Sudah tiga hari aku tinggal di apartemen ini, aku merasa jika di sini energinya sangat positif membuatku yang sudah beberapa waktu mengalami block writers menjadi produktif kembali, bahkan dalam tiga hari aku sudah membuat setengah novel.
Kubuka aplikasi The journey tempatku memublikasikan karyaku dengan tangan gemetar, sejak kasus pelecehan seksual itu aku sudah tidak pernah lagi membukanya.
Terdapat banyak sekali notifikasi komentar di laman ceritaku, tapi aku takut ada komentar yang menyudutkanku hingga aku tak membukanya dan langsung menuju pilihan untuk membuat tulisan.
Setengah dari cerita yang sudah kutulis aku bagi dalam beberapa bab dan langsung memublikasikannya, begitu semua tulisan itu sudah terunggah aku buru-buru menutup aplikasinya.
Jujur saja hatiku baru membaik dan aku tidak ingin mendengar atau membaca kalimat yang akan membuat perasaanku menjadi sedih lagi.
Tok tok tok
"Masuk"
Bi Sum seorang asisten rumah tangga yang sengaja disiapkan tante Safira untukku masuk ke dalam kamar dengan membawa nampan.
"Makasih ya Bi, oh iya di kulkas ada bahan masak nggak?"
"Iya non, di kulkas dapur belakang ada non, tapi cuma wortel sama kubis,"
"Pengin masak tapi kalo nggak ada bahan apa-apa mau belanja dulu deh nanti,"
"Bibi aja non yang belanja,"
"Saya belanja sendiri aja nanti sama mas Bara, yaudah bibi boleh istirahat dari sekarang, saya bisa handle sendiri urusan masak nanti, pokoknya bibi free hari ini,"
"Tapi non,"
"Bibi boleh jalan kemana atau istirahat aja terserah bibi," kuserahkan beberapa lembar uang seratus ribuan.
"Eh non buat apa ini? Bibi sudah digaji kok sama tuan Bara,"
Kugenggamkan uang itu di telapak tangan bi Sum "anggap aja bonus,"
Kutatap makanan yang ada di atas nampan, sepertinya hari ini tante Safira memesankan aku hidangan Korea.
Di atas nampan ada seolleongtang atau yang biasa disebut sup tulang sapi, kimchi dan juga mandu goreng.
Tante Safira benar-benar pandai sekali dalam memilih restoran, mulai hari pertama aku di sini sampai saat ini tidak ada satupun makanan yang tidak kuhabiskan.
Bahkan hidangan Korea ini pun terasa lezat, sepertinya aku harus segera membeli timbangan, aku yakin sekali jika jarum timbangan akan bergerak semakin ke kanan.
Aku sedang menghabiskan mandu goreng ketika Bara masuk ke dalam kamar.
"Saya telat ya?" Bara melirik mangkuk nasi dan sup yang sudah kosong "aku pikir mas nggak pulang jadi ya aku makan duluan, mas belum makan?"
"Sudah tadi sama Wadir, makanya saya telat, kamu makan apa itu?"
"Ini mandu, kalo orang sini bilangnya pangsit, enak loh mas, isinya daging," kuambil sepotong mandu dengan sumpit dan mengarahkannya ke mulut Bara ketika pria itu sudah duduk di tepi ranjang.
"Enak kan?" Anggukan Bara membuatku tersenyum "tante Safira the best banget pokoknya kalo pesan makanan, nggak ada yang pernah gagal, tapi mas aku pengin banget masak sendiri buat makan malam nanti, bolehkan?"
"Boleh," Bara sudah menghabiskan dua potong mandu dalam waktu singkat.
"Tapi kulkasnya kosong jadi harus belanja dulu,"
"Bi Sum kan ada, minta bi Sum aja belanja keperluan masak kamu,"
Aku menggeleng tegas "pengen lakuin semuanya sendirian, aku kangen masak,"
KAMU SEDANG MEMBACA
ARAH (The Journey)
ChickLitUmur tiga puluh tahun masih jomlo? Perawan tua dong? Banyak orang-orang yang beranggapan perempuan cantik hidupnya akan selalu mendapat kemudahan dimanapun dia berada, tapi menurutku kecantikan juga bisa membawa petaka, contohnya aku. "jika seseoran...