11. Berat

2.9K 287 60
                                    

Berat rasanya meninggalkan Kukuh sendiri di ICU. Kalau boleh, Yasmina ingin berada di sisinya sepanjang hari. Memegang tangannya, atau mengajak berbicara, atau apa pun. Ia sanggup melakukan apa saja untuk melihat senyum di wajah tirus dan pucat itu. Namun, ia harus mengikuti tata tertib rumah sakit demi kesembuhan Kukuh juga.

Yasmina disambut oleh Rosa di luar ICU. Gadis itu menunggu bersama David. Ternyata musibah itu membuahkan kedekatan mereka berdua. Begitu saudaranya keluar, Rosa pamit pada lelaki berpostur tinggi besar itu.

"Aku mau ajak Yas makan. Kasihan tuh, dari kemarin mual terus. Kamu sendiri di sini nggak pa-pa, 'kan?"

David sebenarnya malas ditinggal. Gadis jangkung berkulit tembaga ini sedari kemarin membuat jantungnya berlompatan dalam rongga dada.

"Iya, nggak papa. Jangan lama-lama, ya."

"Idih! Manja amat!"

Rosa mencibir, sedangkan David membalas dengan kekehan. Dengan senyum lebar, gadis itu menghampiri saudara kembarnya.

"Kapan dia dipindah?" tanya Rosa seraya menggamit tangan Yasmina.

"Siang ini."

"Gimana, udah stabil, 'kan? Udah bisa ngomong?"

"Udah, sih. Tapi masih lemes. Nggak bisa ngomong keras."

"David bilang, Kukuh emang gitu. Cara ngomongnya lembut."

"Kebalikan dari David, ya."

Rosa terkekeh. Matanya berbinar saat nama itu disebut. Yasmina langsung tanggap.

"Ck! Ada yang mulai berbunga-bunga nih. Mudah-mudahan bukan bunga sedap malam, sehari layu."

Wajah Rosa memerah. Namun, mulutnya meringis lebar. Tak ada yang bisa disembunyikannya dari saudara kembar, walau bukan kembar identik.

"Yuk makan dulu," usul Rosa untuk mengalihkan pembicaraan.

Yasmina menurut saja saat Rosa mengajaknya ke rumah makan di dekat rumah sakit.

Untuk sesaat, mereka makan dalam diam karena sibuk dengan pikiran masing-masing. Rosa sendiri teringat pesan ayahnya tadi pagi. Lelaki itu wanti-wanti memintanya untuk menjaga Yasmina.

"Yas, bagaimana perkembangan pembelian aset Phoenix itu? Seharusnya penandatanganan dokumennya besok, kan?" tanya Rosa sambil menyendok soto.

"Entahlah."

"Tim kita bilang, ada baiknya juga Kukuh sakit. Ada alasan kuat untuk menangguhkan penjualan itu."

"Kayaknya kita perlu selidiki orang dalamnya Phoenix deh. Agak aneh kalau dipikir-pkir. Kenapa mereka tidak menghalangi penjualan itu?" Yasmina memicingkan mata.

Rosa tampak tertegun sejenak. Matanya menyorotkan rasa prihatin.

"Kenapa?" tanya Yasmina curiga. Ia menyantap sotonya dengan lahap. Dua hari menunggu tanpa kepastian membuat lambungnya tidak mau diisi apa pun. Ia muntah-muntah tanpa sebab yang jelas. Sekarang, baru terasa tubuhnya membutuhkan pasokan energi. Perutnya meronta minta diisi.

"Dua hari kemarin kamu kayak orang gila," komentar Rosa.

Yasmina meringis. "Belum segila kamu, kan?"

"Kamu jatuh cinta?"

Yasmina berhenti mengunyah seketika. Ia menatap nanar pada saudara kembarnya itu. Apa yang bisa ia sembunyikan dari Rosa? Ia diam saja sambil cengar-cengir.

Rosa semakin prihatin. Tanpa berkata pun sikap Yasmina adalah jawaban.

"Apa kamu yakin, alasan Kukuh menjual aset hanya karena ingin melepaskan diri dari dunia bisnis? Dia bisa saja mempekerjakan orang lain dan tetap menjadi pemilik, kan?"

"Entah. Aku belum terpikir soal itu."

"Kamu tahu apa yang kita hadapi saat ini? Masalah pembunuhan itu belum tuntas."

Yasmina mendesah. "Kakek tidak bilang apa-apa soal itu."

"Ah, tentu saja tidak. Dia ingin kamu di sini selamanya."

Rosa terdiam sejenak, lalu mencondongkan tubuh lebih dekat ke Yasmina.

"Yas, mumpung belum masuk terlalu dalam, aku sarankan kamu mundur. Terlalu berbahaya buatmu."

Yasmina terperangah. "Mundur bagaimana?"

"Kata Papa, misimu cukup sebatas membujuk dia. Entah berhasil entah gagal, kamu harus pulang."

"Pulang ke mana? Sekarang aku sudah di rumah, di negaraku."

Rosa manyun. "Kairo juga rumahmu, Yas."

"Ada kabar dari kakek soal proyek Alfa?"

Rosa menggerak-gerakkan jari telunjuknya. "Nah, soal itu juga. Papa tidak mengizinkan kamu mengerjakan proyek itu."

"Kenapa?"

Rosa cuma mengangkat bahu. "Insting seorang ayah katanya."

Yasmina terdiam.

"Yas, mundurlah sekarang, sebelum perasaanmu terlibat terlalu dalam dengannya. Papa mencemaskan perkembanganmu beberapa hari ini. Kamu tahu, dia marah sekali pada Kakek saat tahu kamu dimanfaatkan untuk membujuk lelaki."

Soto itu tidak terasa nikmat lagi di lidah Yasmina. Perutnya mual kembali. Ia meletakkan sendok lalu memijat kening.

"Aku rasa, aku tidak bisa mundur, kecuali ... dia tidak bersedia maju bersamaku."

Rosa menghela napas. Ia tahu Yasmina. Setelah bertahan dari tragedi tiga tahun lalu, baru kali ini ia terlihat mengkhawatirkan seorang lelaki hingga setengah hilang akal.

Ia yakin sebuah ikatan telah terbentuk. Entah keduanya menyadari hal itu atau tidak. Ia khawatir, meminta Yasmina mundur tidak hanya meremukkan Kukuh, namun juga Yasmina sendiri.

 Ia khawatir, meminta Yasmina mundur tidak hanya meremukkan Kukuh, namun juga Yasmina sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

=Bersambung=

Yasmina udah bener kan gaes? Kukuh layak diperjuangkan, yakan?

Komen please ...

YasminaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang