Ulah

1.7K 208 0
                                    

Part 24. Ulah

~

Seminggu terlewat begitu saja. Arthur kadang masih suka salah tingkah kalau ingat ungkapan dari Jemian.

Manis banget. Mana cara ungkapinnya lucu banget lagi. Arthur yang lemah ini 'kan jadi mau meluber jadinya.

Dan pagi ini, Jemian akan pergi ke sekolah. Dia dapat seragam baru sehari setelah guru pertamanya datang. Papanya benar-benar melakukan yang terbaik untuk Jemian. Walaupun sekali lagi, Papa melakukannya diam-diam.

"Semuanya udah siap?" tanya Arthur setelah mobilnya berhenti di depan sebuah sekolah swasta yang tidak kalah elite dari sekolah lamanya.

Jemian menunjukkan kartu tes akhir semester dua kelas sebelas ini, lalu tasnya. "Udah semua."

Arthur mengangguk, "Gak perlu terburu-buru. Santai aja, ya. Nanti Mas jemput dua puluh menit sebelum kamu pulang."

Jemian mengangguk, dia mendekatkan untuk mencium pipi Arthur. "Mas juga, jangan makan junk food."

"Iya," Arthur mengusap kepala Jemian. "Semoga berhasil. Apapun hasilnya, tetap bersyukur."

Jemian mengangguk, "Jemi duluan." ucapnya lalu keluar dari mobil. Pintunya ia tutup, lalu berjalan memutari mobil Arthur dan masuk ke dalam sekolah barunya itu.

Mobil Arthur baru berjalan setelah dia tidak melihat keberadaan suami kecilnya kembali.

Jemian menoleh ke kenan dan kiri. Dia mau mandiri tapi tidak tau di mana letak ruangannya berada.

"Permisi." Jemian memilih menahan seseorang yang lewat di sebelahnya, "Maaf, gue mau tanya. Ruang lima belas ada di mana ya?"

"Ruang lima belas?" beonya, "Ah! Kebetulan, gue juga ruang lima belas. Ayo sekalian."

Jemian tidak bisa menahan senyumnya. Dia mengangguk sambil bergumam terima kasih. Jemian berjalan mengikutinya dari samping.

"Lo seriusan murid baru?" tanyanya ragu, "Kok gak tau denah sekolah?"

"Gue di rumah, baru pindah minggu kemarin."

"Home schooling ya?"

"Iya. Gue gak pernah sekali pun ke sekolah." jawab Jemian.

"Ohh. Nama lo siapa?"

"Jemian. Lo sendiri?"

"Devon," Dia tersenyum. "Semoga betah selama seminggu ya. Murid di sini agak yah kurang ajar."

"Huh?"

"Setengah dari isi kelas bisa nyontek atau pake koneksi orang tua. Di sini gak sebagus itu." bisik Devon.

"Hah? Ohh." Jemian mengangguk, "Gue ngerti."

Langkah keduanya terhenti di depan kelas yang terdapat nomor lima belas.

"Diinget-inget, siapa tau lo besok gak ketemu gue."

Jemian tersenyum, "Tinggal lurus terus deket lapangan 'kan?"

Devon menoleh ke kanan dan kiri, "Lah iya. Lagian tadi di mading ada denah, lo liat aja kalo nyasar."

Jemian mengangguk mengerti. Dia mengikuti Devon yang duduk di lantai tepat di depan lapangan. Jemian masih sempat untuk membaca jawaban kisi-kisi yang diberikan oleh gurunya. Mereka sudah memastikan kalau kisi-kisinya tidak akan berbeda. Soalnya dari pemerintah soalnya.

"Kali ini duduknya sama anak kelas sepuluh," Devon kembali berbicara. "Semoga lo gak ketemu sama yang ngeselin, ya."

"Lo kelas sebelas?"

HOME ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang