Aku mengernyit ketika keluar dari gedung ph langit nampak gelap sekali padahal ketika aku datang tadi langit masih cerah, akukah yang terlalu lama di dalam sana atau memang cuacanya yang cepat sekali berubah?
Harusnya hujan mulai datang akhir Oktober tapi sejak beberapa hari yang lalu hujan mulai sering turun padahal kalender baru saja menginjak bulan Oktober.
Kulangkahkan kakiku menuju halte Transjakarta yang berjarak lima gedung dari gedung ini, aku memang sengaja tidak membawa mobil karena malas berjibaku dengan kemacetan Jakarta ketika jam pulang kantor seperti ini.
Angin bertiup semakin kencang membuatku mempercepat langkah, ketika mulai memasuki musim hujan memang selalu diawali dengan hujan angin yang kadang membuatku takut sendirian di apartemen dan mengungsi ke apartemen Kalila.
Tin tin
Sebuah mobil menepi membuatku menghentikan langkah, "mau kemana?" ketika kaca mobil diturunkan aku melihat Bara dengan pakaian dinas resminya "mau pulang," aku menahan rambutku dari samping karena tiupan angin yang kencang membuat rambutku menutupi wajah "masuk sini," aku bergegas masuk ke dalam mobil Bara.
"habis dari mana?" Bara bertanya ketika mobil sudah melaju kembali bersamaan dengan hujan yang mulai turun "abis dari kantor ph, mas dari mana kok tumben pakai pakaian lengkap?" Bara tidak pernah berpakaian lengkap kecuali di hari-hari penting dan setahuku hari ini bukankah hari penting.
"habis dari Mabes, ada kerjaan dikit, kamu ambil job lagi di ph?" kugelengkan kepala sambil mengikat rambutku "nggak, tanda tangan pengambilan bonus royalti sama diskusi film dikit, mereka kan ada freelancer baru untuk film yang nggak aku ambil kemarin terus minta masukan dikit dari aku,"
"kalo minta masukan begini dibayar juga?"
"gratis dong, sebenernya mau dibayar tapi pas ditelepon kemarin aku nolak dan bilang nggak mau diajak diskusi kalo mereka ngotot bayar, aku nggak enak dong mas, aku dapet bonus royalti lima puluh juta lebih dari film Anganku karena penontonnya tembus dua juta," yang kusuka ketika bekerja dengan Adamas Film adalah ketika film mereka tembus di atas satu juta penonton seluruh kru film akan diberikan bonus.
"kenapa nggak mau ambil job lagi?"
"lagi males aja," aku menatap Bara yang sekilas juga menatapku dengan alis berkerut, pria ini tidak mudah untuk dibohongi dia paham akan gestur orang yang sedang berbohong, makanya aku berusaha untuk bersikap biasa saja.
Laju mobil semakin tersendat bahkan kini berhenti total, Bara mengalihkan tatapannya kepadaku secara penuh "ada yang gangguin kamu?" jika aku terus berkelit aku yakin Bara akan semakin mengkonfrontasiku.
"Pas project film kemaren entah kenapa si produser ini tiba-tiba suka pegang tangan aku terus rangkul pundak aku, aku udah peringatin dia tapi dia masa bodoh gitu belum lagi semua chat dan telepon nggak jelas dari dia, akhirnya yaudah aku stop nggak mau ambil kerjaan di sana lagi,"
"harusnya kamu tampar dia," Bara mendengus lalu mengalihkan tatapannya kembali ke jalanan. Mobil masih tidak bergerak, entah apa yang terjadi di depan sana hingga macet seperti ini
"mas, cari makan yuk?"
Aku mencoba mengalihkan pembicaraan barusan karena raut wajah Bara yang sungguh tidak menyenangkan, seakan-akan pria itu sedang memendam amarah padahal tadi raut wajahnya baik-baik saja.
"di Mall?" Bara menunjuk Mall yang tepat berada di sebelah kiri mobil, aku mengangguk "laper mas, tadi cuma nyemil aja," Bara langsung memutar kemudi dan berbelok masuk ke area Mall, "eh tapi mas pake seragam gini, nggak apa-apa?"
Setahuku Bara adalah pria yang paling malas mengenakan seragam dinasnya kemana-mana, dia lebih suka berpakaian bebas.
"ada baju ganti di belakang," aku hanya ber oh ria mendengar jawabannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
ARAH (The Journey)
Chick-LitUmur tiga puluh tahun masih jomlo? Perawan tua dong? Banyak orang-orang yang beranggapan perempuan cantik hidupnya akan selalu mendapat kemudahan dimanapun dia berada, tapi menurutku kecantikan juga bisa membawa petaka, contohnya aku. "jika seseoran...