Tolong

2.1K 252 2
                                    

Part 13. Tolong

~

Jemian membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Menatap langit-langit kamar kostnya. Dia sedang memikirkan ucapan sang Papa.

Kalau Jemian ingat, yang mengusirnya dari rumah adalah sang Mama. Bukan Papanya. Waktu itu, Papa hanya diam saja dan terkesan tidak peduli. Yang heboh Mama dan Brianna.

"Tapi kenapa di buat jadi anak kembar?" tanya Jemian pada dirinya sendiri. Pantas saja Karel dan Rasya selalu bilang kalau dia dan Brianna itu tidak ada mirip-miripnya sama sekali.

"Dan kenapa Papa nikahin Mama kalau Papa masih cinta Mama kandung gue?" Jemian lagi-lagi bertanya pada dirinya sendiri. "Tapi emang gue sama Mama gak mirip sih."

Jemian jadi ingat waktu dia diurus oleh sang Nenek. Kata Nenek, Papa yang meminta langsung pada Nenek untuk mengurusnya. Sekarang Jemian jadi tau alasan kenapa dia tinggal bersama sang Nenek sedangkan Brianna tetap di rumah.

Papa membenci Jemian karena Mama lebih memilih untuk menyelamatkan dirinya. Jemian tidak salah sih sebenarnya. Dia belum tau apapun dan Jemian juga tidak bisa disalahkan atas kematian Ibu kandungnya.

Walaupun membenci Jemian, Papa tidak bisa melakukan apapun ke Jemian. Saat melihat Jemian, Papa melihat mendiang istrinya itu di kedua mata sang anak. Papa sering mengalihkan pandangannya. Mungkin kalau terus memandanginya, Papa bisa langsung flashback saat istrinya masih hidup.

"Tapi kenapa Papa nikahin Mama Rika?" Jemian memegang keningnya yang terasa berdenyut kembali.

Suara pintu yang diketuk terdengar. Jemian bangkit, berjalan menuju pintu. Saat membukanya, dia mengernyit melihat Arthur berdiri di depan pintu kostnya.

"Kok balik lagi?" tanya Jemian bingung. Dia menyuruh Arthur untuk masuk.

Arthur tidak langsung menjawab. Dia memilih masuk ke dalam kamar kost Jemian. Melirik ke plastik dengan tulisan nama minimarket di depannya.

"Kamu abis belanja?" tanya Arthur.

"Niatnya cuman mau beli keju." jawab Jemian, ikut menatap plastik belanjaannya yang belum sempat ia bereskan. "Tapi malah beli yang lainnya juga."

Arthur mengangguk paham. Sekarang dia menatap Jemian. Keputusannya benar, 'kan? Dia rela keluar rumah Papa dan Mama hanya karena Jemian?

Kalau di pikir-pikir, Arthur terlihat seperti anak kurang ajar dan durhaka sekali. Tapi Arthur lama-lama muak juga terus dituntut ini dan itu. Saat sekolah pun, dia tidak bisa memilih sendiri. Orang tuanya yang menyuruh. Untungnya saat kuliah, dia bisa memilihnya sendiri.

Untuk masuk bisnis, sedikitnya Arthur tidak menyesal. Dia suka soalnya. Tapi masalah perjodohan konyol sang Mama dan Papa yang memaksanya untuk menurut dengan ucapan Mama.

"Mas?" Jemian menatap Arthur bingung, "Kenapa? Kok diem?"

Arthur berkedip cepat. Dia tersenyum sambil menggeleng, "Gak kenapa-napa." jawabnya cepat, "Pusing kamu gimana? Udah gak papa?"

"Masih suka nyut-nyutan, tapi gak papa." Jemian tersenyum. Dia meneliti wajah Arthur. Kedua matanya menyipit, dia sedikit berjinjit. "Itu...mas kenapa?"

"Apa?" Arthur menaikkan sebelah alisnya.

Jemian menunjuk ke pipi kanan Arthur, "Mas Arthur abis di tampar, ya?" tanya Jemian. "Ada bekasnya."

Arthur menyentuh pipinya, "Enggak. Tadi kekencengan waktu mau mukul nyamuk." elaknya.

Jemian menyipitkan kedua matanya. Terlihat sangat tidak percaya dengan apa yang Arthur katakan.

HOME ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang