Rahasia Kita

7 2 2
                                    

Setelah bel kepulangan sekolah berdenting, aku segera mengemasi buku-buku ke dalam tas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah bel kepulangan sekolah berdenting, aku segera mengemasi buku-buku ke dalam tas. Lalu berdiri dan menyampirkan tasku di pundak. Bergegas melangkahkan kaki ke luar kelas.

Saat sampai di ambang pintu, ketiga sahabatku memanggil-manggil namaku. Aku pun menoleh.

Mereka memberiku kepalan tangan sambil berteriak semangat, berharap kata itu memberiku energi.

Aku menarik napas, lalu mengangguk mantap. Ikut mengepalkan tangan dengan erat di udara.

"Yash! Kamu pasti bisa, Ra."

Setelah itu aku membawa kakiku menuju tujuan.

🌺🌺🌺

Sesampainya di depan kelas XI IPA 1, aku berdiri di samping pintu sembari menenangkan diri. Tiba-tiba saja merasa gugup.

Tenang. Tenang. Hari ini kebenarannya akan terungkap. Aku harus berani. Kamu bisa, Aira.

Tidak perlu menunggu lama, orang yang ingin ku temui akhirnya muncul juga. Beruntung dia tidak bersama Yuta. Karena jika bocah freak itu melihatku, pasti dia akan kepo berat dan rencanaku akan gagal.

Andi melihatku lalu menyapaku lebih dulu dengan lembut.

"Mau cari siapa, Ra?" Dia bertanya.

Aku bergumam. Keringat mulai membasahi pelipisku. Kerongkonganku rasanya kering. Hingga aku harus menelan salivaku susah payah.

"Kamu."

Kening cowok itu mengerut. Lalu mengangkat jari telunjuknya, mengarahkan ke dirinya sendiri.

"Aku?" tanyanya.

Aku mengangguk.

"Ada apa, Ra? Apa ini tentang ekskul?"

"Bukan." Aku menggeleng. "Ada yang ingin aku bicarakan. Tapi ... jangan di sini. Ayo ikut aku," lanjutku.

Aku membawa Andi ke dekat gudang sekolah. Di sini tidak akan ada orang yang menguping atau lalu lalang orang. Tidak akan ada siswa atau siswi yang mau ke sini. Karena menurut gosip, tempat ini ada penghuni makhluk halusnya alias angker. Kalau bukan karena ingin berbicara empat mata dengan Andi sih aku ogah sebenernya datang ke tempat seram kayak gini. Belum apa-apa, bulu romaku sudah merinding.

Ah, sudahlah. Kita lupakan saja soal hantu-hantu itu. Yang penting sekarang, aku harus mengatakannya pada Andi.

Dia sedang menungguku sambil sesekali celingukan ke segala arah. Tampaknya dia juga sudah tahu gosip tentang tempat ini.

"Andi?"

"Iya?" Andi menoleh, atensinya teralihkan padaku.

"Aku mau tanya ..." Aku meneguk salivaku. "Apa kamu orang yang menyimpan buket bunga anyelir di lokerku?"

"Hah?" Andi tampak kaget. Iya sih, siapa yang gak kaget langsung ditodong begitu. "Maksud kamu apa, Ra?"

Duh, gimana ya ngejelasinnya. Aku sebenarnya masih ragu, tapi kalau gak ditanyain sekarang. Aku akan penasaran selamanya.

Aku memegang kain rokku dengan erat. Rasa gugup yang tidak henti-hentinya mengusikku. Membuatku sulit berbicara. Beberapa kali aku membuka tutup mulutku. Untungnya, cowok di hadapanku ini sangat sabar.

"Jadi, selama dua bulan ini ada yang menaruh bunga anyelir dan beberapa kudapan di lokerku setiap harinya. Aku tidak tahu dia siapa. Tapi, setelah aku selidiki ternyata cuma ada dua orang kemungkinannya. Yuta atau kamu, Ndi." Aku menjeda sebentar. Sedangkan Andi masih diam menungguku untuk melanjutkan.

"Dari beberapa bukti yang ada, semuanya mengarah ke kamu. Mulai dari softcase ponsel kamu yang bergambar anyelir, kamu yang tahu semua tentang anyelir dan kamu yang kelihatan gugup waktu ketemu aku sambil bawa bunga anyelir," lanjutku.

Andi terdiam. Raut mukanya antara syok atau bingung. Aku tidak tahu mana yang lebih dominan.

Jawabannya hanya ada dua opsi, pertama dia akan menjawab ya dan mengakui kalau itu semua memang kerjaan dia. Kedua, dia akan menjawab tidak karena ternyata ini hanya salah paham.

Dari kedua opsi itu, aku berharap yang kedua. Entahlah, tiba-tiba saja aku tidak yakin kalau si Tuan Anyelir itu Andi.

Setelah diam beberapa saat, akhirnya Andi bersuara.

"Bukan, itu bukan aku," tukasnya.

Fyuuuh

Aku membuang napasku perlahan. Rasanya lega sekali. Padahal seharusnya aku merasa kecewa. Karena jika bukan Andi, berarti aku harus mencari lagi siapa si tuan anyelir yang sebenarnya.

"Maaf membuatmu kecewa, Ra. Tapi aku bukan orang itu. Kalau masalah softcase dan pengetahuanku tentang bunga anyelir itu karena aku kenal dengan seseorang yang menyukai bunga anyelir. Sedangkan saat aku bertemu kamu waktu istirahat tadi, aku sedang memperhatikan Bagas yang tengah menyeret anak kelas X. Kamu pasti sudah tahu 'kan berita tentang Bagas?"

Aku mengangguk patah-patah. Setelah masuk ke kelas tadi, Ayudia telah menyebarkan berita itu.

"Maaf sudah menuduhmu, Ndi," ucapku merasa bersalah.

Andi menggeleng dan tersenyum.

"Tidak apa-apa."

"Kalau begitu, aku pergi duluan ya, Ndi."

Rasanya malu sekali. Tapi juga lega. Aku tidak ingin berlama-lama lagi di sini. Sehingga aku memutuskan untuk segera mengakhiri percakapan ini.

Saat aku hendak memutar tumitku, tiba-tiba saja Andi menahan tanganku hingga aku terpaksa berhenti.

"Ra, mau ku kasih tahu sebuah rahasia?"

Keningku mengerut. Bingung. Rahasia apa? Apakah ini ada hubungannya dengan si tuan anyelir?

Dia melambaikan tangannya menyuruhku mendekat. Kemudian, dia membisikkan sesuatu di samping telingaku. Aku tersentak. Apa yang baru saja ku dengar benar-benar membuatku kaget. Aku hampir tidak percaya. Tapi ini diucapkan langsung oleh Andi. Jadi tidak mungkin dia berbohong kan?

Setelah itu, cowok tinggi itu menjauhkan tubuhnya dariku. Sebelum pergi dia sempat berucap sambil tersenyum.

"Ini rahasia kita ya, Ra. Jangan bilang sama siapa-siapa."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Anyelir Twenty-sixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang