***
Malam semakin larut, dentuman keras musik bergema lewat telinga, suasana ramai yang kacau setia menemani namun Jefri tetap pada posisi awalnya.
Duduk dikursi bar menyesap sedikit demi sedikit minuman yang ia pesan sembari mengamati Jani yang tampak tak mau melihat ke arah Jefri. Berpura-pura tak sadar kalau sedari tadi netra Jefri terus-terusan menatap ke arahnya.
Jani acuh. Hanya fokus pada alkohol yang tak hentinya ia tenggak meski rasa pusing mulai mendera kepala.
Katakanlah Jani gila.
Beraninya menghabiskan berbotol-botol alkohol ketika ia tau kalau kadar toleransi alkoholnya rendah tanpa ditemani oleh Rossa. Padahal biasanya, setiap Jani ingin menghilangkan stresnya dengan mabuk, Rossa akan selalu ikut bersamanya. Mengurusinya yang selalu memiliki tingkah tak terduga setiap kali mabuk.
Jani enggan mengakui, tapi ia memang akan berlaku memalukan setiap kali mabuk.
Rossa pernah mengatakan bahwa Jani pernah tanpa malu mendudukkan dirinya di paha seorang pria dewasa kemudian menggodanya hingga Jani nyaris dibungkus. Untungnya Rossa sigap mengambil alih Jani, memohon maaf dan mengganti Jani dengan salah satu perempuan bayaran di club untuk pria dewasa yang nafsunya terpancing itu.
Ah, tak terbayang bagaimana jadinya kalau tak ada Rossa waktu itu. Mungkin, mahkota yang selama ini Jani jaga sepenuh hati akan terenggut begitu saja di tangan orang asing.
Jani takkan rela. Jani seratus persen yakin ia akan semakin membenci dirinya jikalau itu terjadi.
Namun sekarang, setelah menghubungi Rossa dan mendapat penolakan halus sebab Rossa hendak makan malam bersama tunangannya, Jani nekat pergi ke club sendirian, ingin menghilangkan stresnya dengan mabuk.
Walau hatinya merasa takut kalau-kalau kejadian seperti dulu terulang lagi, Jani tak bisa menahan diri.
Ia butuh sejenak lupa pada kenyataan dimana tak lama lagi pertemuan keluarga akan diadakan. Dan disana, Jani akan bertunangan dengan pria tua kaya raya yang secara tidak langsung membelinya.
Jani tak pernah setuju namun orang tuanya menganggap harta diatas segalanya.
Karir Jani yang sampai sekarang masih tak jelas pendapatannya menjadi alasan utama. Maka begitu seorang pria tua datang pada orang tua Jani, mereka setuju begitu saja. Berpikiran kalau bahagia Jani bisa didapat dengan harta.
Kendati Jani tak pernah bahagia dengan itu.
Ia bahkan belum menemukan cara untuk jatuh cinta tanpa merasa rendah diri. Dan sekarang, bukannya dengan menikahi pria tua itu, rasa tidak percaya dirinya akan semakin turun?
Bukan bermaksud menghina, tapi pria tua yang melamar Jani lebih cocok dipanggilnya sebagai Ayah, bukannya pasangan.
Jani seratus persen yakin kalau ia hanya akan menjadi bahan olokan orang lain. Dan akhirnya, Jani hanya akan menderita sendirian lagi layaknya dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Get Marriage
FanfictionDiusianya yang menginjak angka 25, Giselle sudah tak asing lagi dengan pertanyaan, "Kapan nikah?" Kendati sudah ribuan kali orang-orang disekitarnya bahkan Maminya sendiri mengajukan pertanyaan itu, Giselle masih betah melajang. Dia seperti tidak te...