Senyum

3.7K 329 13
                                    

Part 2. Senyum

00.02---------------------------03.30

Jemian menarik napasnya dalam-dalam. Cowok itu duduk di kursi kelasnya. Mendongak untuk melihat gurunya yang sedang menjelaskan materi. Dia kembali mengingat interaksi antara dirinya dan Andra.

Lihat saja, sejak tadi ponselnya bergetar. Dia mendapatkan banyak pesan dari Andra. Jemian tidak peduli, dia mendorong ponselnya semakin masuk ke dalam laci mejanya.

"...materi hanya sampai sini. Minggu depan kita ulangan. Dan untuk pekerjaan rumah, kalian kerjakan di buku halaman empat puluh lima."

Jemian menuliskan materi yang gurunya tulis di papan tulis ke bukunya. Melirik temannya yang duduk di sebrang mejanya.

"Ilma!"

Ilma menoleh, "Apa?"

"Pinjem bukunya."

Ilma meletakkan penanya. Memberikan bukunya ke Jemian. Jemian menerimanya. Dia membuka lembar demi lembar milik Ilma. Sejak tadi dia melamun dan tertinggal banyak materi.

Kelas unggulan di setiap angkatan hanya berisi dua puluh lima siswa. Di kelas sebelas, ada lima belas anak perempuan dan sepuluh anak laki-laki. Mereka semua sejenis manusia penuh ambisi. Tapi solidaritasnya tidak perlu diragukan. Mereka bahkan bisa sangat kompak saat lomba. Mungkin karena didikan orang tua mereka tidak main-main, tidak heran kalau mereka begitu baik dan hanya bersaing di bidang academy.

Kelas mereka ini bisa terlihat sangat menyebalkan. Rata-rata isinya anak orang kaya, jadi kadang kalau ada lomba buat tumpeng atau sejenisnya, mereka akan beli. Tidak ada yang tau pastinya karena mereka membelinya secara terpisah. Tumpengnya sendiri dan untuk hiasannya sendiri.

Kalau salah satu lomba yang mereka ikuti kalah, mereka akan saling mengolok. Karena memang pada dasarnya anak ambis, mereka selalu ingin jadi nomor satu. Bahkan peringkat pertama di kelas juga hanya berbeda sedikit dengan peringkat kelas lainnya. Hanya beberapa point saja.

"Baiklah, materi cukup sampai di sini saja. Pulangnya Hati-hati. Selamat sore."

Jemian menutup bukunya dan mengembalikkan buku milik Ilma yang ia pinjam tadi. Dia tidak lupa mengucapkan terima kasih sebelum membereskan semua peralatan sekolahnya.

"Heh, tunggu dulu." Salah seorang teman sekelasnya menahan Jemian yang akan pulang.

"Lo putus dari Andra ya?"

Jemian langsung menatapnya, "Ohh udah nyebar ya?" tanya Jemian. Dia mencengkram kuat tali tasnya.

"Setelah dibilangin dari lama, lo baru putus?"

Jemian terkekeh, "Gue ini butuh waktu lama buat mikirnya. Gue udah pacaran dari kelas delapan."

"Ya tetep aja. Lo emang kadang ngeyel banget dibilangin."

Jemian mengangkat bahunya, "Ngomongnya besok aja udah. Gue lagi ada urusan penting abis ini."

"Heh tapi--"

Terlambat. Jemian sudah lebih dulu berlari keluar dari kelasnya. Jemian melangkah cepat bahkan sedikit berlari menuju gerbang sekolahnya.

"Jemi!"

Langkah Jemian terhenti saat seseorang mencekal tangannya. Jemian langsung menyentaknya saat tau kalau Andra yang menahannya.

Andra menatapnya lelah, "Jemi, gue mohon. Dengerin gue dulu. Gue gak--"

"Simpan alasan lo itu, brengsek! Gue gak mau denger apapun lagi. Semuanya udah cukup. Pergi aja sama selingkuhan lo itu. Makasih buat empat tahunnya." Jemian menatapnya datar lalu dia berjalan pergi. Langsung naik ke bus yang tengah berhenti di depan halte sekolah.

HOME ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang