BAB GRATIS WATTPAD 2

1K 48 0
                                    

"Yu.n13 : Mbak nek gak mampu dadi bojone konglomerat mending cerai mbak, jek mending aku nangdi-nangdi, gak ngisin-ngisini!"
(Mbak kalau gak mampu jadi istri konglomerat mending cerai mbak, masih mending aku kemana-mana, nggak malu-malu in!)

"Me_tha : Kalau cari istri kedua saya mau daftar dong kak, nggak apa-apa jadi istri kedua yang penting kebutuhannya terpenuhi,"

"Shei_na : kak kasih tips dong gimana caranya dapat suami konglomerat,"

"De137 : kampungan banget sih mbak, gak cocok jadi istri konglo, mending gue kemana-mana masih nenteng tas LV,"

Aku membaca beberapa DM yang masuk setelah sebuah media online memberitakan aku lagi. Dan yang disorot lagi-lagi adalah baju beserta aksesoris yang kukenakan.

Foto yang diambil menjadi bahan berita adalah fotoku ketika keluar dari rumah sakit, aku mengenakan sebuah dress lengan pendek yang panjangnya di bawah lutut dan juga sebuah tas dari brand lokal.

Aku tidak menyangka jika yang kukenakan hari itu akan dijadikan bahan berita sebuah media online.

Kalau ditanya bagaimana perasaanku saat ini sepertinya aku tidak bisa bilang aku baik-baik saja.

Kenapa hanya karena perkara pakaian mereka jadi menghakimiku? Sebenarnya siapa mereka? Punya hak apa mereka dengan selera berpakaianku?

Jujur aku mulai merasa tidak nyaman karena komentar-komentar yang mereka lontarkan kepadaku, aku merasa privasiku derenggut oleh media-media yang tidak bertanggung jawab dan menjadikanku sebagai bulan-bulanan warga net.

"Cha? Kenapa belum tidur?" Rupanya Bara sudah selesai bekerja, kulirik jam di atas nakas ternyata sudah pukul sebelas malam.

Lidahku terasa kelu, aku sudah merasa terusik tapi jika Bara sampai tahu suamiku itu tidak akan memberikan ampun kepada mereka.

Disatu sisi aku merasa kasihan tapi disisi yang lainnya aku benar-benar merasa terusik.

Melihatku hanya diam Bara dengan cepat mengambil alih ponsel yang kugenggam. Selama ini aku selalu menghapus DM yang menurutku terlalu kasar ataupun menyinggung perasaanku jadi Bara tidak pernah tahu akan hal ini.

"Saya rasa ini bukan pertama kalinya kamu mendapatkan pesan semacam ini," rahang Bara terlihat mengeras, tatapannya berubah menjadi tajam tapi dia terus membaca semua pesan-pesan itu.

Dengan gerakan pelan aku merangsek dan memeluk Bara, kusembunyikan wajahku di ceruk lehernya.

"Apa selama ini mas juga merasa selera berpakaianku murahan?" Tubuh Bara terasa menegang.

"Seberapa jahat ucapan mereka sebelumnya sampai kamu merasa rendah diri seperti ini?" kurasakan Bara memeluk erat tubuhku dan mengusap lembut rambutku.

"Jujur aku sekarang merasa dipaksa untuk jadi seseorang yang sesuai dengan standar warga net, aku nggak mau mas, aku nggak suka,"

"Pakailah sesuatu yang memang nyaman untuk kamu,"

"Tapi kalau aku begitu mereka akan terus berkomentar jahat sama aku,"

"Nggak akan, percaya sama saya,"

Kulepaskan pelukanku dan menatap Bara "mas nggak akan laporin mereka ke polisi kan? Nanti aku malah dihujat satu Indonesia lagi,"

"Tugas kamu sekarang cukup percaya sama saya, oke?"

Dengan lembut Bara mengusap pipi kemudian mengecup keningku "sekarang tidur ya, jangan pikirkan apapun,"

*****

Aku sedang bersantai sembari menonton drama Korea ketika mama Safira datang.

"Gimana kabarnya sayang?" Mama duduk setelah menyerahkan satu keranjang buah kepada bi Sum.

"Udah baikan kok ma, bentar ya Ocha bikinin minum," aku hendak bangkit tapi mama menahan lenganku.

"Mama cuma sebentar aja, mau ada acara soalnya, mama kesini cuma mau kasih hadiah buat kamu,"

Mama mengambil sebuah map dari dalam tasnya dan menyerahkannya kepadaku "ini apa ma?"

"Buka aja,"

Betapa terkejutnya aku mendapati map itu ternyata berisi sebuah sertifikat tanah beserta bangunannya.

"Ini buat apa ma?"

"Hadiah buat kamu,"

"Tapi kemarin kan sudah tanah beserta bangunannya,"

"Ya nggak apa-apa dong, oh iya ini tempatnya di tepi jalan besar, bangunannya luas tapi udah lama kosong jadi kotor, kalau kamu mau lihat kesana jangan lupa bawa masker, nanti mama kirimin foto-foto bangunannya, udah ya sayang mama ada acara sebentar lagi, kamu baik-baik di rumah, jaga kesehatannya nggak usah mikirin orang-orang yang nyinyirin kamu, padahal cuma karyawan swasta eehh nyinyirin nyonya Barata Mahawira, nggak level lah sama kamu,"

Selepas kepergian mama aku menatapi sertifikat yang kini masih kupegang, apa lagi nominal yang tertera di akta jual belinya membuat kepalaku mendadak pening.

Ting

Bunyi ponsel mengalihkan perhatianku, rupanya mama mengirimkan foto rumah dua lantai yang terlihat tidak terawat, bahkan halamannya sudah ditumbuhi rumput liar yang sudah tinggi.

"Permisi mbak," kuletakkan ponselku kembali ketika bi Sum menghampiriku, wajahnya nampak cemas.

"Ada apa bi?"

"Saya boleh nggak izin pulang sebentar? Rumah saya kebanjiran lagi, cucu saya juga lagi sakit,"

"Ya Allah, udah di bawa ke rumah sakit cucunya?" Cucu bi Sum masih bayi, satu minggu yang lalu anaknya baru saja melahirkan dan sekarang rumah mereka malah terendam banjir.

"Belum mbak, masih nunggu perahu evakuasi karena tinggi banjirnya lebih dari dua meter dan anak cucu saya terjebak di lantai dua,"

"Ya Allah, yaudah bibi pulang aja, saya nggak apa-apa kok, apa mau diantarin sama pak Roni?"

"Nggak usah mbak, saya naik ojek aja, lebih cepat, saya permisi ya mbak,"

Setelah bi Sum pergi aku mencari tahu tentang banjir yang sedang melanda ibu kota, rupanya informasi awal banjirnya akan berada dikisaran satu meter tapi ternyata karena intensitas hujan di daerah hulu yang cukup tinggi membuat banjir kiriman yang datang lebih tinggi dari yang diperkirakan.

Pantas saja keluarga bi Sum terjebak di lantai dua, karena kalau tahu banjirnya akan setinggi itu mereka pasti sudah mengungsi.

Hatiku terenyuh memikirkan cucu bi Sum yang masih berusia hitungan hari harus terjebak banjir dan mengungsi.

Tanpa pikir panjang aku segera menghubungi jasa layanan kebersihan untuk membersihkan rumah hadiah dari mama tadi.

Setelah menghubungi jasa layanan kebersihan aku segera pergi ke rumah itu dengan diantar oleh pak Roni, pagi ini hujan masih mengguyur dengan deras jadi aku bisa melihat apakah di rumah itu ada yang perlu diperbaiki juga.

Setibanya di sana, aku meminta pak Roni untuk membuka pintu gerbang dan juga pintu rumah sedangkan aku menunggu di dalam mobil.

Rumahnya cukup luas dan tidak terawat, selain karena debu, aku yang takut hantu jelas tidak akan mau masuk kesana walaupun ditemani oleh pak Roni.

Beruntung, setelahnya mobil jasa layanan kebersihan datang, aku meminta mereka segera melakukan pembersihan rumah dan juga meminta mereka untuk melihat adakah yang harus diperbaiki atau tidak sedangkan aku tetap menunggu di dalam mobil.

Sembari menunggu aku melihat-lihat furniture untuk rumah ini, jatah uang belanja bulananku masih banyak jadi aku akan membelikan sedikit perabotan untuk rumah ini.

Tok tok tok

Ketika aku sedang asik memilih perabotan pak Roni mengetuk kaca mobil membuatku segera menurunkan kacanya.
"mbak, di dalam untuk lantai bawah aman, sedangkan di lantai atas ada plafon yang jebol karena bocor, tadi petugas kebersihannya bilang punya rekanan kontraktor untuk jasa perbaikan rumah cepat,"

"Iya nggak apa-apa pakai itu aja, pokoknya bisa selesai hari ini, oh iya pak Roni tolong sekalian tanya kira-kira butuh waktu berapa jam untuk beresin semuanya,"

"Siap mbak,"

ARAH (The Journey)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang