Gak Setuju

2.5K 279 23
                                    

Part 5. Gak Setuju

00.05----------------------------------03.30

"Mama mana setuju lah. Yakali kamu dapet orang yang udah hamil duluan." Mama meletakan piring berisi sarapan ke meja, "Dia pasti anaknya gak bener. Gak usah kamu deketin anak kayak dia. Kamu pantes dapet yang jauh lebih baik. Dia murahan banget."

"Papa juga gak setuju sih," Papa melanjutkan. "Kamu mapan, gak pantes dapetin anak kayak gitu."

"Dan lagi, kamu gak malu kalau keluarga besar tau? Kamu bisa disindir habis-habisan. Pokoknya Mama gak setuju. Lebih baik kamu sama cewek yang Mama tunjukkin kemarin." Mama menatap Arthur, "Gak usah aneh-aneh. Dia udah gak punya masa depan, gak pantes dapetin kamu yang udah pasti cerah masa depannya."

Arthur memegang kedua sendoknya erat. Dia melirik ke Karel yang diam saja. Keduanya terlihat sudah tidak memiliki nafsu untuk makan.

"Aku selesai," Arthur memilih meletakkan sendoknya. Menengguk minumnya dengan cepat lalu bangkit.

"K-Karel juga selesai!" Karel bangkit, "Abang, anterin Karel!"

"Makanan kalian masih banyak heh!" Mama berteriak.

"Udah kenyang!" jawab Karel dan Arthur bersamaan.

Karel mengambil tasnya. Berlari menyusul Arthur yang sudah berada di luar rumah. Keduanya masuk ke dalam mobil.

"Karel baru tau Mama sama Papa jahat banget," Karel memeluk tasnya. "Jemi gak gitu kok. Jemi gak murahan. Pertama ngelakuin juga dipaksa."

Arthur menjalankan mobilnya, melirik Karel yang sepertinya sangat menyayangi Jemian.

Karel menghembuskan napasnya, "Walaupun dia anak orang kaya, dia pinter ngatur keuangan. Tapi dia kayak gitu karena adiknya sih. Anak sulung yang dianak tirikan." Karel menatap keluar jendela, "Kadang Karel gak habis pikir, kemapa Jemi selalu keliatan baik-baik aja. Dia bisa aja nangis depan Karel atau Rasya. Tapi dia enggak lakuin itu. Dia selalu berhasil berdiri tegap tanpa Karel atau Rasya tau, sebelumnya dia jatuh."

Arthur tidak dapat membalas. Dia belum tau Jemian seperti apa secara langsung. Dan mungkin kali ini, dia bisa kehilangan segalanya hanya karena Jemian. Penolakan dari Mama dan Papa sudah sangat jelas. Beda dengan pendapat Bunda dan Ayah yang mendukungnya penuh.

"Kenapa pikiran Mama Papa sempit banget? Hamil duluan belum tentu gak punya masa depan. Jemi itu pinter, dia gak mungkin biarin anaknya hidup susah." Karel menyenderkan kepalanya di kaca mobil. Dia memikirkan nasibnya Jemian. "Dan lagi, Jemi bukan orang yang berpikiran sempit."

Arthur menghembuskan napasnya pelan. Dia menghentikan mobilnya saat sampai di depan gerbang sekolah adiknya.

"Gak usah bolos lagi," ingat Arthur.

"Uang jajan." Karel menyodorkan tangannya.

"Kan udah dapet dari Papa tadi pagi." Arthur menatapnya heran.

"Kurang, tambahin. Karel mau traktir Rasya sama Jemian."

Arthur memutar bola matanya, dia mengeluarkan dompetnya. Mengambil tiga lembar uang berwarna merah dan meletakkannya ke telapak tangan Karel.

"Bang, nanti jadi sugar daddynya Jemi, ya." Karel membuka pintu lalu keluar dengan tawa yang keluar dari mulutnya. "Oh iya!"

Arthur menatap adiknya sabar, "Apa?"

"Gak mau nitip sesuatu ke Jemi?" tanya Karel.

"Makanannya di habisin."

Karel menaikkan sebelah alisnya, "Oke." jawabnya singkat. Pintu mobil ia tutup lalu berjalan memutar. Masuk kedalam sekolahnya.

HOME ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang