22. Rosa (2)

2.2K 260 98
                                    

Oh, you must have stolen my heart
Like a fool, I get happy when I meet you
I've finally found it
Someone to make me laugh

= KIm Hyun Joong =
.
.
.

Kaki Yasmina seolah berpijak di dua rakit. Satu bergerak maju, satu menariknya mundur. Berbicara dengan Iskandar membuatnya berpikir rasional, menimbang baik dan buruk, untung dan rugi, dan segala kemungkinan buruk di balik situasi yang tampak baik-baik saja. Kata-kata Rosa, melecut imajinasi untuk menghambur ke pelukan Kukuh. Setelah seharian merenungkan perkataan Rosa, akhirnya ia mengangkat telepon.

"Yas?" Suara itu berkumandang menanggapi panggilan teleponnya. Ah, ia merindukan panggilan hangat itu, 'Yas?'.

"Aku juga mau telepon. Ternyata kamu sudah duluan," ucap Kukuh lagi.

"Kalau gitu kamu duluan ngomong."

"Nggaklah. Kamu duluan, Yas."

Yasmina ragu sejenak. Tapi gara-gara ucapan Rosa tadi, ia menekan rasa malu. "Kuh, kamu kemarin serius?"

"Soal apa?"

"Ah, enggak!" Mendadak ia bingung. Bagaimana kalau jawabannya tidak? Bagaimana kalau menanyakan hubungan malah membebani Kukuh? Bila Kukuh menjauh karenanya, ia mungkin akan menyalahkan diri sendiri selamanya.

"Kenapa nggak jadi tanya? Jangan sungkan." Kukuh kembali mendesak dan terdengar penasaran.

"Soal saranmu tentang posisi di Madava." Yasmina mengutuk diri karena kehilangan keberanian.

"Aku jadi serba salah. Tapi, ya, aku serius."

Yasmina kembali terdiam karena kehabisan keberanian. Sepertinya, Kukuh juga merasakan hal yang sama sehingga keduanya hening beberapa saat.

"Aku kepingin banget ketemu kamu dan ngobrol panjang lebar," kata Kukuh kemudian.

Mata Yasmina melebar. Mungkinkah Kukuh mulai membuka diri lagi? "Kapan itu?" bisiknya.

"Sebentar, aku harus cari-cari waktu."

"Kenapa ketemu aja harus cari-cari waktu?"

"Mengurus visa ke Mesir nggak bisa dadakan, Yas."

Kukuh mau ke Mesir? Jantung Yasmina mulai menderap lebih kencang. "Kamu mau ke sini, Kuh?"

"Iya, kalau kamu nggak keberatan."

Jantung Yasmina kini berdegup satu-satu dengan keras. Denyutannya terasa sampai kepala.

"Kok diam? Kamu keberatan?"

"Enggak, enggak. Aku cuma kaget," sahut Yasmina sekenanya.

"Kaget karena bingung gimana caranya aku bisa sampai ke situ dengan kursi roda?"

"Bukan, bukan!"

"Lalu?"

"Kaget karena tiba-tiba kamu mau ke sini."

"Apa ada yang nggak setuju kalau aku mendatangimu di sana? Papamu misalnya?"

Nggak setuju? Nggak setuju soal apa? Kening Yasmina mengernyit. "Kuh, bicaralah satu demi satu. Kita sedang ngomongin apa?"

Kukuh terdiam sejenak. Ia teringat pesan Rosa, bahwa berbicara tentang perasaan dengan Yasmina itu harus jelas, gamblang, dan tidak boleh menggunakan kiasan.

"Soal memintamu menunggu, aku serius," ujar Kukuh perlahan. "Asal kamu mau menerima dan percaya padaku."

Tak ada jawaban dari Yasmina. Kukuh menduga keheningan gadis itu karena penjelasannya kurang meyakinkan.

YasminaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang