28

49 3 1
                                    

***


Suara tawa kebahagiaan terdengar dari dalam ruang rawat inap yang ditempati oleh Cindy, dari tawa yang terdengar itu bisa dipastikan kalau terdapat banyak orang di didalam ruangan itu, tentu saja orang-orang di dalamnya datang untuk menjenguk Cindy.

Ada kedua orang tua Baskara, Bagas, Ayah Cindy, Yuda dan juga Irfan. Ya, Aya dan Sagara juga datang ke rumah skait ini untuk menjengukanak teman lama mereka yang sedang di rawat di sini. Tentu saja keduanya mendapat kabar dari Baskara anak mereka.

Suasana ruangan Cindy terasa hangat, banyak tawa di dalamnya, karena para orang tua menceritakan banyaknya kejadian lucu di masa mudanya mereka saat masih menjadi temen sekolah.

Cindy yang masih sakit pun ikut mendengar cerita dari kedua orang tua Baskara, yang menceritakan kelucuan Ayahnya di masa muda. Ia tak menyangka jika Ayahnya yang selalu serius dan tak teralu banyak bicara itu dulu adalah seseorang yang mempunyai sejuta keceriaan. Ternyata dulu kehidupan Ayahnya sangat bahagia, penuh keceriaan. Tapi sekarang ia tak pernah melihat Ayah sebahagia dulu, seperti apa yang diceritakan oleh kedua temannya itu.

"Alah, udah lah, Gar. Jangan bahas itu lagi, malu gue," ujar Gibran malu-malu. Tentu saja ia malu karena anaknya juga mendengar kekonyolannya dimasa muda.

Sontak semuanya tertawa kembali mendengar kalimat itu. Lucu saja melihat reaksi Gibran malu-malu seperti itu.

"Iya-iya, gue juga udah cape nyeriatain kelakuan lo dulu, Gib," kata Sagara menyudahi ceritanya itu, karena kalau ia ceritakan semua Gibran pasti tambah malu.

Tawa pun mulai meredam. Aya melirik jam, ternyata sudah jam sepuluh malam, ia mencolek tangan suaminya untuk mengkode. Sagara mengerti ia pun kembali mengeluarkan suara.

"Gib, udah malem nih, kita pamit pulang ya? Kasian juga Cindy jadi keganggu jam istirahatnya," kata Sagara membuat Gibran melirik jarum jam yang memang menunjukkan pukul sepuluh malam.

Ia pun mengangguk mengiyakan. "Ah iya, Gar. Makasih ya udah mau repot-repot ke sini," balasnya.

"Nggak ngerepotin, santai aja." Sagara dan yang lainnya berdiri dari duudk mereka, diikuti oleh Gibran.

Laki-laki setengah baya itu mendekati Sagara dan keluarganya, lalu berkata. "Gar, makasih banyak, lo udah mau bantu gue bayarin biaya rumah sakitnya Cindy. Makasihh banget, kalo gue dapet rezki, gue bakalan ganti."

"Eh, nggak perlu diganti, gue ikhlas. Lagipula Baskara yang bayar, bukan gue," kata Sagara.

"Tapi kan pake uang Papa," cetus Baskara.

"Gib, nggak perlu di ganti, Sagara memang niat ngasih ini buat Cindy," timpal Aya membuat Gibran merasa tak enak karenanya.

"Sekali lagi makasih ya, kalian udah baik banget sama gue. Apalagi Baskara, makasih ya Nak udah mau bantu Om jagain Cindy," ucap Gibran merasa terharu.

"Iya Om, sama-sama."

"Yaudah kalo gitu kita duluan ya. Cindy, Om pulang ya, cepet sembuh," pamit Sagara ada Cindy. Gadis itu hanya bisa mengangguk sambil memberikan senyuman termanisnya.

"Cindy, Tante pulang ya, kamu harus banyak istirahat supaya cepet sembuh. Nanti kalo kamu udah sembuh, kamu harus main ke rumah ya?" ucap Aya seraya mengelus rambut hitam milik Cindy.

"Iya Tante, makasih.."

Yang lain juga ikut berpamitan, setelahnya pergi meninggalkan ruangan Cindy dan juga rumah sakit. Barulah kesepian melanda Cindy juga Ayahnya, hanya ada mereka di ruangan ini. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 24, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ABOUT US TOGETHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang