38. Kamar Kenangan

679 52 0
                                    

Kamar kenangan di rumah Meinar-Iskandar itu sekali lagi membuat dada Kukuh mengembang. Ia berkeliling untuk menyentuh beberapa perabot lama yang masih dipertahankan.

"Ah, lemari buku ini masih ada," ujarnya. Ia menelusuri sisi kanan. Jari telunjuknya mengarah ke suatu titik. "Lihat, Yas, keratan ini. Ini tinggiku waktu itu, dan ini tinggi Sukma."

Yasmina sedikit menunduk untuk mengamati keratan itu. "Wah, punyaku dan Rosa dibikin di tembok. Sekarang sudah lenyap tertutup cat," keluhnya.

Yasmina melirik sebentar dan menemukan wajah Kukuh yang tenggelam dalam kenangan manis masa lalu. Beruntung Kukuh memiliki masa kecil yang bahagia sehingga ketika semua menjadi berat, ia bisa sejenak mengistirahatkan hati pada kenangan indah itu.

"Kayaknya aku punya album foto lama," kata Yasmina sambil mengingat-ingat di mana mereka menyimpan benda-benda itu. Sejurus kemudian ia sibuk membongkar lemari tersebut. Lima album foto berukuran besar dikeluarkan. Ia membuka salah satu dan wajahnya segera berseri. "Nah, ada kamu di sini!" tunjuknya.

Kukuh menerima album besar itu dan meletakkannya di pangkuan. Wajahnya semakin bercahaya saat menelusuri gambar-gambar itu. Beberapa kali ia tertawa kecil sambil menjelaskan kejadian pada masing-masing foto. Yasmina terharu. Benar, sejarah mereka memang panjang.

"Kamu lapar?" tanya Yasmina beberapa saat kemudian.

Kukuh menoleh sejenak, lalu mengangguk.

"Mau makan apa? Yang sudah disiapkan kru dapur, ada nasi pecel, daging empal, ikan asin, tahu tempe bacem, dan kerupuk." Itu adalah daftar menu kesukaan Kukuh yang Yasmina dapat dari Yeni. "Kamu kepingin yang lain?"

Kukuh berpikir sejenak. "Hmm, aku mau lauk nostalgia masa kecil, boleh?"

"Nggak boleh!"

"Loh, tadi nawarin," balas Kukuh.

Yasmina terkikik geli. "Bercanda! Mau apa?"

"Aku cuma kepingin telur dadar, kok. Waktu kecil dulu aku suka banget telur dadar."

"Siap! Berapa butir?"

Kukuh tertawa. "Satu aja. Dibumbui bawang merah, bawang putih, merica, cabe rawit, dan sedikit terasi."

"Siap!"

Kukuh kembali menunduk memandangi foto-foto. Yasmina membiarkannya. Ia bangkit dari duduk. Melihat itu Kukuh meletakkan album ke meja, lalu menggerakkan kursi roda membuntuti Yasmina. "Mau kubantu masak?"

Yasmina terkekeh. "Kok tahu aku mau masak?"

"Karena aku yang minta, kupikir kamu mau membuat telur dadar istimewa dengan tanganmu sendiri. Aku kepedean, ya?" cengir Kukuh. "Kalau begitu nggak jadi. Aku menunggu di sini aja."

"Kamu masih mau lihat-lihat foto?" tanya Yasmina. "Ya sudah, tunggu di sini. Nanti kalau makanannya sudah siap, aku panggil."

Kukuh mengangguk mengiyakan. Yasmina meninggalkannya sendiri di kamar itu. Beberapa waktu kemudian keduanya sudah duduk di meja makan.

"Telurnya sesuai seleramu?" tanya Yasmina.

Mulut Kukuh sedang penuh. Ia hanya menjawab dengan mengacungkan ibu jari. Yasmina mengamati pemandangan itu dengan berdebar. Sedang apa pun, Kukuh selalu menawan. Sejenak ia terlena sebelum akhirnya teringat sesuatu yang ingin ditanyakan sejak kedatangan Kukuh tadi.

"Kakek terus-menerus mendorongku untuk bergabung dengan Madava," kata Yasmina perlahan.

Tak ada perubahan ekspresi yang berarti dari Kukuh. "Kamu dapat jabatan apa?" tanyanya.

YasminaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang