Part 6. Coba
"Jemi, lo nyesel gak sih putus dari Andra?" tanya Karel. "Bukannya apa, tapi lo udah pacaran lama sama dia."
Jemian menatapnya, lalu mengalihkan pandangannya. "Gue lebih ke kecewa dan gak nyesel sama sekali mutusin Andra." jawabnya, "Dan lagi, sejak dia selingkuh, bukan cuman gue yang hatinya dia jaga. Ya walaupun gue yakin, dia jagain Anna juga kepaksa. Gue tau banget Anna gimana."
"Ya secara Brianna adik kembar lo." sinis Rasya membuat Jemian tertawa pelan.
"Gue waktu itu kaget pas tau lo sama Brianna itu saudara kembar. Gak ada mirip-miripnya sama sekali. Dan lagi, namanya gak jelasin lo sama dia anak kembar." jelas Karel, ingat betul waktu kelas sepuluh dia sampai mencari letak kemiripan Brianna dan Jemian. Tapi tidak ketemu. Mereka beda banget.
"Mana sifatnya beda banget lagi," Rasya mendengus. "Gue kalo punya kembaran macam Anna, pasti udah gue tenggelamin itu anak ke kolam piranha."
"Tapi beneran deh, Jemi, lo tahan hidup tujuh belas tahun sama cewek modelan Anna?" Karel menatapnya serius, "Beneran, gue liat aja enek."
"Gak tepat tujuh belas tahun juga, gue 'kan dari kecil sampai kelas empat SD tinggal sama Nenek." jelas Jemian mengingatkan, "Dan nyatanya gue tahan. Ya walaupun pengen gue jedotin tapi gak bisa."
"Yang ada anaknya koma. Dia kena tampar aja masuk UGD." cibir Rasya. Mengingat betapa lemahnya Brianna.
"Emang kapan dia di tampar?" tanya Jemian, "Kok gue gak tau."
"Ya gak bakalan tau lah. Orang di tamparnya dalem kelas," Karel membuka bungkus yupi yang ia beli. "Anak kelas C heboh gara-gara si Reya nampar Brianna yang rebut selingkuhannya."
"Hah?" Jemian menatapnya bingung, "Rebut selingkuhan? Emang selingkuhan Reya sekelas Justin apa gimana?"
"Gak, bukan. Justin terlalu bagus buat Reya," Karel menggeleng. "Dito, anak kelas A."
"Andra gak tau?" tanya Jemian skeptis. Soalnya Rasya, Karel, Andra dan Brianna satu kelas. Tidak mungkin Andra tidak tau.
"Tau. Cuman waktu itu masih awal semester kelas satu. Andra sama Anna belum deket." jawab Rasya, "Reya emang namparnya keras banget sih. Idungnya sampe berdarah."
Jemian terdiam. Mencoba mengingat kejadian saat dia masih kelas sepuluh. Tidak, orang tuanya atau Brianna tidak melampiaskannya pada Jemian. Mungkin orang tuanya masih pintar karena Jemian dan Brianna beda kelas. Jadi Jemian tidak akan membantunya.
"Udah ya, gue ke kelas dulu. Abis ini mau ulangan." Jemian bangkit.
"Pulangnya ke café, ya. Orang tua gue gak balik tiga hari." ucap Rasya.
"Lo mau nginep di café?" tanya Jemian.
"Enggak lah! Gue cuman males di rumah sendiri," jawab Rasya dan Jemian mengangguk saja.
"Gue duluan."
"Tiati lo ketemu anaknya tukang sihir." teriak Karel yang hanya mendapatkan acungan jempol dari Jemian.
"Gimana cara ngambilnya," gumam Jemian. Semalam dia mencari buku tugas bahasa Inggris miliknya. Tidak ada di mana pun, bahkan di loker. Satu-satunya tempat yang mungkin saja ada buku tugasnya, pasti ada di rumah. Tapi bagaimana cara ambilnya?
"Balik ke rumah yang ada gue di usir lagi," Jemian mendengus. Dia mengerang pelan. Cara satu-satunya dia harus pulang. Cari barang berharga miliknya yang bisa dia jual.
Pergi dari rumah harus pinter. Ambil barang-barang miliknya yang kalau dijual bisa harga tinggi. Toh orang tuanya juga tidak akan peduli. Jemian harus memanfaatkannya dengan baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOME ✔
FanfictionJemian selalu yakin, bahagia itu di buat bukan di cari. HOMO! JOHNJAEM DOM! Johnny SUB! Jaemin 🔞 Mpreg!