Part 15. Cium
~
"Kita kayaknya butuh obat deh, Ra." Karel berbisik pelan ke Rasya. Menatap Jemian yang lagi makan dengan tenang, "Mana ada orang makan bakso sama nutella."
Rasya mengangguk membenarkan, "Mana niat banget bawa nutella dari rumah lagi." balasnya. Dia merasa aneh dengan Jemian, "Harus kasih tau kakak lo gak sih?"
"Gue udah kirim foto ke bang Jeff, tapi gak dibales." Karel mengernyit, menatap Jemian yang menusuk baksonya lalu menyendokkan nutella ke atas baksonya.
"Jem, gak mual?" tanya Rasya. Dia saja yang melihatnya merasa aneh dan mual.
Jemian menatapnya, "Lo berdua mau coba?" tanya Jemian. Dia mengarahkan garpu miliknya, "Enak. Kalian harus coba."
"Enggak! Makasih." Rasya dan Karel menggeleng kompak.
"Ya udah."
Rasya dan Karel saling menatapnya. Keduanya menghela napas. Tapi di lihat, keliatannya enak. Jemian terlihat menikmati sekali.
"Dibilang cobain juga," Jemian mendorong nutella milik Arthur yang ia ambil diam-diam pagi tadi. "Enak. Beneran. Gak bohong gue."
Jemian meletakkan bakso yang ukurannya kecil ke mangkuk kedua temannya.
Walaupun terlihat ragu, Rasya dan Karel akhirnya melakukannya juga. Menusuk baksonya lalu meletakkan coklat nutella ke atasnya. Jadi ragu.
"Tinggal makan sih!" seru Jemian membuat keduanya langsung melahap makanan aneh khas Jemian.
Kunyahan pertama tampak ragu. Kedua untuk menyesuaikan rasa, dan terakhir merek nyaris memuntahkannya. Beruntung ada kotak tissue di dekat keduanya, jadi mereka tidak perlu memuntahkannya di lantai.
"Makanan apaan ini?!" Karel protes, "Ngga enak sama sekali."
"Kalo bumbu pedes manis enak. Ini ada daging sama sambel campur nutella. Gak bakalan gue cobain makanan aneh dari Jemian lagi." Rasya mengambil tissue lainnya untuk membungkus bakso plus nutella khas Jemian.
"Gue lupa kalo makanan orang hamil kadang gak ngotak," Karel meminum habis airnya.
Jemian mengangkat bahunya acuh. Dia tidak peduli. Menurutnya ini enak. Ya enak menurut Jemian saja.
"Jadi gimana perkembangan hubungan lo sama kak Arthur?" tanya Rasya, "Semalem lo diapain?"
"Gak diapa-apain." Jemian mendorong mangkuk baksonya menjauh, "Tau tau udah pagi aja."
"Lo pindah?" Kini giliran Karel yang bertanya.
"Dipaksa. Sayang banget uang kost yang udah gue bayar." Jemian menarik ingusnya.
"Barang-barangnya?"
"Masih di kost. Gak tau mas Arthur mau ambil apa enggak. Kalau pun di ambil, pasti masuk lemari." Jemian menjawab pertanyaan Rasya, "Tapi kayaknya kulkas gue berguna buat taroh di kamar."
"Kedepannya gimana?" Karel menatapnya.
"Gak tau. Gue belum dapet jawaban apapun. Entah apa yang bakalan mas Arthur lakuin. Gue cuman disuruh diem aja," Jemian menghela napas. "Kadang gue--"
"Jemi, di panggil bu Lizya."
Jemian menoleh, "Bu Lizya?"
"Iya. Gue gak tau mau apa, cuman gue di suruh manggil lo aja."
"Oke. Makasih," Jemian bangkit. Dia menatap kedua temannya, "Gue ke bu Lizya dulu."
Setelah mendengar jawaban dari kedua temannya, Jemian melangkah menuju ruangan guru kesiswaannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOME ✔
FanfictionJemian selalu yakin, bahagia itu di buat bukan di cari. HOMO! JOHNJAEM DOM! Johnny SUB! Jaemin 🔞 Mpreg!