***
Pagi ini, matahari pagi menyinari Jakarta.
Giselle terdiam mengamati awan yang berarak ditiup angin, bersama burung-burung yang beterbangan membelah langit. Namun tatapannya kosong, tak ada ekspresi yang ditampilkan, seakan-akan tak bernyawa.
Helaan nafas panjang ia keluarkan, mencoba mengobati sesak didadanya. Setiap ingatan akan kejadian yang menimpa sahabatnya, Karina, rasanya masih terus menyiksa. Baru saja tadi Karina mengamuk diruangannya, berteriak meraung ketika menyadari bahwa bayinya tak lagi ada didalam perutnya. Dan itu bukan pertama kalinya terjadi.
Hampir setiap hari semenjak Karina menjalani operasi pengangkatan janinnya yang telah meninggal dalam kandungan, perempuan itu mengamuk tak terkendali. Berkali-kali juga dalam amukannya, Karina menyakiti dirinya sendiri.
Perempuan itu sering mencabut paksa infusnya, melempar apapun yang berada dalam jangkauan, juga tak jarang membenturkan kepalanya berkali-kali. Karina begitu terpukul atas kepergian bayinya, Karina tak bisa menerima takdir buruk yang menimpanya dan Yogi.
Sembari mengamuk, Karina juga akan berteriak marah, menanyakan kenapa mesti bayinya yang diambil Tuhan, kenapa bukan dirinya saja? Padahal semua orang telah menantikan kehadiran bayinya. Padahal Karina ingin sekali menjadi seorang ibu.
Giselle memejamkan matanya mencoba menghalau semua bayangan itu. Namun bayangan lainnya kembali datang, pembicaraan intens yang ia dan Jean lakukan di hari kedua Karina berada dirumah sakit, bersama Satya dan Windy.
"Dokter bilang Kak Karin terlalu stres belakangan ini. Dia selalu cemas, mikirin banyak hal, itu berpengaruh banget buat kesehatan bayinya. Dan gue rasa pikiran buruk Kak Karin bukan mulai baru-baru ini, tapi udah lama, makanya dampaknya bisa sefatal ini." Satya menghela nafas panjang setelah mengatakannya. "Kemarin waktu Kak Yeji sama Bang Haje keluar dari ruang sidang berdua, kita yang nunggu diluar baru aja mau nyambut mereka, tapi Kak Karin tiba-tiba teriak dan waktu kita lihat dia udah pendarahan. Kita semua panik banget apalagi waktu Kak Karin kehilangan kesadaran, wah rasanya kayak mau mati aja dibanding lihat itu semua." Satya menjeda, mengusap wajahnya kasar. "Nggak lama ambulans datang dan langsung bawa Kak Karin ke rumah sakit. Tapi waktu di UGD, dokter yang meriksa pun udah tau kalau bayinya Kak Karin udah nggak ada, udah meninggal dalam kandungan. Makanya langsung operasi saat itu juga, karena nggak memungkinkan lahiran normal untuk ngeluarin bayinya."
Giselle dan Jean terdiam setelah mendengar penjelasan panjang lebar Satya mengenai kejadian rinci kemarin. Tentang apa yang terjadi sampai Karina harus kehilangan bayinya.
"Overthinking-nya Kayin, itu pasti gara-gara masalah gue sama Yeji ya?"
Windy tersentak mendengarnya. Ia buru-buru mendongak setelah sebelumnya menunduk menyembunyikan wajahnya yang menahan tangis, melihat Giselle yang tersenyum pahit dengan netra yang berkaca-kaca. "Kak.." gumamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Get Marriage
FanfictionDiusianya yang menginjak angka 25, Giselle sudah tak asing lagi dengan pertanyaan, "Kapan nikah?" Kendati sudah ribuan kali orang-orang disekitarnya bahkan Maminya sendiri mengajukan pertanyaan itu, Giselle masih betah melajang. Dia seperti tidak te...