"mas, aku boleh pinjam hapeku?" kami berdua sedang duduk di ruang keluarga dengan televisi yang menayangkan drama Korea.
"buat apa?" Bara tidak langsung memberikan ponselku "aku harus transfer uang ganti buat hape tadi ke mas," ponsel yang diberikan Bara adalah ponsel keluaran terbaru dan aku tahu persis berapa harganya.
"nggak usah itu buat kamu, sudah saya harus kembali ke kantor," kutahan lengan Bara "mas kenapa sih selalu aja ambigu begini kalau aku pacar atau tunangan mas ya wajar aja mas kasih segalanya, tapi ini kita cuma teman loh mas, nggak lebih,"
"yang terpenting sekarang adalah kenyamanan dan keamanan kamu jangan pikirkan apapun lagi,"
Mulutku baru saja akan berucap tetapi suara dering ponsel Bara membuatku mengatupkan mulutku kembali "ya," alis Bara mengkerut mendengar perkataan seseorang dari seberang sana, "oke, saya tiba di kantor setengah jam lagi,"
Begitu sambungan teleponnya terputus Bara memegang tanganku yang masih mencengkeram lengannya dan melepaskannya perlahan "saya harus ke kantor sekarang, kamu istirahat jangan pikirkan apapun,"
Dua hari setelah malam itu Bara tidak pulang sama sekali dan bahkan jadwal pemberian keterangan ke kantor polisi saja om Mahawira yang mengatakannya kepadaku.
"kamu mau tante temani kesana?" aku menggeleng dan tersenyum kecil berusaha meyakinkan tante Safira jika aku akan baik-baik saja "jangan bicara apapun sebelum pengacaranya datang mengerti Ocha?"
"iya om,"
Seharusnya pengacara yang ditunjuk oleh Om Mahawira datang menjemputku ke rumah keluarga Mahawira tapi karena ada insiden kecelakaan beruntun membuat sang pengacara terjebak kemacetan akhirnya aku harus berangkat sendirian ke kantor polisi untuk memberikan keterangan.
Karena waktunya sudah tiba meski aku seorang diri aku harus tetap masuk ke dalam ruang pemeriksaan meskipun aku hanya akan berbicara ketika pengacaraku datang tapi aku harus menaati prosedur untuk masuk terlebih dahulu kedalam ruang pemeriksaan.
"dengan Mba Orisha Khalfani?" lidahku terasa kaku hingga akhirnya aku hanya mengangguk saja.
Aku tidak mengerti apa yang salah dengan diriku hari ini tapi tatapan si polwan seakan mencemoohku.
"sebenarnya saya bingung dengan kasus ini, penguntit? Pelecehan seksual? Ayolah mba ini orang kan cuma simpan foto mba, kirim hadiah sama kirim chat aja kan? Nggak ada dia melecehkan mba secara langsung, tau sih kalo mba cantik tapi janganlah sok kecantikan, mba liat artis-artis pasti banyak kan fans yang simpan foto mereka bahkan kirim pesan di media sosial segala tapi nggak ada tuh yang ngerasa dilecehkan kayak mba gini, jaman sudah maju lo mbak, orang cuma liat ngga ada unsur pelecehan seksual secara fisikkan?"
Padahal kami sama-sama wanita tapi kenapa dia bisa berpikir seperti itu? Atau memang benar jika aku saja yang terlalu lebai menghadapi ini? Jemari dan lututku gemetar "maaf, saya rasa saya tidak bisa memberikan keterangan hari ini," sekuat tenaga aku menahan air mata dan pergi dari ruang pemeriksaan.
Kupercepat langkahku keluar dari kantor polisi "mba kenapa?" Dira seorang pengawal yang disediakan Bara untukku yang sejak tadi menunggu di depan kantor polisi menatapku heran "ayo pulang,"
Kuseka air mata yang mengalir ke pipiku dan masuk ke dalam mobil "ke apartemen mas Bara ya pak," pintaku ke pak Herman sang sopir "maaf non, tuan Bara bilang non setelah pemeriksaan harus langsung pulang,"
Kupejamkan mataku dan menghela napas berat, aku tidak sanggup untuk bertemu siapapun saat ini, "pleaseeee," pintaku selemah mungkin, Dira mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang yang aku tebak adalah Bara.
"tuan Bara memberikan ijin tapi saya harus ikut masuk ke dalam apartemen," aku mengangguk saja dan mengalihkan tatapanku ke arah samping begitu mobil mulai berjalan meninggalkan kantor polisi.
Sesampainya di apartemen aku masuk ke dalam mandi dan duduk di bawah kucuran shower kubenamkan wajahku di atas lutut sambil menangis, membayangkan tubuhku menjadi objek fantasi liar saja aku sudah merasa jika tubuhku ini kotor, aku bahkan merasa jijik setiap teringat bagaimana om Redi menyentuh bahu ataupun pinggangku.
Tapi kenapa orang lain bisa menganggap hal semengerikan itu adalah hal biasa?
Kepalaku terasa berat, tubuhku terasa mengigil sepertinya aku terlalu lama duduk di bawah shower, mataku mengerjap pelan ketika sinar lampu terasa menyilaukan, aku tidak ada di kamar mandi lagi.
Kuedarkan pandanganku kesekitar ruangan, ini adalah kamar Bara, kamar yang sudah aku tempati beberapa hari ini,tapi kenapa aku bisa ada disini?
"Orisha," suara Bara membuatku menyadari keberadaan pria itu, Bara duduk di sebuah kursi tepat di samping tempat tidur "ada yang sakit?"
"pusing, dingin," Bara beranjak dan duduk di tepi ranjang, tangan besarnya terulur menyentuh dahiku "masih hangat," Bara beralih menyentuh selimutku dan menaikkannya lagi hingga sebatas leherku.
"makan dulu ya, habis itu minum obatnya, atau mau ke rumah sakit aja?" kepalaku semakin pening bahkan suara Bara terdengar begitu jauh dan akhirnya menghilang.
"cari semua buktinya kalau perlu buat dia dipecat dari kesatuan," suara Bara yang terdengar begitu arogan membuatku terbangun, tapi ini bukan di kamar Bara, bau obat dan antiseptik menguar begitu kuat di sini.
Kugerakkan tanganku perlahan dan kusadari sebuah selang infus tertancap di punggung tanganku, sepertinya aku ada di rumah sakit "Cha," nada arogan tadi menghilang dan terganti dengan nada yang begitu lembut di telingaku.
"ada yang sakit?" ketika bangun tadi aku merasa lebih baik, rasa pening yang sebelumnya kurasakan juga menghilang "haus," Bara segera menaikkan sandaran brankar dan membantuku untuk minum.
"ada yang sakit?" Bara mengulang lagi pertanyaannya "lemas aja," jawabanku membuat kedua bahu Bara yang tegang menjadi melemas dan sorot matanya pun berubah.
Keesokan paginya aku masih mendapati Bara menemaniku tapi terlihat sibuk sekali dengan ponselnya "mas kerja aja aku udah baikan kok," Bara melepaskan tatapannya dari benda persegi itu dan menatapku lekat, "ada yang sakit?"
Ketika terbangun tadi aku merasa jika tubuhku sudah segar dan juga tenagaku sepertinya sudah pulih kembali.
"mas dari kemarin tanya itu terus, aku udah baikan kok, mas mending kerja deh kasian itu kerjaannya terbengkalai karena ngurusin aku,"
"yang terpenting sekarang itu kamu Cha, bukan yang lainnya."

KAMU SEDANG MEMBACA
ARAH (The Journey)
ChickLitUmur tiga puluh tahun masih jomlo? Perawan tua dong? Banyak orang-orang yang beranggapan perempuan cantik hidupnya akan selalu mendapat kemudahan dimanapun dia berada, tapi menurutku kecantikan juga bisa membawa petaka, contohnya aku. "jika seseoran...