***
Sepanjang hidupnya, Jean selalu berada dalam situasi canggung. Hidup dalam keluarga yang semuanya memiliki sifat ramah dan easygoing tak lantas membuat Jean ikut menjadi pribadi yang luwes dalam berbicara dengan orang lain. Entah itu orang asing yang tak ia kenali atau bahkan keluarganya sendiri, Jean seakan memiliki tembok yang membatasi.
Jean bahkan masih merasa canggung dengan teman-teman seusianya terkecuali Haidar, Radit dan Naresh. Dikeluarga pun, hanya Bunda satu-satunya orang yang bisa membuat Jean nyaman untuk berbicara. Bersama Ayah atau Kak Jiya, Jean tidak begitu merasa bebas. Mungkin karena ia terbiasa dipandang rendah oleh Ayah yang membuatnya kehilangan kepercayaan diri untuk menunjukan perasaan. Juga karena Jean terlalu lama bersama dengan kesepian setelah Kak Jiya meninggalkan rumah saat ia baru akan memasuki masa-masa sekolah menengah akhir, Jean selalu memiliki batas tersendiri bersama kakak perempuannya. Rasanya seperti ada batasan dalam dirinya untuk mengekspresikan diri.
Dan selama itu, Jean tak pernah merasa kecanggungannya merupakan sebuah kesalahan.
Sampai tiba masa dimana ia jatuh cinta dan Jean akhirnya sadar kalau sifat canggung yang ia miliki hanya akan berbuah kepahitan. Karena siapapun jelas tak akan mau berhubungan dengan orang yang tak bebas mengekspresikan diri. Giselle bahkan meninggalkannya karena menyerah meluluhkan Jean meski saat itu Jean sendirilah yang ingin lebih dekat dengan Giselle.
Begitu takdir mempertemukannya lagi dengan Giselle dalam suatu ikatan suci, Jean berusaha keras memaksa dirinya agar berubah. Ia tak mau lagi kecanggungannya menghancurkan hubungan mereka.
Satu hal yang perlu disyukuri, kali ini Giselle membersamai dan membantunya berubah sedikit demi sedikit. Istrinya itu juga rutin membawa Jean berkumpul bersama teman-temannya, membuat Jean mau tak mau harus bersosialisasi. Ikut membaur bersama orang-orang baru yang tidak mempermasalahkan kecanggungan yang ia miliki.
Dan bagai keajaiban, Jean berhasil melawan dirinya sendiri. Meski masih agak ragu, kini ia jauh lebih mudah mengekspresikan dirinya terutama dihadapan sang istri.
Dalam bulan-bulan selanjutnya, Jean belum pernah berada dalam situasi canggung lagi.
Makanya saat merasakan suasana yang sangat canggung dimeja makan rumah Mami, Jean merasa tidak nyaman. Ini situasi canggung pertamanya lagi setelah sekian lama tak pernah merasakannya.
Jean yakin semua orang yang berada satu meja pasti merasakan hal yang sama. Ini sangat canggung.
"Ekhem." Seluruh tatapan penghuni meja makan seketika tertuju pada Jefri begitu ia terbatuk kecil. Sebenarnya itu batuk bohongan, Jefri hanya tidak nyaman dengan kecanggungan ini. Terutama karena ia yakin situasi ini berasal dari perempuan yang ia bawa tiba-tiba ke dalam keluarganya. "Mi, Pi, ada yang mau aku omongin."
Mami melipat bibirnya sembari menatap Papi yang hanya diam dengan tatapan yang tak bisa dideskripsikan. Dalam hatinya Mami yakin kalau Papi sedang memikirkan hal yang sama yang sekarang berputar-putar dalam benaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Get Marriage
Hayran KurguDiusianya yang menginjak angka 25, Giselle sudah tak asing lagi dengan pertanyaan, "Kapan nikah?" Kendati sudah ribuan kali orang-orang disekitarnya bahkan Maminya sendiri mengajukan pertanyaan itu, Giselle masih betah melajang. Dia seperti tidak te...