Akhirnya sampai di part terakhir. Selamat membaca dan ini panjang banget.
Part 30. Kekasih
~
"Arthur!"
Langkah Arthur terhenti. Dia berlari ke arah Dika dan Vano yang tengah menggendong bayi.
"Anak lo sama Jemian." Vano memberikan bayi yang berada di gendongannya ke Arthur.
"Kayaknya mertua lo udah bergerak lebih dulu. Orang tua gue udah ada sama polisi soalnya." jelas Dika yang entah di dengar oleh Arthur atau tidak.
Arthur sendiri sibuk dengan bayi di gendongannya. Pria itu terlihat sangat berhati-hati saat menggendongnya, seolah kalau dia tidak berhati-hati anaknya bisa terluka. Tangannya menyentuh pipi merah anaknya dengan lembut.
"Ayo pergi. Ngga baik lama-lama di sini. Anak lo juga butuh perawatan kayaknya."
Arthur mengangguk. Mereka keluar dari rumah milik orang tua Dika dan Andra. Saat pergi ke rumah sakit, Arthur satu mobil dengan Dika sedangkan Vano membawa mobil suaminya.
Saat Dika dan Vano datang, kedua orang tuanya sudah bersiap pergi ke Amerika. Padahal bayi itu masih merah dan belum sehari bahkan dilahirkan. Untungnya Dika dan Vano bisa menghalanginya dan tak lama polisi datang dan menangkap orang tua Dika.
Arthur tidak peduli bagaimana kronologisnya, yang penting anaknya kembali dengan keadaan selamat. Kedua matanya sejak tadi memperhatikan wajah anaknya yang tenang tidur. Sesekali mulutnya bergerak.
"Laper kayaknya," gumam Arthur. "Nanti di rumah sakit, ya. Papa kamu ada di sana."
Dika meliriknya. Tanpa mengatakannya pun, Dika tau sesayang apa Arthur pada anaknya itu. Tidak peduli kalau Arthur bukan Ayah biologisnya.
"Mirip Jemi," gumam Arthur.
"Lo... sayang banget sama dia." celetuk Dika membuat Arthur langsung menatapnya.
"Perlu di jelasin ya?" tanya Arthur membuat Dika terkekeh dibuatnya.
"Gak perlu." kekeh Dika, "Andra harus ngucapin banyak makasih ke lo."
"Gak perlu juga," balasnya. Dia menatap anaknya yang sesekali bergerak lalu kembali tenang. "Selagi anak gue baik-baik aja, gue gak perlu ucapan terima kasih dari Andra. Tapi kalo tuh bocah mau bilang makasih, ya syukur. Jadi dia tau kesalahannya."
Mobil Arthur berbelok menuju jalan menuju rumah sakit tempat Jemian berada, "Dia udah nyesel, bahkan mohon-mohon ke orang tua gue biar gak ngelakuin itu. Andra paling gak bisa memohon sama minta maaf, kalau dia udah kayak gitu berarti Andra nyesel banget."
Arthur mengangguk, "Gue tau. Dia emang udah nyesel." ujarnya, "Cuman waktu itu belum bisa apa-apa."
Mobil berhenti di parkiran. Arthur membuka pintu lalu dia keluar. Menutupi wajah anaknya menggunakan tangan kanannya. Dia sedikit berlari masuk ke rumah sakit dan membiarkan anaknya mendapatkan penanganan oleh perawat.
"Ruangan Jemian ada di—"
"Ruangan Jemian ada di lantai empat."
Arthur menoleh, menatap Dimas yang datang. "Jemi udah baik-baik aja, 'kan?" tanya Arthur, terlihat masih khawatir.
"Udah baik kok. Cuman waktu lo pergi dia sempet histeris dan Lyno kasih obat penenang." jelas Dimas, dia melirik ke Dika dan Vano yang datang. "Sebelahan sama Ayahnya sendiri. Dan ganti baju lo, heh. Darah tuh isinya."
Arthur langsung menatap ke bajunya. Dia meringis. Benar juga, kaosnya penuh sama darahnya Jemian. Tadi dia tidak sempat mengecek karena buru-buru menyusul anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOME ✔
FanfictionJemian selalu yakin, bahagia itu di buat bukan di cari. HOMO! JOHNJAEM DOM! Johnny SUB! Jaemin 🔞 Mpreg!