11. Tuduhan
~
"Kayaknya...ada yang yang salah."
Jemian berkedip cepat, menatap Arthur yang berada di atasnya. Mereka sudah hampir lima menit berada di posisi yang sama. Arthur seperti tidak ada niatan sama sekali untuk menjauh darinya.
Arthur sekarang sedikit menjauh. Dia menyentuh wajah Jemian, "Jemi, liat saya."
Jemian makin gugup sekarang. Tapi dia menurut dan menatap Arthur, membuat tatapan keduanya bertemu. Suasananya semakin tidak karuan.
"Jangan pernah bilang kalau kamu gak pantes buat saya. Saya gak pernah peduli kalau kamu laki-laki, lagi hamil anak orang dan apapun itu. Saya gak pernah peduli," Arthur berujar pelan namun cukup tegas. "Saya sudah pernah bilang, 'kan? Saya maunya kamu, baik buruknya kamu, saya terima. Kamu punya saya dan seterusnya akan seperti itu. Saya gak peduli kalau Mama Papa gak suka, mereka tidak pernah tau apa yang saya inginkan. Jadi, saya tidak peduli kalau mereka menolaknya atau bahkan menarik semua aset yang mereka beri untuk saya."
Jemian meremas selimut yang ia tindih, "Makan cinta 'kan gak kenyang." cicit Jemian. Dia realistis, semua orang butuh uang.
"Saya tau," Arthur tersenyum. "Café tempat kamu kerja itu punya saya, dan lagi saya gak bakalan biarin kamu hidup susah juga."
Jemian mengalihkan tatapannya, "Lebih baik jangan kalau itu nyusahin, mas. Dan gak baik ngebantah orang tua, mereka lebih dewasa dan lebih tau yang terbaik buat anak-anak."
Arthur diam sebentar, "Kalau mereka tau yang terbaik untuk anak-anaknya, mereka gak mungkin ngusir kamu, Jemian. Seharusnya mereka tetap mempertahankan kamu di rumah. Mereka ngusir kamu karena kalau kamu tetap sama mereka, itu hanya akan mempermalukan mereka. Itu untuk kebaikan mereka sendiri. Bukan untuk kebaikan anaknya.
Dan orang tua saya, gak mungkin maksa saya nikah sama pilihan mereka. Saya gak pernah suka, dan mereka terus maksa. Itu demi kebaikan mereka walaupun saya yakin, orang tua gak bakalan ngejerumuskan anak ke jalan yang salah." lanjut Arthur, "Mereka pikir, dengan perjodohan cinta akan datang saat terbiasa. Saya percaya itu. Tapi, kalau saya udah cintanya sama kamu, saya gak percaya lagi. Semuanya udah habis di kamu, gimana bisa saya cinta sama wanita pilihan orang tua saya?"
Jemian diam, bahkan bungkam. Tidak bisa membalas ucapan Arthur lagi. Ucapannya manis sekali tapi terdengar dalam. Arthur seolah menegaskan kalau dia hanya ingin Jemian. Hanya Jemian. Calon anaknya juga iya sih. Pokoknya semua yang ada di Jemian, Arthur suka. Dan itu milik Arthur.
Hak paten milik Arthur.
"Jadi, Jemian," Arthur akhirnya bangkit duduk. Menarik tubuh Jemian agar duduk juga, "Jangan pikirkan apapun. Masalah orang tua saya, itu biar saya yang urus. Gak perlu stres, gak baik buat kamu dan kandungan kamu juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
HOME ✔
FanfictionJemian selalu yakin, bahagia itu di buat bukan di cari. HOMO! JOHNJAEM DOM! Johnny SUB! Jaemin 🔞 Mpreg!