9a. Mondar-mandir (1)

4.3K 397 83
                                    

Yasmina mondar-mandir di ruang tengah apartemen. Baru duduk sebentar, ingin berdiri. Baru beberapa detik tercenung di depan jendela, ingin duduk lagi. Irawan memperhatikan dengan senyum terkulum. Perempuan, sepintar apa pun, bila sudah mengkhawatirkan seseorang, tingkah lakunya bisa tidak rasional.

"Wan, antar saya ke sana," pinta Yasmina.

"Ke sana lagi, Bu?" Irawan meringis. Benar kan teorinya tadi? Apakah bosnya ini mulai menyukai objek misi mereka?

"Entahlah, Wan, perasaan saya tidak enak," jawab Yasmina.

"Mbak Rosa dan anggota Next! sudah di sana. Apa tidak sebaiknya menunggu kabar saja?"

Yasmina terdiam. Benar apa kata Irawan. Namun, perasaannya berkata sebaliknya. Ponselnya tiba-tiba berdering. Nama Yeni terpampang di layar.

"Mbak Yasmina, bisa bantu kami?" Suara Yeni terdengar panik, membuat Yasmina mendadak berkeringat dingin. "Mas Kukuh semakin lemas, tapi tetap tidak mau ke rumah sakiiiit!" Yeni terisak di seberang sana.

Yasmina ikut-ikutan panik. Apalagi Yeni menjelaskan bahwa penyakit Kukuh adalah demam berdarah. Bukankah penyakit itu harus segera ditangani bila tidak ingin menjadi parah? Menurut yang pernah ia baca dan dengar, bila terlanjur parah, penyakit itu bisa mendatangkan kematian.

Tanpa menunda, Yasmina menyeret Irawan pergi. Ia sempat meraih biola, entah untuk apa. Dalam perjalanan, ponselnya kembali berdering. Kini nama Rosa terpampang di layar.

"Kayaknya kamu harus datang, Yas," tegas adik kembarnya itu.

"Aku sudah di jalan. Kondisinya bagaimana?" tanya Yasmina.

"Masih hidup, tapi mulai lemas. Beberapa kali tertidur. Tapi waktu didekati dia mengangkat belati."

Yasmina kaget. Ia tidak menyangka Kukuh sengotot itu. "Kenapa bisa begitu?"

"Entahlah. Sudah nggak mau hidup barangkali."

"Ah?" Yasmina memekik kecil. Ia bisa memahami bila Kukuh sampai menginginkan kematian. Kondisinya kemarin sangat mengenaskan. Siapa yang tidak depresi berat bila berada dalam posisinya?

"Aneh pacarmu itu, Yas. Kalau bosan hidup, kenapa nggak memotong nadi saja atau minum obat sampai overdosis gitu? Sok segala mau mati secara alamiah tapi bikin heboh semua orang."

Yasmina terbelalak. Rosa kadang bicara tanpa berpikir, tidak tahu kapan harus bercanda dan kapan harus serius. "Rosa Maria Adam! Awas kau!"

Rosa tergelak. Belum sempat Yasmina membalas, telepon Rosa sudah diputus.

☆☆☆

Ketika sampai di depan rumah Kukuh, ternyata keadaan hiruk pikuk. Ada petinggi-petinggi Phoenix, beberapa anggota tim medis dari rumah sakit, serta beberapa sekuriti.

Yasmina dan Irawan menerobos kerumunan. Ia menemukan personel Next! dan Rosa di ruang tengah. Begitu melihatnya datang, Yeni langsung merengkuhnya dengan mata berkaca-kaca.

"Mbak Yas, tolong bantu Mas Kukuh," pinta perempuan yang sudah menganggap Kukuh anaknya.

"Apa sama sekali tidak ada yang bisa masuk?" tanyanya.

"Kelihatannya begitu. David pun ditolak," jawab Rosa.

Yasmina menoleh pada Kepala Sekuriti. "Pak, apa tidak bisa dibawa paksa?" tanyanya.

"Mas Kukuh tidak mau ditemui. Beliau mengancam akan bunuh diri kalau ada yang mendekat," jawab lelaki tegap berusia empat puluhan itu.

"Bagaimana kalau ditembak bius dari jauh?" usul Rosa. Otak Rosa tak kalah cerdas dari saudara kembarnya, terutama dalam hal ide-ide gila.

Yasmina kontan menegur, "Ros, kamu pikir ini film spionase?"

"Kami sedang berusaha membujuk dengan mengirim orang-orang terdekat," jawab kepala sekuriti itu. "Dari para asisten, Bu Yeni, Mas-Mas anggota Next! ini, dan beberapa lagi."

"Bu Yeni pun tidak berhasil?"

"Bu Yeni cuma bisa bicara dari luar. Pintunya dikunci dari dalam, pakai remote."

"Kamar itu ada CCTV-nya?"

"Tidak, Mbak. Kamar tidur itu area pribadi, tidak dipasang CCTV."

Yasmina panik. "Jadi kita tidak tahu dia sedang apa di dalam sana?"

"Makanya kami minta tolong Mbak Yasmina, siapa tahu bisa melunakkan beliau. Cuma Mbak Yasmina yang akhir-akhir ini dekat dengan Mas Kukuh."

Seketika wajah Yasmina yang putih memerah mendengar itu. Ia membuang malu dengan memanggil Irawan. "Wan, tolong bawakan biola."

Irawan dengan gegas berlari ke mobil lalu datang lagi dengan biola di tangan. Sambil memegang benda itu, Yasmina mengetuk pintu kamar Kukuh yang terbuat dari kayu tebal.

"Pak?" panggilnya setelah mengetuk keras-keras.

Tak ada jawaban. Yasmina mengetuk lagi. "Pak?" panggilnya dengan lebih keras.

"Pak Kukuh, izinkan saya memainkan lagu untuk Bapak!" Ia berteriak di depan pintu kamar. Kata-katanya hanya menggaung di udara, tak berbalas.

Akhirnya, setengah hilang akal, ia berteriak, "Pak Kukuh! Bapak tidak ingin mendengar biola saya untuk terakhir kali?"

Yeni seketika menoleh dengan mata berkaca-kaca. Yasmina menggigit bibir, sadar bahwa kalimatnya tadi luar biasa aneh.

"Maaf, Bu Yeni. Saya hanya berusaha membuatnya merespons," jelasnya dengan berbisik. Sesudah itu ia kembali menggedor dan memanggil lelaki malang yang tengah merajuk di dalam.

"Kayaknya nggak bakalan dipedulikan deh, Mbak," terang Yeni. Ia sudah hafal tabiat sang majikan yang kalau sudah mengunci pintu, tak ada yang bisa membuatnya keluar dari sana.

Yasmina menoleh dan berpikir sejenak. "Bu, coba hubungi lewat telepon," ujarnya.

Yeni menurut. Ia berbicara sebentar, lalu melapor, "Mas Kukuh meminta dimainkan di luar saja, Mbak."

Mata Yasmina berbinar harapan. Kukuh merespons!

"Tolong bilang, saya hanya mau main di depan dia langsung," kata Yasmina.

Yeni mengulang perkataan perempuan bermata bening itu. Sejenak kemudian ia menggeleng sebagai jawaban.

Yasmina memberi kode pada Yeni untuk menyingkirkan semua orang dari situ. Ia membutuhkan privasi. Setelah ruang tengah itu dikosongkan, ia mengambil ponsel Yeni. Matanya seketika melebar karena harapan. Sambungan telepon itu masih berlangsung! Kukuh mendengar semua yang ia lakukan. Itu berarti Kukuh ingin mendengar apa yang terjadi di luar kamar. Sesuatu mengembang di dalam dada Yasmina. Ia menyandarkan dahi ke pintu, berusaha merasakan apa yang terjadi di dalam. Entah bagaimana, ia merasa terhubung dengan lelaki kurus di dalam sana.

"Kukuh?" panggil Yasmina dengan lirih. Ia sengaja menanggalkan panggilan 'Pak'.


 Ia sengaja menanggalkan panggilan 'Pak'

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

=Bersambung=





Updated at Tonrorita, Gowa, South Sulawesi
04.57 WITA, Mon Dec 2nd, 2019

YasminaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang