Prolog

138 8 2
                                    

Menjadi seorang pelajar itu cukup melelahkan apalagi untukku yang baru saja masuk ke dunia putih biru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menjadi seorang pelajar itu cukup melelahkan apalagi untukku yang baru saja masuk ke dunia putih biru.

Guruku bilang sekarang kami sudah bukan anak SD lagi yang masih bisa bermain-main sesuka hati. Kami harus mulai serius belajar dan fokus menggapai mimpi.

Hari-hari ku jalani dengan baik. Belajar di sekolah, lalu setelahnya mengikuti les online.

Iya, aku tahu terdengar membosankan bukan? Tapi beginilah keseharianku.

Layar tablet ku usap perlahan ke atas. Total ada 30 soal latihan Bahasa Indonesia yang harus aku kerjakan hari ini.

Mataku meneliti kalimat yang ada di nomor satu. Tak perlu waktu lama aku langsung mendapatkan jawabannya. Jariku menekan opsi B sebagai jawaban.

"Aira, ayah pergi ke minimarket sebentar, ya? Kamu tunggu ayah di sini," ucap Ayah lembut sambil menoleh ke belakang.

Aku mendongak lalu balas tersenyum dan mengangguk singkat.

Ayah melepas sabuk pengaman, lalu keluar dari mobil. Pintu mobil dibiarkan tidak terkunci.

Aku kembali membaca soal selanjutnya. Namun, tiba-tiba saja seorang anak laki-laki masuk ke dalam mobil dari pintu sebelah kiri.

Seragam putih biru yang masih menempel di badannya terlihat berantakan. Jika dilihat dari postur tubuhnya sepertinya dia seumuran denganku. Mungkin.

Aku terus memperhatikan seluruh presensinya, hingga ia membalikkan badan ke arahku membuat kami saling pandang. Seketika matanya melebar karena kaget mendapati presensiku yang sepertinya tak ia perkirakan sebelumnya. Begitu pun sebaliknya. Aku terduduk mematung menatap anak lelaki itu.

Tak ada satu pun dari kami yang bersuara. Aku tidak menaruh curiga apapun padanya. Tapi jujur aku penasaran dengan identitas anak ini. Jadi aku memutuskan untuk bertanya padanya dengan hati-hati.

"Kamu siapa?"

"Ssttt." Dia menyimpan jari telunjuknya di depan bibir. Memintaku untuk tidak bersuara.

Matanya melihat ke sana kemari. Seperti sedang mencari sesuatu.

Aku ikut memperhatikan gerak-geriknya. Keringatnya bercucuran di pelipis. Juga ada luka sobek di lengan kanannya. Darah segar mengalir sampai ke telapak tangannya.

Dia tidak sadar atau tidak peduli sih? Luka lumayan gede gitu kok gak kerasa perih?

Aku segera mengambil kotak P3K yang ada di dalam dashboard lalu mengeluarkan kain kasa, sebotol cairan saline dan juga plester.

Anak cowok itu masih memperhatikan keadaan di luar. Sesekali saat ada yang lewat, dia menunduk ke bawah menyembunyikan dirinya.

Ketika aku menarik lengannya, atensinya teralihkan dan menoleh ke arahku.

Tanganku lihai membersihkan luka di lengan anak itu dengan kapas yang sudah ku beri cairan saline. Ia meringis kesakitan dan seperti ingin menangis. Aku terkekeh. Tampangnya aja kayak bad boy, tapi hatinya Hello kitty.

Anyelir Twenty-sixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang