Konfrontasi

5 0 0
                                    

"Kurang ajar kamu !" ucap Orang Tua yang berhadapan dengan Deswita dan bermaksud untuk menamparnya, tetapi dihalang oleh Pak Amar,

"Anda ini Orang Tua atau Apa?" ucap Pak Amar sambil menghentikan usaha Orang yang tak dikenal untuk menampar Deswita,

"Kamu gurunya kan?! Apakah kamu bisa mengajarkan tentang sopan santun !" ucap Orang tua yang terlanjur marah,

"Anak muridku sudah mengenal apa itu sopan santun dibandingkan anda" ucap Pak Amar,

"Kurang Ajar !!" ucap Orang tua tersebut tetapi ia ditendang oleh Radit dengan mengarahkan ke kakinya, dan hasilnya Orang tua tersebut langsung terjatuh

"Radit? Apa yang kamu lakukan?" ucap Pak Amar,

"Orang Tua memanglah tua, tetapi terkadang ia bisa jadi lebih kurang ajar di bandingkan dengan anak kecil seperti kami" ucap Radit,

"Heh Anak Kecil ! berani-beraninya bilang saya kurang ajar. kamu yang kurang ajar ke saya!" ngoceh lagi Orang tua di hadapan Radit dan Pak Amar,

"Aku memang anak yang kurang ajar, tetapi asal kau tahu, mendengarkan orang berbicara sampai selesai adalah bagian dari kebijaksanaan. Sedangkan anda, hanya setengah langsung memotong dan langsung menyerangnya, apakah anda binatang?"

"Sial ! Kau tahu apa tentang Kebijaksanaan?"

"Aku memang tidak terlalu tahu tentang Kebijaksanaan, tapi setelah aku memperhatikan Pak Amar dan apa yang beliau ajarkan kepada kami itu adalah sebuah Kebijaksanaan" ucap Radit, yang disambut oleh Guru-guru dan Satpam yang ada di panggung untuk mengamankan Orang tua tersebut,

"Terkutuklah kalian semuanya !!!"

Orang Tua yang telah mengacaukan akhirnya telah diamankan oleh Satpam bersama dengan beberapa Guru yang ada. Bersamaan dengan itu, Deswita kemudian melanjutkan pidatonya yang kali ini berkaitan dengan Kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.

"Maafkan kondisi yang sebelumnya membuat tuan-tuan dan nyonya-nyonya merasa terganggu. Saya akan lanjutkan kembali, sering sekali pekerjaan yang dilakukan seharus bersama-sama tiba-tiba diberangus oleh sebagian dari kita yang mengatasnamakan superior laki-laki. Padahal kita bisa bekerja sama tanpa mesti memandang siapa dan apa jenis kelamin kita"

Deswita yang telah berpidato yang lumayan panjang dan membuat semuanya tepuk tangan. Tak lama kemudian, Siti, Lia, Radit dan anggota Pojok Berpikir lainnya mulai naik ke atas pentas untuk memberikan semangat kepada Deswita yang sempat menangis dan mereka pun saling berpelukan. Kemudian, mereka membiarkan Pak Amar selaku pembina dari Pojok Berpikir untuk berbicara di momen Hari Valentine tersebut.

"Selamat Malam dan Salam Sejahtera Bagi Kita Semua"

"Kita sudah mendengar dengan seksama, curahan hati dari seorang perempuan yang kurang lebih sama seperti yang lainnya. Begitu juga kita selaku orang dewasa, pernahkah kita memikirkan kata-kata yang keluar dari anak kecil ini sebagai permasalahan? Jawabannya pasti tidak, karena kita menganggap mereka hanya sebuah angin lalu dan tidak pernah kita pikirkan" ucap Pak Amar yang sontak membuat semua yang ada di sekolah langsung terdiam dan mendengarkan Pak Amar berbicara,

"Selama ini, yang membuat peperangan dan kekacauan adalah orang dewasa. Tapi pertanyaan sekarang adalah mau sampai kapan kita akan selalu seperti itu? Mau sampai kita menghadap Tuhan? Atau sampai kita melihat Bumi hancur? Di dalam Pojok Berpikir yang kita buat ini, paling tidak kita akan terjebak dengan obrolan-obrolan dewasa yang memungkinkan mereka bisa berbicara dengan caranya sendiri"

Pak Amar pun masih melanjutkan pidatonya yang membuat semua orang langsung terdiam dan membisu. Di saat yang sama Pak Amar langsung melanjutkan pidatonya dengan memberikan perumpamaan yang membuat semua orang kebingungan dan menunjukkan sebuah smartphone dan sebuah Kitab Suci. Adapun Kitab Suci ia letakkan di bawah sedangkan Smartphone ia angkat ke atas. Di saat yang sama, semua yang melihat Pak Amar langsung terdiam.

"Ada yang bisa menjelaskan keadaan ini?" tanya Pak Amar sambil melanjutkan pidatonya,

"Sejujurnya, aku masih belum paham dengan yang dimaksudkan Pak Amar dengan smartphone di atas sedangkan Kitab Suci di bawah" ucap Deswita yang kebetulan masih belum paham,

"Bukankah kita menjadi realitas hidup kita ada di dalam gadget ini? Di saat yang sama kita menganggap Kitab Suci, tanpa memandang Kitab Suci apapun itu berada di bawah kita. Jika itu yang sebenarnya, maka kita menganggap bahwa Tuhan telah Mati!" ucap Pak Amar yang membuat orang terkejut,

"Mengapa kamu bisa katakan demikian?!" ucap orang yang mulai marah,

"Jujur, apakah kalian lebih sering menggunakan Smartphone atau Kitab Suci kalian sendiri? atau bahkan tidak pernah membacanya" ucap Pak Amar kembali yang membuat semua orang yang ada terdiam,

"Jadi wajar ada seorang Filsuf yang bernama Friedrich Wilhelm Nietzsche menganggap bahwa kita sendirilah yang membunuh Tuhan tersebut dengan kita yang tidak pernah mengingat apalagi membaca Kitab Sucinya" ucap Pak Amar yang sambil melanjutkan pidatonya yang akan menjadi pidato terakhirnya di malam Valentine,

"Untuk itu, baik kita sebagai Para Guru, maupun Orang Tua, kita bekerja sama untuk memberikan yang terbaik bagi anak-anak kita. Termasuk juga dengan Pendidikan Agama, tolong jangan anggap remeh masalah Pendidikan Agama. Maka dari itu, saya akhiri pidato ini dengan kutipan Kitab Suci Tiga Agama sekaligus : 'Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan' Surah Al-Furqan ayat 63 di dalam Kitab Suci Agama Islam. Kemudian 'Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah.' hal tersebut bisa dilihat di dalam Kitab Roma Bagian 8 ayat 14, Kitab Suci Agama Kristen. Akhirnya, hanya tiga hal yang berarti: Seberapa banyak kau mencintai, Seberapa lembut kau menjalani hidup, dan seberapa ikhlas kau melepaskan sesuatu yang tidak dimaksudkan untukmu.' Adapun yang terakhir merupakan kutipan dari Siddhartha Gautama atau yang kita sebut sebagai Buddha. Sekian dan terima kasih"

Dengan mengakhiri pidato tersebut, semuanya yang ada di bawah panggung langsung memberikan tepuk tangan yang luar biasa, ada juga yang menangis karena dibacakan salah satu ayat dari Kitab Suci mereka. Kemudian, setelah pidato tersebut kemudian acara selanjutnya dilanjutkan dengan penampilan dari dua anak kelas 6 yaitu Benedikta dan Mei Kurnia Melati yang akan membawa sebuah lagu RAN feat Tulus yang berjudul Para Pemenang.[]

The Little PhilosopherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang