Kebenaran

10 1 0
                                    

Aku menunggu angkot di depan gerbang sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku menunggu angkot di depan gerbang sekolah. Tetapi, tidak ada satu pun kendaraan umum yang lewat. Biasanya saat jam pulang sekolah, di depan sini angkot-angkot sudah berjajar dengan rapi. Apa yang sedang terjadi sebenarnya?

Belasan murid lainnya sedang melakukan hal yang sama denganku. Mereka pun merasakan keresahan yang ku alami. Sudah satu jam kami menunggu di sini. Namun angkot tak kunjung datang.

"Katanya angkot lagi mogok kerja sekarang," celetuk seorang siswi di sampingku.

"Oh ya? Kata siapa?" sahut siswi di sebelahnya.

"Ini ada di situs berita lokal. Katanya mereka ingin semua jalur dikembalikan seperti semula."

Dahiku mengernyit bingung. Untuk memastikannya lagi, segera ku ambil ponsel di dalam saku rok lalu mencari berita yang mereka maksudkan. Tak perlu menunggu lama, setelah mengetikkan kata kuncinya di internet, berita tersebut langsung muncul dalam satu kedipan mata. Aku membuka berita yang paling atas, membaca redaksinya. Dan benar saja apa yang dikatakan dua siswi itu.

Aku menghela napas kasar. Sepertinya menunggu di sini adalah hal yang sia-sia. Fazriana sudah pulang tiga puluh menit yang lalu. Sedangkan Rama dan Syifa sedang kencan. Aku tidak mau mengganggu waktu mereka apalagi dua sejoli yang sedang kasmaran itu. Aku hendak memesan ojek online, namun batre ponselku habis.

Akhirnya, kuputuskan untuk berjalan beberapa meter ke depan. Kalau tidak salah, di sana ada pangkalan ojek. Tapi, untuk menuju ke sana aku harus melewati gang yang terkenal sangat sepi. Tidak masalah jika ongkosku jadi double, yang penting hari ini aku bisa pulang.

Awalnya biasa saja. Namun, ketika aku hampir mendekati gang sepi di depan sana. Hatiku mulai terasa tidak tenang. Pikiranku penuh dengan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi ketika aku melewati gang itu. Mengingat beberapa hari lalu sempat ada berita tentang anak SMP yang terluka karena terkena sabetan dari seseorang yang tidak dikenal di tempat itu. Mengingatnya saja membuatku merinding. Tapi mau bagaimana lagi, hanya ini jalan satu-satunya yang bisa kulewati.

Kini aku sudah memasuki gang itu. Ada tiga orang pemuda dengan pakaian yang menurutku tidak terlalu mencurigakan. Mungkin mereka hanya pemuda biasa yang sedang nongkrong. Namun ternyata aku salah besar. Pepatah tentang jangan pernah menilai seseorang hanya dari penampilannya saja adalah benar.

Saat aku melewati mereka, secara tiba-tiba salah satu pemuda yang memakai jaket levis berwarna abu itu berjalan mendekat dan menghalangi jalanku. "Bade ka mana, Neng? Dieu ameng heula sareng Aa." Kalau diartikan ke bahasa Indonesia, begini artinya, 'Mau ke mana, Neng? Sini main dulu sama Kakak.'

Dua pemuda lain ikut menghampiri. Mereka berdiri mengelilingiku. Tanganku bergetar hebat. Jantungku mulai berdetak tak karuan. Keringat dingin mengalir perlahan di pelipisku. Melihatku ketakutan, mereka tertawa puas.

Dalam situasi seperti ini, aku tidak bisa berpikir dengan jernih, ku injak kaki pemuda dengan jaket levis itu lalu berusaha keluar dari cengkeraman mereka. Aku baru sadar kalau apa yang kulakukan barusan adalah tindakan yang salah. Pemuda yang berbadan gempal langsung mencegat lenganku dan mendorong tubuhku ke tembok. Pemuda satunya yang berambut keriting ikut memegangi lenganku, sehingga aku tidak bisa bergerak. Sedangkan pemuda yang masih kesakitan karena kuinjak kakinya tadi, memegang daguku dengan keras.

Anyelir Twenty-sixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang