"Saya terima."

2.9K 286 13
                                    

Part 7. "Saya terima."

"Buat kamu."

Jemian menatap permen kapas yang Arthur sodorkan untuknya. Cowok itu tersenyum, mengambil permen kapasnya tidak lupa mengucapkan terima kasih.

"Jadi sayang buat dimakan," gumam Jemian. Permen kapasnya berbentuk kepala beruang. "Lucu."

Arthur tersenyum saja. Bilangnya sayang dimakan, tapi ujungnya dimakan juga.

"Sebelum terlalu jauh," Jemian menatapnya. "Mas pasti tau kalau saya lagi hamil. Dan kata keluarga saya sendiri, saya aib."

Arthur berkedip. Menatap Jemian yang terdengar santai saat mengatakannya. Walaupun begitu, Arthur melihat ada kesedihan dan rasa sakit yang coba Jemian sembunyikan.

"Saya diusir karena hamil, dan sebelumnya Ayah bayi yang saya kandung gak mau tanggung jawab. Tapi siang tadi, saya gak tau dia tau dari mana, tapi bilang mau tanggung jawab. Saya gak mau karena disisi lain, dia buat adik saya hamil." jelas Jemian, dia mengambil permen kapasnya dengan dua jarinya. "Saran saya, lebih baik Mas Arthur gak perlu deketin saya. Dari pada positif, lebih banyak negatifnya. Saya yakin, orang tua mas Arthur juga gak bakalan setuju. Ini bukan anak kandung mas Arthur sendiri, dan belum lagi ucapan orang-orang.

Saya udah biasa dicap anak gak berguna, malu-maluin dan sebagainya. Tapi sekali lihat pun, mas Arthur orang baik-baik. Gak pantes dapetin saya yang udah rusak gini." lanjut Jemian. "Saya--"

"Bagaimana kalau saya tidak peduli?" tanya Arthur, memotong ucapan Jemian.

Jemian menatapnya, "Tidak peduli?" Jemian mengernyit.

"Iya, tidak peduli." Arthur mengangguk, "Kamu benar, orang tua saya memang tidak setuju. Tapi itu dari pihak Ayah dan Ibunya Karel. Mereka jelas menentang bahkan sebelum saya mengenalkanmu. Tapi, berbeda dengan Bunda dan Ayah. Mereka setuju. Mereka tidak peduli kalau kamu lagi hamil anak orang atau bagaimana."

Jemian berkedip, "Tapi.." Jemian menarik napasnya dalam-dalam lalu mengeluarkannya, "Saya jelas rusak."

"Kamu barang atau gimana bisa rusak?" tanya Arthur sambil terkekeh.

"Mas, saya serius."

Arthur tersenyum, "Kamu gak rusak sama sekali, Jemi. Kalaupun keluarga kamu anggap kamu aneh atau aib, saya gak akan anggap kamu gitu. Kalau kamu punya anak, itu berarti Tuhan percaya sama kamu. Tuhan nitipin satu malaikat buat kamu jaga. Kamu beruntung Jemian. Sangat sangat beruntung."

Jemian menatap tepat kedua mata Arthur, "Tapi tetap saja, mas Arthur bisa dapet yang lebih baik dari saya."

"Ya memang, Mama saya juga menjodohkan saya dengan wanita yang kelihatannya jauh lebih baik dari kamu." Arthur kembali menatap ke depan, "Hanya saja, menurut saya kamu sudah sempurna untuk saya. Dan lagi, saya sukanya kamu. Baik buruknya kamu, saya terima."

"Walaupun saya hamil?" tanya Jemian. Rasanya dia mau menangis sekarang. Tapi tidak bisa.

"Iya, saya terima bayi yang kamu kandung. Gak peduli itu anak kamu sama mantan kamu itu, semua yang ada di kamu itu milik saya." Arthur tersenyum, menoleh untuk menatap Jemian kembali. "Tapi untuk bayi yang kamu kandung, saya akan menyebutnya bayi kita."

"Mas..."

"Saya tau ini terlalu cepat. Tapi saya bukan orang yang suka bermain-main. Kamu udah dapetin semua perhatian saya," Arthur mengusak rambut Jemian lembut. "Saya menyerahkan semuanya pada kamu, Jemian."

•~•

Pagi hari di sekolah, Jemian langsung ditarik oleh kedua temanya menuju kantin. Jemian sudah makan sih, dia dapet kiriman dari Arthur lagi.

HOME ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang