9b. Mondar-mandir (2)

1K 72 10
                                    



"Tonight I'll sing through the night
I'll wrap myself through your tired soul."

= Kim Hyun Joong =


"Kukuh?" panggil Yasmina dengan lirih. Ia menunggu sejenak. Otaknya sendiri tiba-tiba membeku, tidak tahu harus berkata apa. Ia memejamkan mata sebelum memanggil nama itu lagi.

"Kukuh ...."

Tetap tak ada jawaban. Namun, sambungan telepon itu belum diputus. Ia yakin orang di dalam sana tengah mendengarkan.

"Kamu tidak ingin bertemu aku untuk terakhir kali?" tanyanya dengan nada suara yang dalam. "Boleh aku bersamamu di saat terakhir itu?"

Beberapa saat berlalu tanpa reaksi.

"Kukuh, boleh aku memainkan biola untukmu?"

"Sendiri saja, lima menit!" Tiba-tiba Kukuh menjawab. "Deal?"

Bagai mendapat bintang jatuh, hati Yasmina bersorak girang. "Deal!" serunya.

Bunyi 'cekrek' terdengar, tanda kunci telah terbuka. Dengan perlahan, Yasmina masuk. Melihat kondisi Kukuh yang sangat pucat dan menggigil, air matanya nyaris runtuh.

Kukuh berbaring setengah duduk dengan mata nyalang mengawasi dirinya. Sebelah tangannya mencengkeram belati yang menempel di leher, siap digoreskan bila ia bertingkah macam-macam.

"Tetap di situ!" perintah Kukuh. Ia menekan remote control untuk mengunci pintu kembali.

Cerdik, batin Yasmina. Ia disuruh berdiri tepat di depan pintu. Bila seseorang nekat mendobrak, pasti ia terluka. Dengan demikian lelaki itu memastikan tidak ada seorang pun mendobrak pintu.

"Siapa yang mau meninggal?" protes Kukuh dengan suara bergetar tanpa memandang Yasmina. Bibirnya gemetar karena menggigil.

Yasmina mengerjap. "Kamu mengunci diri dan tidak mau diobati. Apa itu kalau bukan kepingin meninggal?"

Kukuh mendengkus lirih. "Aku cuma malas pergi-pergi. Aku trauma dengan rumah sakit."

"Oh?"

Kukuh mendengkus kembali. "Aku bosan ditusuk-tusuk jarum."

Yasmina sadar tidak ada gunanya berdebat. Yang penting, ia kini tahu Kukuh tidak berniat bunuh diri. Lelaki itu hanya keras kepala dan sedang mengalami masa-masa cengeng saja. "Ingin lagu apa?" tanyanya seraya tersenyum lembut.

"Terserah."

"Minum obat dulu, ya, biar kamu bisa mendengar tanpa menggigil? Kalau tidak salah, saat demam itu telinga seperti mendengung."

Kukuh cuma diam. Yasmina menangkap sinyal itu. Ia mencoba melangkah. Saat dilihatnya Kukuh tak bereaksi, ia bergerak mantap ke nakas di samping pembaringan.

"Yang mana obatnya?"

Kukuh melirik sekilas tanpa menurunkan belati. "Yang bungkusnya merah."

Yasmina menurut. Itu cuma obat penurun panas. Tak apalah. Penerimaan awal ini sudah lebih dari cukup.

Ia mengambil segelas air lalu mendekat ke pembaringan. Melihat itu, Kukuh semakin berjaga.

"Aku tidak akan curang," kata Yasmina lembut. Ia mengulurkan gelas, lalu obat.

Kukuh meminum obatnya dengan tergesa. Dengan gerakan kepala, ia menyuruh Yasmina kembali ke posisi semula. Yasmina menurut tanpa perlawanan. Ia agak lega. Setidaknya Kukuh menerima uluran tangannya.

Yasmina mengangkat biola sambil memejamkan mata. "Clair de Lune" melantun indah memenuhi ruang itu hingga ke sudut-sudutnya.

Mata Kukuh terbelalak. "Clair de Lune" adalah lagu yang kerap disenandungkan ibunya saat ia kanak-kanak. Setiap ia jatuh sakit dan menangis, sang ibu selalu membujuk dengan kisah mantra peri.

"Sssst! Mama punya mantra rahasia dari peri hutan. Peri itu sakti sekali. Kalau kamu dengarkan tanpa menangis, nanti tahu-tahu sakitmu hilang. Mau?"

Ia mengangguk.

"Ini rahasia! Tidak boleh ada yang tahu, mengerti?"

Ia mengangguk lagi.

Ibunya lalu membisikkan senandung "Clair de Lune" di telinga sambil mendekap tubuhnya. Selalu begitu setiap ia menangis kesakitan. Mantra itu tidak mengurangi rasa sakit, tapi berhasil meredakan kegalauan sehingga ia sanggup menghadapi rasa sakit.

Sekarang lagu itu berkumandang. Ini kebetulan atau apa? Bahkan Yeni pun tidak tahu tentang hal itu.

Dengarkan Mama, ya Sayang, sakitmu pasti sembuh.

Kata-kata sang ibu seolah turut hadir saat ini.

Kamu pasti sembuh.

Sakitmu akan hilang.

Dengarkan Mama, Sayang.

Dunia Kukuh serasa berguncang. Ia seperti diseret ke kesadaran, dipaksa melihat kekonyolan diri. Ia tadi mau apa dengan menolak semua orang? Mau menyerahkah? Apa cuma sampai di situ nyalinya? Ibunya telah memberikan hidup untuknya dan sekarang ia malah memilih mati!

Ia melempar belati ke sembarang arah. Napasnya mulai sesak. Pandangannya mengabur.

Yasmina tersentak oleh denting belati yang menghantam lantai. Ia membuka mata dan terkejut mendapati Kukuh yang tersengal dengan tatapan merana. Mata itu meneriakkan permintaan tolong!

Yasmina meletakkan biola dan bergegas menghampiri. "Kamu kenapa?"

"Yas ... Yas ... aku ...," rintih Kukuh terbata menahan tangis. Ia tidak sanggup menyelesaikan kalimat. Segenap dirinya mengharap Yasmina mendekat dan mendekapnya seperti di pekuburan tempo hari.

Seolah bisa mendengar bahasa batin, Yasmina naik pembaringan. Dengan hati-hati ia duduk berdampingan. Direngkuhnya tubuh ringkih yang tergolek dan tersandar ke kepala tempat tidur.

Kukuh menghambur ke pelukan. Derita yang tertahan dan menumpuk selama dua tahun tampaknya pecah menjadi tangisan. Yasmina bisa merasakan semua derita itu. Tubuh Kukuh lebih kurus dan rapuh dari penampilannya. Kedua tangannya, yang mengelus sayang sebidang punggung yang tipis, dapat merasakan tulang-tulang yang menonjol. Inikah yang tersisa dari perjuangan berat selama dua tahun? Ia turut menangis sesenggukan.

Yasmina membiarkan Kukuh seperti itu hingga tangisnya reda dan rengkuhan tangannya mengendur. Saat mengurai pelukan, gadis itu hampir pingsan karena kaget. Bajunya telah memerah karena darah yang mengucur dari hidung Kukuh. Lelaki itu tak sadarkan diri!

@@@

Komen please ....

YasminaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang