Part 24

2.6K 137 1
                                        

"Cha, ini saya Azzam, Naima pergi dari rumah apa dia ada hubungin kamu?"

Aku mendengus ketika selesai membaca chat dari Azzam, dengan cepat kublokir nomor dan menghapus chatnya. Malas sekali harus berhadapan dengan laki-laki otak selangkangan seperti Azzam.

"Ocha," mama nampak bahagia sekali pagi ini, "Ocha sibuk nggak hari ini?" mama mengambil tempat di sebelahku, "nggak kok ma, kenapa ma?"

"mama mau ajakin kamu ke acara tujuh bulanannya sepupu Bara,"

"Ocha siap-siap sebentar ya," pantas saja mama mengenakan gamis dan juga berhijab, di dalam walk in closet aku berdiri di depan rak yang berisi gamis yang sudah digantung dengan rapi, mama mengenakan gamis bemotif etnik maka pilihanku jatuh pada gamis polos berwarna salem.

"masyaallah anak mama cantik banget, Bara beruntung sekali bisa dapat perempuan seperti kamu sayang," aku tersipu mendengar ucapan mama.

"mama jangan begitu aku kan jadi malu," mama tertawa lalu merangkulku.

Kini kami sudah berada di dalam mobil dan mama tampak sibuk menilai pakaiannya, "sayang, oufit mama nggak terlalu mencolok kan? Nggak kelihatan kan kalo mama ini istrinya Mahawira kan?"

Tampilan mama biasanya selalu simple tapi kali ini jari-jari mama bahkan terlihat kosong bahkan mama pun memakai tas dari sebuah brand lokal yang harganya di bawah satu juta.

"mama hari ini tampil lebih sederhana, ada apa ma?"

"di sana nanti ada anak yatim, ada para janda lansia juga, mama nggak enak kalau tampil mewah,"

Pantas saja, makanya aku heran mama yang kemarin mendumal karena mobil Toyota Voxy yang dianggap beliau murahan tapi hari ini meminta untuk menaikinya dan meninggalkan Lexus LM 350 berwarna putih yang dibawanya dari rumah tadi di basement apartemen.

"ada gunanya juga Bara beli mobil murahan begini," aku menghela napas pelan, "mobil ini bagus loh ma, harganya aja lebih dari setengah milyar,"

"iya kalau untuk orang biasa, sedangkan kamu istri penerus Mahawira Group dikasih mobil beginian? Duh pokoknya kalo Bara pulang nanti mama omelin habis-habisan," sudahlah sepertinya tidak ada gunanya mendebat mama.

Kami tiba di sebuah komplek town house, mobil berhenti disebuah rumah yang berada di paling ujung, di depan rumah tampak sebuah tenda dan banyak anak kecil duduk lesehan di sana.

Sang pemilik rumah menyambut kami dengan hangat, ternyata ini adalah rumah adik papa, "ya ampun calon istrinya Bara cantik banget, pantesan Bara kalau dijodohin nggak mau orang calon istrinya aja cantik begini,"

"sampe kupikir anak lakikku nggak doyan cewek loh Rin, tapi ternyata seleranya begini makanya dijodohin nggak pernah mau,"

"mana yang mba jodohin nggak ada yang secantik ini sudah pasti ditolak mentah-mentah sama Bara," kedua orang itu lalu tertawa bersama "sayang, masuk yuk," tante Karina mengajakku masuk dan mama memperkenalkan aku sebagai calon istri Bara.

Awalnya aku merasa sangat takut karena aku tahu mereka ini bukan keluarga biasa, aku takut akan ada yang menatap tidak suka padaku atau menyindirku tapi ketakutanku itu tidak terbukti keluarga besar papa menerimaku dengan baik.

Seorang perempuan dengan perut buncitnya yang kuingat namanya Selena menghampiriku, tadi kami hanya sempat berkenalan sejenak karena mama mengenalkanku kepada yang lainnya.

"mbak tadi mukanya tegang banget, tapi sekarang udah mendingan kayaknya," aku tertawa "aku dulu pas pertama kali dikenalin ke orang tuanya mas Raka juga gitu kok mbak, apa lagi aku cuma seorang pegawai honorer di kantornya mas Raka, kayak langit dan bumi,"

ARAH (The Journey)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang