Setelah tadi Bara mengejutkanku dengan acara makan mewah di hotel kini aku kembali terkejut melihat tempat dimana Bara memarkirkan mobilnya.
Kami berada di depan sebuah rumah yang berada di dalam komplek perumahan elit di Jakarta. Harga satu unit rumahnya mencapai lebih dari lima miliar.
Aku tahu tempat ini karena beberapa waktu yang lalu aku memang sedang mencari rumah, tetapi dana yang kumiliki tidaklah cukup, sedangkan rumah yang sesuai budgetku berada di daerah langganan banjir.
Rumah bebas banjir adalah impian setiap orang di Jakarta dan tentu saja harganya tidak bersahabat dengan dompetku.
"ini rumah siapa?" aku menatap Bara dengan tatapan bingung "rumah saya, kamu akan aman ada di sini, ayo turun,"
Sebenarnya seberapa banyak gaji polisi hingga Bara bisa membeli rumah di komplek ini?
"mas belinya nggak pake uang haram kan?"
Gerakan Bara yang sedang mengeluarkan koperku dari bagasi terhenti dia berbalik dan menatapku dengan tatapan jengah.
"yang lagi rame di tivi, kapolda gaji tiga puluhan bisa punya aset puluhan milyar ternyata usaha sampingannya bandar narkoba,"
"ini saya beli setelah dapat bagian warisan dari kakek,"
"wah Kalila juga dapat dong mas?"
Bara menutup bagasi mobil dan menyeret kedua koperku ke arah pintu utama sedangkan aku mengikutinya dari belakang.
"Kalila keluarga dari mama, sedangkan warisannya dari keluarga papa,"
Begitu masuk ke dalam rumah aku benar-benar takjub dengan desain interiornya, minimalis tetapi tetap menghasilkan kesan mewah.
"lantai atas masih kosong nggak ada perabotannya, jadi kamu bisa pakai kamar ini dulu," Bara membuka pintu sebuah kamar dan sepertinya adalah kamar tidur utama karena ukurannya yang cukup luas, ranjangnya pun king size.
"bajunya bisa kamu taruh di walk in closet, mulai besok asisten rumah tangganya datang setiap pukul delapan, Kalila juga akan tinggal di sini buat temenin kamu,"
Kusentuh lengan Bara hingga membuatnya menatapku dengan alis berkerut "mas, apa ini semua nggak terlalu berlebihan? Kalila bahkan sampai harus ikut tinggal di sini,"
"Kalila nggak akan keberatan, percaya sama saya, ini untuk keamanan kamu, keselamatan dan kenyamanan kamu adalah hal yang paling penting, nanti Kalila akan datang kesini setelah pemotretannya selesai, nomor kamu nanti saya daftarkan ke security, kalau pesan makanan atau barang pihak security akan konfirmasi ke kamu dulu jadi kamu nggak akan terima paket sembarangan, sekarang kamu istirahat dan jangan khawatirkan soal apapun,"
Selepas kepergian Bara aku membaringkan diri di atas ranjang, kutatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong, sebenarnya apa arti diriku untuk Bara kenapa dia sampai melakukan hal sedemikian rupa untuk menjamin keselamatanku? Apa mungkin Bara juga mempunyai rasa kepadaku?
Kugeleng-gelengkan kepalaku mengusir sebuah asumsi yang tidak mungkin benar, Bara tidak mungkin memiliki perasaan lebih kepadaku, Bara hanya menganggapku seperti seorang adik layaknya Kalila.
*****
"kalo gue lihat nih ya, sebagai pihak netral nih nggak ada embel-embel jodohin lo sama Bara kayaknya emang ada something sih, lopikir aja, gue yang sepupunya nggak pernah tahu kalo si Bara udah beli rumah, di komplek mewah begini lagi, terus elo tadi juga diajak makan kan ke The World, kalo nggak ada something nggak mungkin lo diajak makan di tempat romantis begitu "
Kalila dan aku sedang berbaring di atas ranjang ditemani acara tv tapi kami sibuk berdiskusi tentang Bara.
"ya kan mas Bara bukan tipe yang ngumbar semua asetnya, bukan tipe cowok-cowok circle lo yang kalo abis beli ini itu diposting di sosmed," Kalila mendengus dan bangkit dari posisi rebahnya "gimana kalo kita telepon mamanya Bara?"
"buat apa?" akupun ikut bangkit dari posisi rebahku sedangkan Kalila mengambil ponselnya yang tergeletak di atas nakas, "liat aja nanti," Kalila mengaktifkan loudspeaker ketika teleponnya diangkat.
"malam tante Safira, apa kabar?"
"malam sayang, alhamdulillah baik cuma lagi pusing mikirin abang kamu itu,"
"masih belom mau dijodohin ya tan?"
"iya, malah sekarang kalo tante yang telepon nggak pernah diangkat, duh ngidam apa sih tante dulu sampe punya anak kayak abang kamu itu?"
Aku mengulum senyum mendengar keluhan mama Bara.
"mungkin abang masih mau fokus karir tan, beli rumah, siapkan tabungan buat masa depan,"
"emang gaji polisi itu berapa sih Kal? Mau beli rumah di sini sampe pensiun pun nggak bakal kebeli, padahal tuh ya tante udah beliin nih kavling buat rumah Bara, tinggal bangun aja asal udah ada calonnya tante sediakan semuanya, bebal juga sih abang kamu itu ngotot jadi polisi padahal udah benar kerja di perusahaan om aja, kamu liat aja mobilnya Bara dari kapan itu belum ganti-ganti,"
"ya kan jadi polisi udah cita-cita abang dari dulu,"
"cita-cita kalo nggak bisa menjamin kehidupan istri sama anaknya nanti gimana? Biaya sekolah mahal loh Kal, biaya buat perawatan istri juga mahal,"
Seingatku papa Bara adalah seorang pengusaha tambang batubara dan sudah jelas bagaimana kekayaannya, semua yang dipakai oleh Bara mencerminkan jika dia punya uang tapi tidak pernah sekalipun dia menyombongkan kekayaan orang tuanya, sepertinya jarak diantara kami semakin lebar, aku yang seperti ini tidak akan cocok untuk bersanding dengan putra tunggal pemilik perusahaan tambang batubara.
"hoii, ngelamun lo," aku bahkan tidak menyadari jika percakapan antara Kalila dan mama Bara sudah selesai "sori,"
"nah kan tante Safira aja nggak tau kalo si Bara udah beli rumah fix nih kalo Bara punya rasa sama elo,"
Aku tersenyum miris "gue sama dia bagaikan langit dan bumi Kal, tante Safira jelas bakalan nolak gue mentah-mentah, keluarga gue nggak sederajat sama keluarga mas Bara," Kalila menggeplak kepalaku membuatku mengaduh kesakitan.
"jadi gue bisa simpulin nih ya kalo lo ada rasa sama Bara? Dan untuk segala sikap kerendahan diri lo nih, kerendahan diri loh ya bukan kerendahan hati, gue kasih tau sama elo tante Safira itu bukan ibuk-ibuk yang mandang orang dari kekayaannya, yang mau dikenalin ke Bara nih gue tau semua nggak ada cewek-cewek dari keluarga konglomerat rata-ratanya cewek dari keluarga biasa, keluarga yang baik-baik,"
"jujur gue nggak tau sebenarnya perasaan gue ke Bara itu gimana, tapi tiap deket dia sekarang gue ngerasa berdebar gitu," Kalila memutar bola matanya malas "Cha seharusnya elo sebagai penulis cerita romantis tau dong ciri-ciri orang yang lagi kasmaran? Apa jangan-jangan karena elo kelamaan jomlo dan kebanyakan mengkhayal jadinya lo hopeless begini?"
"gue sering nulis cerita pas pendekatan tapi apa yang dilakuin Bara itu nggak ada yang sesuai sama yang gue tulis kayak terlalu to the point gitu, nonton ya nonton, makan ya makan nggak pernah ada omongan sekalipun soal sebuah hubungan, tapi guenya aja yang suka baper jadi beramsumsi sendiri,"
"dah lah, capek gue ngomong sama lo,capek Chaaaa!"

KAMU SEDANG MEMBACA
ARAH (The Journey)
Literatura FemininaUmur tiga puluh tahun masih jomlo? Perawan tua dong? Banyak orang-orang yang beranggapan perempuan cantik hidupnya akan selalu mendapat kemudahan dimanapun dia berada, tapi menurutku kecantikan juga bisa membawa petaka, contohnya aku. "jika seseoran...