Peluk

2.5K 278 11
                                    

Part 8. Peluk

"Jemi, lo gak morning sickness ya?" tanya Karel penasaran. Sejak tau temannya ini hamil, dia tidak pernah mendengar keluhan Jemian tentang sakit paginya, keliatan lemes atau pucat juga tidak.

Jemian menatapnya sambil mengelap gelas yang basah, "Gue bersyukur karena gak kena muntah pagi atau siang malam." jawabnya sambil tersenyum, "Jadi, gue enjoy."

"Siapa tau si Andra yang ngalamin," Rasya menyangga kepalanya. "Anggap aja hukuman. Sepusing dan semual apa dia, ya?"

"Tapi dia kuat masih bisa berangkat sekolah," lanjut Karel.

"Tapi belum tentu juga Andra ngalamin." Jemian menyusun rapih gelasnya.

Di luar sedang diguyur hujan, jadi pelanggan tidak ada yang banyak datang. Ada sih pelanggan, tapi hanya beberapa. Itu pun pasangan.

"Tentang Brianna, tanggapan orang tuanya kayak gimana?" tanya Rasya, "Mereka bakalan biasa aja atau gimana?"

"Gue yakin marah sih, walaupun di awal. Udah terlanjur juga," balas Karel. "Tapi ya gak mungkin di usir juga."

"Tapi entah kenapa, gue ngerasa Brianna gak hamil anaknya Andra." Rasya menghembuskan napasnya.

"Kenapa?" tanya Karel dan Jemian bersamaan.

Rasya mengangkat bahunya, "Lo pada tau, sebesar apa perasaan Andra ke Jemian, 'kan? Dia selingkuh juga karena rasa bosan sesaat dan Brianna dateng." jelasnya panjang, "Dari matanya, Andra gak ada rasa apapun ke Brianna."

Karel dan Jemian saling menatap. Seolah tidak percaya dengan apa yang Rasya ucapkan. Kepekaan Rasya memang tidak setinggi Jemian dan Karel, tapi Rasya itu pengamat yang baik. Tebakannya tidak pernah meleset. Selalu tepat sasaran.

"Tapi dia selingkuh. Selingkuhin bestie kita." Karel menunjuk Jemian dengan kedua tangannya. Mirip kreator di sosmed.

"Ya gue tau," Rasya menghela napas. "Dia tertarik sama Brianna karena nurut dan yah...binal."

"Eh iya bener juga," Karel bergumam. "Tapi masa udah kayak gitu, Brianna hamil anak orang lain?"

"Itu tebakan, Rel. Tebakan." tekan Rasya, "Tunggu aja. Hubungan mereka kali ini renggang karena putus dari Jemi. Lihat senyesel apa Andra."

"Gue malah nunggu karmanya," Karel tersenyum datar. "Gue mau dia ngerasain hal yang sama kayak Jemi. Gak perlu hamil, yang penting dia bisa ngerasain rasanya jadi pemuas nafsu."

"Doa lo gak bener." Jemian menggeleng pelan.

"Tapi siapa tau, Jemi. Siapa tau ada yang bisa lebih mendominasi Andra." Rasya sepertinya setuju dengan doanya Karel.

"Gue malah pengen tau gimana dia di rumah. Kak Fano gak bakalan bela dia kali ini."

•~•

Jemian melirik jam yang sekarang menunjukkan pukul sepuluh malam. Keadaan café malah ramai karena hujan sudah berhenti turun.

Kedua temannya sudah pulang. Rasya dijemput oleh kekasihnya sekalian mengantar Karel pulang.

"Pulang sono."

"Gak. Gue gak mau balik," Jemian menggeleng keras. "Seenggaknya cuman hari sabtu, bang. Besok gue libur. Gue bisa istirahat bahkan tidur sampai siang."

"Jemi, lo tuh--"

"Bang, ayolah. Hari sabtu aja. Biar gue deh yang bilang ke atasan," Jemian menatap Bagas dengan tatapan penuh permohonan. "Lagian besok café libur, 'kan? Jadi gak papa."

HOME ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang