***
Di perpustakaan, Bagas menopang dagu seraya berfikir keras, memikirkan orang yang kemarin malam mengirimkan pesan padanya, dan yang tiba-tiba mengajaknya bertemu. Awalnya ia tak terlalu penasaran dengan orang itu, tapi entah kenapa setelah membaca ulang pesan terakhirnya, ia menjadi sedikit penasaran.
"Kalo cara ngetik dia gitu, berarti cewek, tapi siapa?" Bagas bergumam, bertanya pada dirinya sendiri. Karena seingatnya, tiga tahun terakhir ia tak dekat dengan perempuan mana pun.
Ia mengacak rambut frustasi, kenapa perempuan itu membuat dirinya berfikir sampai sekeras ini. "Siapa ya? Anjir, gue penasaran," gumamnya menggertakkan giginya.
Bagas diam beberapa detik, mencoba mengingat perempuan yang mungkin pernah dekat dengannya. "Zeline?" Ucap nya setelah itu menggeleng keras.
"Nggak mungkin, kita ketemu setiap hari, nggak mungkin itu dia," timpalnya.
Karena lelah berfikir, Bagas memilih untuk menidurkan kepalanya di atas tumpukan tangan. Kepalanya tiba-tiba terasa berat entah kenapa, mungkin karena beberapa hari terakhir ini ia jarang mengistirahatkan otaknya, yang ia paksakan untuk belajar dari pagi hingga petang.
Bagas tak pernah mengeluh jika waktunya kebanyakan ia habiskan untuk belajar, justru ia senang jika waktu luangnya kebanyakan ia gunakan untuk mempelajari materi yang belum di mengerti. Bagi Bagas tak ada yang sulit, selagi ia yakin terhadap dirinya sendiri dan membuang jauh-jauh kata mengeluh. Maka semuanya akan terasa lebih mudah.
Cukup lama ia merasakan kenyaman di tempat ini, dan perlahan rasa berat di kepalanya pun menghilang. Yah, Ia hanya butuh melupakan pikiran yang tak penting dan meredamkan beban pikiran yang beberapa hari terakhir menguasai isi kepalanya.
Setelah di rasa cukup, Bagas menegakkan kembali tubuhnya, meregangkan otot-ototnya. Kemudian, membereskan buku-buku yang ada di atas meja, hendak berdiri dari kursi yang sudah lebih lima belas menit ia duduki.
Namun, belum kakinya berdiri tegak, ia mendengar suara seseorang dari balik rak buku yang tinggi di sebelahnya. Ia sedikit mengintip penasaran. Semakin mendekatkan kepalanya untuk mendengar suara itu lebih jelas.
"Kenapa lo harus balik lagi sialan."
Bagas mengernyit heran, suara itu seperti tak asing baginya. Tak lama setelah mendengar ucapan orang di sebelahnya, Bagas mendengar orang itu meringis kesakitan, lalu disambung oleh isak tangis.
Bagas curiga, dengan cepat ia berdiri dari kursinya dan menghampiri orang di balik rak besar itu. Dan betapa terkejutnya Bagas melihat pisau tergeletak di atas meja dengan kondisi berlumur darah.
"Eh, lo gila ya!" Seru Bagas, mengingkirkan pisau itu dari sosok wanita yang terduduk membelakangi dirinya. Dan ia membalik tubuh wanita itu. Dan siapa yang Bagas dapati? Ya, perempuan itu adalah Zeline.
Perempuan itu menangis tanpa suara setelah tertangkap basah oleh Bagas, ia terlihat menatap manik mata Bagas nanar, seolah memberi tahu bahwa dirinya sedang tak baik-baik saja.
Bagas tahu arti tatapan itu, ia sangat paham dengan kondisi Zeline saat ini dari sorot matanya. Entah kenapa, hati Bagaskara meluluh, ia mendudukkan dirinya di hadapan Zeline, menggenggam tangan yang dilumuri darah erat. Kemudian, mendekap nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABOUT US TOGETHER
Teen FictionIni kisah tentang remaja yang mempunyai dendam pada seseorang, yang telah membuat kehidupannya semakin hancur. Juga tentang remaja yang selalu ingin menjadi perisai bagi seseorang, sehingga lupa menjadi perisai untuk dirinya sendiri. Kevo? Bacaa