Calon Menantu

2.5K 275 7
                                    

Part 9. Calon Mantu

Pagi yang cerah datang setelah semalaman diguyur hujan deras. Arthur semakin merapatkan tubuhnya pada selimut. Dingin. Makanya dia lebih memilih semakin menghangatkan tubuhnya.

Tapi sepertinya, dia harus bangun karena mencium bau masakan. Arthur menatap seisi kost Jemian. Bocah itu tidak terlihat, tapi dia mendengar suara alat masak yang beradu.

Arthur bangkit duduk. Masih membiarkan kedua kakinya terbungkus selimut. Rambutnya acak-acakan dengan wajah yang terlihat masih mengantuk. Di hari minggu, dia tidak pernah bangun sepagi ini. Tapi ini bukan rumah atau apartemennya. Jadi dia harus bangun pagi.

Tapi tidak bisa. Arthur memilih membaringkan tubuhnya dan memejamkan matanya kembali. Arthur paling tidak bisa bangun pagi kalau tidak harus pergi ke kantor.

Jemian sendiri sudah bangun sejak pukul lima. Bangun tadi, dia melepaskan pelukan hangat Arthur dengan perlahan. Takut membangunkan. Lalu dia mandi, berpakaian lalu keluar kost untuk membeli peralatan mandi buat Arthur. Dia juga beli sayur di abang-abang yang lewat.

Dan sudah dipastikan, dia jadi rebutan ibu-ibu komplek yang berbelanja. Ya gimana, Jemian ini ganteng, ramah, rajin menabung di perut dan lagi para ibu-ibu lihat lagi belanja. Idaman menantu lah. Jemian hanya tersenyum lalu memutuskan langsung pergi setelah selesai.

Jemian memindahkan semua masakannya ke piring. Setelahnya, dia mengisi piring lain dengan nasi. Mematikan kompornya lalu mengecek Arthur sudah bangun apa belum.

"Kayaknya tadi bangun deh," gumam Jemian. Dia berjalan ke arah Arthur. Berjongkok tepat di depan tubuh besar Arthur. Tangannya menepuk pelan pipi yang lebih tua, "Mas. Mas Arthur bangun. Udah siang."

Kedua mata Arthur terbuka sedikit. Menatap Jemian, "Jam berapa?" tanya Arthur dengan suara serak dan beratnya.

Jemian berkedip, "Jam tujuh. Bangun, mas. Udah siang."

Menurut Arthur, jam tujuh itu masih lagi buta. Dia libur bangunnya jam sepuluh soalnya. Tapi karena saat ini dia ada sama Jemian, alhasil dia bangkit duduk. Mengumpulkan nyawanya yang entah menyebar kemana.

Jemian tersenyum, "Alat mandinya saya udah beli, ada di kamar mandi. Gak mandi juga gak papa."

Arthur mengangguk. Dia bangkit dan berjalan dengan langkah sempoyongan. Jemian terkekeh kecil, memilih menyiapkan semua makanannya setelah membereskan tempat tidur.

"Mian, hari ini kamu ada acara?" tanya Arthur setelah menyelesaikan semua urusannya di kamar mandi. Wajahnya terlihat lebih segar.

"Gak ada," Jemian menggeleng.

"Ikut saya, mau?" tanya Arthur lagi.

"Kemana?"

"Nanti kamu tau."

•~•

"Bunda hari ini ulang tahun, jadi bantu saya nyari hadiah."

"Bundanya mas sukanya apa?"

Arthur menghentikan mobilnya di parkiran sebuah toko, "Bunda suka jam tangan. Jadi saya kepikiran buat kasih hadiah jam."

Jemian mengangguk. Keduanya keluar. Berjalan bersisian masuk ke toko jam. Ada beberapa pelanggan yang datang.

"Selamat datang. Mau cari jam tangan untuk siapa?"

Arthur mendongak, menatap pelayan toko. "Kami akan mencari lebih dulu."

Jemian berjalan menyingkir. Mencari jam yang berjejer rapih di etalase. Langkah Jemian terhenti, dia menatap jam wanita yang ada di dalam kotak kaca kecil.

HOME ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang