***
Zeline tiba di rumahnya pukul delapan malam, sepulang sekolah tadi, ia memang tak langsung ke rumah karena entah kenapa setelah kepulangan Evelyn dadanya akan terasa sesak jika harus terus berada di sana. Maka dari itu, ia selalu tak setuju jika orang tuanya membawa Evelyn pulang, karena ia merasa tersingkirkan, tak dianggap ada, selalu dibandingkan dengan Kakaknya itu.
Ia membuka pintu rumah dengan lesu, tatapannya kosong. Melengos melewati keluarganya yang berada di ruang tengah, termasuk David dan Adrian-ayahnya, yang memang berkunjung untuk menjenguk Evelyn.
"Zeline!" panggil Papa lantang, terlihat marah dengan kelakuan Zeline yang tak sopan ketika ada tamu.
Zeline berdecak tak suka. "Apa sih Pa? Zeline capek, mau tidur," balasnya malas.
Papa menatapnya sinis, ingin marah. "Dari mana saja kamu? Jam segini baru pulang? Huh?" tanyanya sedikit geram.
"Dari danau," jawab Zeline sekilas, lalu masuk ke kamarnya, tanpa memperdulikan teriakan sang Papa yang memanggil dirinya dengan kesal.
"Udah Pa, jangan terlalu keras sama Zeline, dia pasti lagi capek, biarin tenang dulu," terdengar suara Evelyn yang menegur Papanya. Namun Zeline sama sekali tak tersentuh, walaupun dirinya diperhatikan.
"NGGAK USAH SOK BELAIN GUE, INI SEMUA KARENA LO KAK!" seru Zeline dari dalam kamarnya. Jika bukan karena Kakaknya itu, Papa tak akan sekeras ini padanya.
"ZELINE, JAGA YA UCAPAN KAMU!" sahut Papa.
"ENYAH LO DARI RUMAH INI, SIALAN, GUE BENCI LO EVELYN," balasnya tanpa takut, emosinya memuncak. Entah lah, Zeline pun bingung dengan dirinya sendiri, ia sangat mudah terbawa emosi.
brak!
Terdengar gebrakan pintu dari luar kamar Zeline, yang di buat oleh Papanya, tentu laki-laki setengah baya itu sangat marah ketika anak sulungnya di cemooh oleh adiknya sendiri.
"Keluar kamu Zeline!" teriak Papa marah, masih menggedor pintu kamar Zeline.
"Pa, udah! Nggak perlu dipermasalahin, Evelyn nggak papa," ujar Evelyn menenangkan Papanya, namun pria itu tak kunjung mendengarkannya. Mama dan David juga sudah berusaha menenangkannya, tapi tetap saja Lintang tak mendengarkannya.
"Pa cukup, anak kita lagi cape, Pa, udah."
"Nggak bisa! Anak itu semakin kurang ajar kalo dibiarin!"
Tak lama dari itu, pintu kamar Zeline terbuka, menampilkan sosok wanita yang belum juga mengganti pakaian nya dengan baju biasa. Wajah Zeline terlihat tenang, tanpa beban. Sedangkan wajah Evelyn dan Mama panik melihat anak itu keluar tanpa takut.
Plak!
Suara tamparan itu terdengar sangat renyah, membuat yang mendengarnya mendesis ngilu. Begitupun dengan Adrian, sahabat lama Lintang yang masih bertahan, kaget dengan apa yang sudah di lakukan oleh sahabatnya.
"Pa...," lirih Evelyn, menatap iba sang Adik yang terlihat kesakitan akibat tamparan itu.
"Papa nggak pernah ya ngajar kamu ngomong yang nggak baik ke Kakak kamu! Mulut kamu makin hari makin kurang ajar!" bentak Papa marah. "Ini lah dampaknya biarin kamu berkeliaran di luar. Papa nyesel ngebebasin kamu, kalo tau kedepannya bakalan kaya gini."

KAMU SEDANG MEMBACA
ABOUT US TOGETHER
Teen FictionIni kisah tentang remaja yang mempunyai dendam pada seseorang, yang telah membuat kehidupannya semakin hancur. Juga tentang remaja yang selalu ingin menjadi perisai bagi seseorang, sehingga lupa menjadi perisai untuk dirinya sendiri. Kevo? Bacaa