Berendam

2.5K 225 1
                                    

Part 20. Berendam

~

"Ke sini."

Kucing betina itu berlari ke arah Jemian setelah seharian tidak bertemu. Mengeong khas anak kucing dengan kedua kaki depan yang bertumpu di kedua kaki Jemian.

Tubuh mungil itu, Jemian angkat. Menoleh saat mendengar pintu rumah yang terkunci.

"Keliling rumahnya besok aja, ya. Sekarang masuk ke kamar buat istirahat." ujar Arthur, "Mau satu kamar?"

Jemian mengernyit, "Mau. Emangnya mas gak mau?" tanya Jemian balik.

"Bukannya gak mau. Saya yang ngira kalau kamu gak mau satu kamar." jawab Arthur. Dia juga mengerti dengan kenyamanan Jemian.

Jemian mengelus rahang bawa kucingnya, "Saya mau tidur bareng terus." jawabnya, "Udah terlalu terbiasa."

Arthur terkekeh. Dia mengajak Jemian untuk naik ke lantai dua. Hanya baju dan barang-barang di kamar mereka saja yang belum di bereskan. Sengaja biar mereka tau letak penempatannya. Dan untuk beres-beres, biar di lakukan besok saja.

Saat keduanya sampai di lantai dua, Jemian langsung di suguhkan dengan pintu dan rungan tanpa sekat di sisi kanan tangga. Isinya pun hanya rak buku, televisi sofa panjang dengan meja kecil dan ada kulkas mini punya Jemian. Karpet yang membentang di lantai berwarna abu-abu.

Pintu di depan tangga itu kamar keduanya, lalu selurus dengan pintu kamar utama, ada dua pintu yang menghadap kamar utama. Dan di sisi kiri, ada pintu kamar mandi di luar. Kamar mandi di dalam hanya ada di kamar utama.

Arthur membuka pintu kamar dan terpampanglah kamar utama. Ranjang tidak benar-benar berada di tengah, tapi sedikit berada di dekat pintu kaca yang menghubungkan ke balkon. Ranjang king size, satu sofa di bawah lampu, lemari tepat berada di depan ranjang. Lalu sisi kanan tempat tidur, ada meja panjang yang masih kosong. Sofa kecil dengan meja kaca. Dan pintu kamar mandi tepat bersebelahan dengan pintu dan lemari.

Kamar luas dengan nuansa warna abu-abu dan putih. Berbeda dengan kamar apartemennya yang serba hitam dan abu-abu. Ini tidak terlalu dark sih. Tidak membuat mata sakit.

"Lemarinya kegedean keknya." gumam Jemian, dia menurunkan kucingnya untuk beradaptasi.

"Enggak kok. Cukup buat saya, kamu dan anak kita nanti." jawaban dari Arthur membuat wajah Jemian sedikit memerah.

Sudah di bilang, Jemian gampang blushing gara-gara Arthur.

"Mau tidur sekarang?"

"Masih jam delapan."

"Kamu capek."

"Enggak." bantah Jemian cepat.

"Ya udah, rebahan aja. Nanti juga tidur."

"Saya ke kamar mandi dulu." Jemian berjalan menuju pintu pintu di sebelah lemari. Dia membukanya, kamar mandinya cukup luas.

Selurus dengan pintu, ada ruangan kaca yang isinya shower dan bathtub. Meja wastafel lalu kloset. Jendelanya cukup tinggi dan tertutup tirai.

Jemian masuk, dia langsung menutup pintu. Jantungnya sejak tadi berdebar kencang saat mengingat kalau malam ini, malam pertama yang kemarin Rasya jelaskan.

Mereka gak akan nganu, 'kan? Jemian belum siap jujur aja. Arthur tidak akan marah atau kecewa, 'kan?

Jemian kenapa takut, ya? Lagi pula, Arthur menikahinya bukan untuk dijadikan budak nafsu atau lainnya. Dia menikahi Jemian karena orang itu Jemian. Sekalian menenangkan hati Arthur yang terus saja gelisah karena takut Jemian direbut orang lain.

HOME ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang