Terungkap

17 0 0
                                    

Usai berpamitan, Tan bergegas pergi meninggalkanku yang masih berdiri di depan gerbang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Usai berpamitan, Tan bergegas pergi meninggalkanku yang masih berdiri di depan gerbang. Menatap langit dengan pandangan yang kosong. Semua percakapan kami di mobil berputar kembali di pikiranku.

"Aku akan menyerahkan diri ke pihak berwajib," ucap Tan yakin sambil terus fokus ke depan. "Meskipun terlambat, aku tidak ingin terus-terusan menyusahkan kakakku. Yuta sudah sangat menderita selama ini dengan menanggung kesalahanku. Aku ingin dia bahagia."

Ya, itu benar. Yuta sudah sangat menderita. Selama ini pemuda itu memang tidak pernah memperlihatkan kesedihannya kepada orang lain. Bahkan aku sendiri tidak menyadarinya. Karena Yuta selalu menampilkan pribadi yang ceria. Aku sendiri tidak pernah menduga bahwa di balik sikapnya yang absurd itu ternyata menyimpan banyak luka.

Melihatku yang hanya diam saja, Tan menoleh ke arahku dan bertanya dengan hati-hati, "Apa kamu ... membenciku, Bia?"

Tidak, aku tidak membencinya. Tapi bukan berarti aku tidak marah setelah mengetahui hal itu. Mengingat selama ini dia hanya diam saja ketika Yuta harus menanggung semua kesalahannya. Tetapi, aku juga tidak bisa menyalahkannya sepenuhnya, karena walau bagaimanapun ini semua berdasarkan keinginan Yuta. Pemuda berlesung pipi itu bersikeras menyelamatkan adik kesayangannya dengan menggantikan posisi Tan sebagai tersangka.

"Bia?" panggil Tan sekali lagi, membuyarkan lamunanku. "Tidak, aku hanya tidak suka dengan sikapmu," jawabku jujur. Tan kembali fokus ke jalanan, dia menghela napasnya panjang.

"Aku tahu, sikapku memang tidak bisa dimaafkan. Maka dari itu, aku ingin menebus dosaku sekarang." Tan memutar setir ke kanan. Si Ore mulai memasuki kawasan perumahan. "Aku akan mengatakan kepada orangtuaku tentang rencana ini. Tetapi, aku tidak akan memberitahu Yuta. Karena kalau sampai dia tahu, Yuta pasti akan menentangnya. Jadi ... aku harap kamu juga merahasiakan ini darinya." Aku mengangguk mengiyakan.

🌸🌸🌸

Aku masuk ke dalam kamar, lalu mengambil bank daya di atas nakas dan mengisikan daya ponselku. Lalu ku nyalakan benda pipih itu dan menyimpannya di meja. Tanpa melepas seragam dan melempar tas dengan sembarang, kujatuhkan tubuhku di atas kasur. Menutup mataku dengan sebelah lengan.

Beberapa detik kemudian terdengar dering telepon berbunyi di ponselku. Mendengar nada dering khusus itu, aku segera bangkit dan meraih ponsel yang sedang mengisi daya di atas nakas. Sejak beberapa bulan yang lalu, aku belum mengganti nada dering khusus yang hanya berbunyi jika ada telepon dari Yuta. Jadi, tanpa melihat papan namanya pun, aku bisa tahu kalau itu telepon dari Yuta. Lalu ku usap tombol hijau di layar.

"Halo, Aira," ucap seorang pemuda di seberang.

"Halo, Yuta," jawabku.

"Kamu udah sampai rumah?"

"Udah."

"Syukurlah. Udah mandi?"

Aku mengernyit sebentar, lalu menjawab, "Be ... lum."

Anyelir Twenty-sixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang