10. ICU

3.7K 303 82
                                    




ICU ini dingin dan seram sekali. Biarpun lampunya terang benderang, suasananya tetap mencekam. Berbagai bunyi alat medis membuat Yasmina merinding. Ia ingin cepat-cepat keluar dari situ.

Kondisi Kukuh sudah stabil. Setelah dua hari berjuang antara hidup dan mati, akhirnya ia sadar. Beruntung Kukuh ditangani tepat waktu sehingga sempat diselamatkan. Kini, mereka tinggal menunggu beberapa hasil pemeriksaan untuk memastikan kondisinya layak untuk dipindahkan ke ruang perawatan.

Yasmina memandangi lelaki kurus yang terbaring dengan berbagai selang dan kabel menjulur dari tubuh. Ia tertidur pulas. Agaknya, perjuangan dua hari itu telah menguras energi. Setelah menjalani berbagai terapi, wajah tirus itu terlihat lebih merah dibandingkan saat diangkat dari ranjangnya tempo hari.

Dua hari pula Yasmina bolak-balik menangis di samping Kukuh. Hatinya kacau dan takut, kalau-kalau "Clair de Lune" yang ia mainkan benar lagu terakhir yang didengar lelaki itu.

Seulas senyum terkembang di bibir Yasmina yang bulat penuh. Jemarinya mengelus lembut tangan Kukuh yang terinfus seraya menyenandungkan "Clair de Lune" dalam hati. Lagu itu kini menempati relung khusus di kalbunya.

Akan kumainkan biola itu kapan pun kauminta. Aku janji, bisiknya dalam hati.

Kukuh terbangun karena sentuhan itu. Menemukan Yasmina di sampingnya, senyumnya terkembang.

"Belum pulang?" tanya Kukuh lirih karena tubuhnya masih lemah.

Yasmina terperanjat karena kedapatan mengelus tangan lelaki itu. Ia menarik tangannya dengan segera.

"Nanti saja. Lagi pula aku tidak bisa pulang. Nanti kamu bikin ulah lagi. Di sini banyak benda tajam yang bisa digunakan untuk bunuh diri," berondongnya untuk menutupi rasa malu.

Diam-diam Kukuh takjub. Wajah Yasmina lucu sekali saat sedang malu begitu. "Kamu kelihatan lelah."

"Kamu kelihatan sakit," jawab Yasmina asal.

Kukuh baru menyadari, suara Yasmina renyah seperti burung parkit. Ia terkekeh lirih.

Sekali lagi Yasmina terkaget. Baru kali ini ia melihat Kukuh tertawa. Mata lelaki itu menyipit dan melengkung. Giginya terlihat berderet rapi. Sungguh tawa yang manis sekali.

"Yas?"

"Ya?"

"Aku belum sempat bilang terima kasih."

"Bilanglah sekarang."

Kukuh terkekeh lagi. Hati Yasmina menghangat melihat wajah yang bercahaya cerah itu.

"Yasmina Francesca Adam," kata Kukuh lirih. "Aku, Kukuh Arkatama, mengucapkan beribu terima kasih karena telah menyelamatkan nyawaku."

Yasmina terbahak. Wajahnya menjadi begitu menarik, terutama karena bibir bulat nan ranum dan sepasang gigi kelincinya. Kukuh terkesiap sesaat.

"Dari mana tahu nama lengkapku?"

"Bukan kamu saja yang punya intelejen."

Yasmina mencibir. "Berterima kasihlah juga pada para dokter dan timnya itu."

Kukuh hanya tersenyum lebar. Yasmina menikmati senyum itu.

"Tanggal berapa ini?" Tiba-tiba Kukuh seperti memikirkan sesuatu.

"Tanggal 26."

"Berarti besok penandatanganan itu...."

Yasmina mendelik. "Jangan macam-macam! Kamu masih di ICU."

Kukuh tersenyum lagi, kali ini lebih lebar.

"Tidurlah. Kamu perlu istirahat," saran Yasmina.

"Kamu juga, pulanglah dulu. Aku tidak akan bunuh diri. Sekarang aku takut mati."

YasminaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang