***
Cahaya mentari pagi yang menyorot terik diluar sana malu-malu menyusup masuk melalui celah gorden yang terbuka.
Sepasang suami istri yang baru mengesahkan status mereka kemarin, kini masih meringkuk dibalik selimut terlelap nyaman dalam mimpi masing-masing. Enggan terbangun meski kini jarum pendek jam sudah merujuk pada angka 10, yang mana kalau mereka harus bekerja sekarang, keduanya pasti akan terlambat.
Namun berkat kerja keras yang tanpa henti sebelum pernikahan diadakan, baik Giselle ataupun Jean tak perlu memusingkan hal itu sekarang. Mereka memiliki cuti pernikahan dan saat ini tengah menggunakannya.
Sorot matahari yang berhasil masuk nyatanya berhasil mengganggu ketenangan tidur Jean.
Dengan mata yang masih terasa berat untuk terbuka, Jean mengerjapkan mata, berusaha melihat lebih jelas keadaan kamarnya yang tak ada bedanya seperti kemarin.
Masih sama kecuali satu hal.
Jean mengerutkan dahi kala dilihatnya ada kepala seseorang yang terbenam di dadanya dengan posisi meringkuk.
Seingat Jean, Bunda ataupun Kak Jiya tidak menginap di apartemennya semalam. Dan kalau pun menginap, Bunda dan Kak Jiya tak akan tidur di kasur yang sama dengannya, mereka pasti akan tidur di kasur cadangan.
Lantas itu siapa?
Dengan perasaan yang bercampur aduk, Jean mengulurkan tangan. Mencoba meraih dagu seseorang itu agar mendongak hingga ia bisa melihat keseluruhan wajahnya.
Dan jantung Jean rasanya hampir jatuh dari tempatnya kala ia menemukan wajah Giselle yang terlelap damai.
Ini.. mimpi kah?
Kok bisa Giselle tidur bersamanya?
Kalau ini mimpi Jean tidak mau cepat-cepat terbangun, sih.
Ia masih ingin menikmati waktu dimana akhirnya harapnya melihat wajah Giselle saat bangun tidur terkabul juga meski hanya mimpi.
Tangannya masih berada pada dagu Giselle saat Jean mulai mengembangkan senyum. Teramat bahagia memandangi wajah polos tanpa riasan yang terlihat lelap dalam tidur, seakan-akan nyaman dalam mimpinya sendiri.
Tapi itu bukan masalah, sama sekali bukan.
Sebab Jean tidak akan bersikap bodoh dihadapan Giselle yang tertidur.
Kebahagiaan rasanya meledak dalam diri Jean pagi itu. Memandangi wajah Giselle dari segala sisi hingga akhirnya memiliki ide untuk mencoba menyentuh wajah cantik alami yang selama bertahun-tahun selalu ia pikirkan tanpa henti.
Setidaknya walau dalam mimpi, Jean bisa merasakan bagaimana halusnya wajah Giselle kan?
Dengan pelan Jean mengaitkan rambut Giselle yang menutupi wajah pada daun telinga. Tangan Jean kemudian turun menuju pipi Giselle yang agak kemerahan dan mendaratkan ibu jarinya untuk mengusap lembut disana seraya bibirnya tak henti melengkungkan senyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Get Marriage
FanfictionDiusianya yang menginjak angka 25, Giselle sudah tak asing lagi dengan pertanyaan, "Kapan nikah?" Kendati sudah ribuan kali orang-orang disekitarnya bahkan Maminya sendiri mengajukan pertanyaan itu, Giselle masih betah melajang. Dia seperti tidak te...