta didik bersiap-siap untuk menghadapinya pada hari Senin 26 November nanti. Persiapan yang mereka lakukan tidaklah main-main karena ini berkaitan dengan nilai Raport mereka. Termasuk Deswita dan Lia yang berulang kali ke Perpustakaan untuk belajar, dan terkadang ajakan untuk bermain pun ia tidak hiraukan karena ingin membuat Ayah dan Ibu mereka bahagia di alam sana. Meskipun mereka telah ditinggal orang tuanya, mereka tidak ingin mengecewakan kedua orang tuanya.

"Deswita..." ucap Lia,

"Kenapa?" Deswita menyahut sambil bertanya,

"Menurutmu, apakah kedua orang tua kita baik-baik saja di dunia sana?" tanya Lia yang seketika membuat Deswita terdiam sejenak,

"Kita hanya bisa percaya bahwa mereka telah berada di alam sana dengan aman dan tenteram. Selain itu, kita hanya bisa menjadi pribadi yang terbaik dan membuat mereka bangga"

"Kamu benar Deswita, sepertinya aku hanya merindukan kedua orang tuaku"

"Apa kamu ingin pergi ke kuburan mereka?"

"Iya, sepertinya aku ingin ke sana"

"Baiklah, aku akan menemanimu, Lia"

Mereka pun menghabiskan waktu istirahatnya dengan belajar. Kebetulan mereka sedang belajar tentang Matematika yang sedikit membuat mereka harus berusaha semaksimal mungkin untuk bisa menguasainya.

Pulang Sekolah

Deswita pun menemani Lia untuk pergi ke kuburan Ayah dan Ibunya. Namun di saat mereka dalam perjalanan mereka dihadang oleh dua orang preman yang menghalangi jalan mereka untuk pergi ke kuburan.

"Eh, mau ke mana kalian?!" tanya preman dengan nada yang membentak,

"Kami mau ke kuburan bang..." ucap Lia yang sedikit ketakutan,

"Hah?! ke kuburan?! Ini daerah kekuasaan kami. Kalau kamu mau lewat kamu harus bayar dulu!"

"Lah, kita kan sering lewat sini, kenapa mesti bayar?" tanya Deswita,

"Pakai nanya lagi" ucap preman sambil menampar Deswita.

"Jangan tampar teman saya bang!" bentak Lia yang membuat preman semakin kesal dan ikut menampar Lia.

Tak lama kemudian, ada seorang murid yang agak geram dengan tingkah preman tersebut dan mulai menghampiri preman tersebut.

"Oi! Jangan main kasar dengan perempuan" ucap seseorang tersebut yang tak lain adalah Radit,

"Eh, berani juga kau rupanya!" ucap preman tersebut sambil mau menampar Radit, tapi ditahan olehnya,

"Asal kau tahu saja, tamparan tidak mempan kepadaku!" ucap Radit sambil mengeluarkan tendangannya yang membuat preman tersebut langsung terlempar,

"Ha?!" ucap preman yang satunya lagi,

"Radit?!" ucap Lia yang begitu terkejut,

"Deswita, Lia. Kalian cepat pergi dari sini, aku akan menghabisi mereka sekaligus."

"Jangan sombong kau bocah" ucap preman yang jatuh tersebut untuk menumbangkan Radit kembali, tapi alhasil preman tersebut terkena tendangan di kepalanya.

Deswita dan Lia pun pergi meninggalkan Radit yang ingin sekali menghajar preman tersebut. Tiba-tiba hawa dan perasaan Radit pun berubah dan menjadi tatapan kosong dan haus akan perkelahian. Pertama-tama Radit menghajar preman yang terjatuh tersebut sampai membuat preman tersebut tidak berdaya bahkan pingsan. Kemudian, preman tersebut langsung ketakutan melihat Radit membantai teman premannya, dan berusaha untuk kabur. Namun, usahanya untuk kabur sia-sia karena ia langsung dihajar oleh Radit tanpa ampun bahkan keduanya pingsan.

"Inilah akibatnya" ucap Radit di dalam hatinya.

Deswita dan Lia pun selamat dan sebentar lagi mereka akan sampai di kuburan. Adapun mereka masing-masing mendapatkan sebuah tamparan yang keras dan agak sakit.

"Kamu tidak apa-apa, Lia?" tanya Deswita,

"Aku tidak apa-apa. Paling tidak, kita masih diselamatkan meskipun lewat Radit"

"Iya kamu benar, aku berharap dia baik-baik saja" ucap Deswita

"Dia itu anak yang tangguh, bahkan di hadapan orang dewasa sekalipun" ucap Lia yang sekaligus ada telpon yang masuk,

"Halo Radit"

"Lia, kamu tidak apa-apa?" tanya Radit yang sedikit khawatir,

"Aku tidak apa-apa kok, kamu bagaimana?" tanya balik Lia,

"Aku tidak apa-apa, lagipula sudah ku selesaikan" ucap Radit,

"Terima kasih, Radit kamu telah menolong kami"

"Tidak masalah Lia, lagipula kita ini adalah teman sekelas."

"Iya, kamu benar Radit."

"Syukurlah kalau kamu tidak apa-apa. Setidaknya, aku bisa menyelamatkan kalian. Tetap hati-hati, Lia"

"Iya, Lia tutup telponnya ya" ucap Lia yang ingin menutup telponnya

"Iya.." ucap Radit

"Dari Radit?" tanya Deswita

"Iya, dia agak khawatir"

Deswita dan Lia langsung mencari kuburan Ayah dan Ibunya Lia dan kebetulan suasana di luar memang sedikit panas tetapi angin yang berhembus begitu sejuk yang membuat mereka merasa nyaman dengan hangatnya matahari dan sejuknya angin. Tak lama kemudian, mereka tiba di kuburan Ayah dan Ibunya Lia.

"Ayah, Ibu.. Lia kali ini berkunjung"

Lia pun bercerita di depan makam Ayah dan Ibunya tentang aktivitas sekolahnya yang membuat Deswita pun teringat dengan hal yang sama di alami oleh Lia.

"Ayah..Ibu.. kali ini aku tidak sendirian, karena aku memiliki saudara yang baru dan ia sekelas denganku, ia bernama Deswita. Sayangnya kalau kalian tidak pernah bertemu dengannya, kalau bertemu mungkin kalian pasti akan senang" ucap Lia sambil bercerita yang membuat Deswita langsung memeluk Lia,

"Kamu tidak perlu takut, Lia. Sekarang ini, kau dan aku adalah saudara, meskipun bukanlah saudara kandung"

"Deswita..." ucap Lia yang menangis terharu

"Kita memiliki nasib yang sama, dan aku bisa merasakan apa yang kamu rasakan, Lia" ucap Deswita sambil menguatkan Lia

Lia pun masih melanjutkan ceritanya, ia pun tanpa ragu untuk curhat kepada Ayah dan Ibunya bagaimana caranya ia hidup tanpa kehadirannya. Walaupun ia agak sedikit takut dengan bayang-bayang masa depannya, tetapi ada Deswita yang selalu menguatkannya bahkan memberikan semangat kepada Lia. Akhirnya, kilas balik dari Lia pun selesai.

"Begitulah ceritanya Cheryl, jadi selama kamu masih memiliki orang tua, maka bahagiakanlah mereka dan buat mereka bangga" ucap Deswita,

"Baik, Ketua. Aku akan melaksanakan apa yang Ketua katakan"

"Kamu terlalu format, Cheryl. Panggil saja saya Deswita, karena kita seumuran"[]

The Little PhilosopherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang