Part 5

2.9K 185 9
                                        

Lari pagi adalah pilihan terakhirku untuk menyingkirkan rasa frustasi karena makan malam bersama seorang Barata Mahawira yang jauh dari dugaanku.

Berharap selama beberapa hari ini aku tidak akan bertemu dengan pria itu, bukan karena kesal, melainkan karena merasa jika aku sudah berharap pada seseorang yang nyatanya tidak punya rasa apapun untukku.

Sepertinya aku harus mengungsi ke tempat lain sebelum perasaanku padanya menjadi semakin tidak terkendali, dimulai dari kejadian di bioskop aku sudah merasa ada yang salah dengan ini, tidak seharusnya aku memiliki perasaan yang lain terhadapnya.

Jika dia juga merasakan apa yang kurasakan tidak akan jadi masalah tapi jika tidak? Aku tidak mau patah hati, lebih baik aku menjauh selagi aku masih bisa melakukannya.

Kulangkahkan kakiku kembali ke apartemen, aku harus segera mencari tempat menenangkan diri, dimanapun itu aku harus mencari tempat dimana aku tidak bisa bertemu dengannya, tempat dimana aku bisa mengenyahkan segala perasaan ini.

Setelah mencari-cari akhirnya aku menemukan apartemen di daerah pulau buatan, dengan view laut di salah satu sisinya dan view kota Jakarta di sisi yang lainnya, meskipun aku harus menghabiskan hampir lima puluh juta hanya untuk tinggal selama empat belas hari.

"uang bisa dicari, kenyamanan dan kewarasanku nomor satu" aku meyakinkan diriku sebelum mengklik pilihan 'pesan' dilaman reservasi.

Akupun terpaksa berbohong dengan Kalila dengan mengatakan akan pergi untuk menengok kedua oranng tuaku.

Jika Kalila tahu mengenai perasaanku dia akan terus-menerus mendorongku agar bersama dengan Bara, aku tidak mau melakukannya jika Bara sendiri tidak punya perasaan apapun terhadapku.

*****

Ketika pagi aku bisa melihat birunya laut, lalu ketika malam menyapa aku bisa melihat citylight Jakarta yang nampak begitu indah dari sini, terhitung sudah sepuluh hari aku berada di sini, kucurahkan segenap waktuku untuk menulis dan menulis, meski sesekali bayangan Bara muncul di benak, aku membiarkannya dan bayangan itupun lenyap.

Ting tong ting tong

Keningku berkerut mendengar suara bel yang ditekan terus menerus, aku menghampiri interkom dan terlihat beberapa orang berpakaian preman ada di depan pintu, ketika aku bertanya siapa mereka melalui interkom, mereka menjawab polisi.

Dengan tangan gemetar aku membuka pintu.

"ada yang bisa dibantu?"

Di luar terdengar banyak keributan, aku pun menoleh dan mendapati beberapa orang yang sedang diborgol 'apa yang sebenarnya sedang terjadi?'

"kami mendapat informasi jika penghuni apartemen 406 membagikan kue yang sudah ditaburi sabu-sabu kepada penghuni apartemen lainnya di lantai ini, jadi dimohon kesediaannya untuk melakukan tes urin.

Seorang polisi wanita mendekatiku dan memberikan alat tes urin, aku menerimanya dengan tangan gemetar.

"ku-kuenya masih utuh di dapur," ucapku dengan takut, aku memang belum memakannya,"tapi anda harus tetap di tes urinnya," kata polisi wanita tadi dengan tegas.

Sedangkan beberapa polisi lain masuk ke dalam apartemenku sepertinya untuk menggambil kue tersebut.

Akupun bergegas ke toilet untuk melakukan tes urin, sambil menunggu hasilnya aku mencoba menenangkan diri, aku tidak menyentuh kuenya sama sekali jadi seharusnya tidak ada yang perlu aku takutkan.

Baru saja aku melangkahkan kaki keluar dari toilet betapa terkejutnya aku mendapati Bara ada di sana, alat tes yang kupegang terjatuh seketika dan membuat Barata Mahawira mengalihkan tatapannya dari rekan kerjanya kearahku.

ARAH (The Journey)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang