"seharusnya kalian icip-icip bibir tuh sayang banget padahal posisinya udah pas,"
"pikiran lo tuh ya, lagian gue juga nggak ada hubungan spesial sama Bara jadi ngapain ciuman?" Kalila berdecak, "kan bisa aja dari bibir turun ke hati,"
Aku menoyor kepala Kalila "gue nggak semurah itu ya, sialan lo," Kalila mencondongkan tubuhnya ke arahku "setelah kejadian kemarin emang lo nggak ngerasain apa-apa gitu?"
Bohong jika aku tidak merasakan apa-apa, karena berada sedekat itu dengan Bara membuat hatiku berdesir, bahkan aku bisa merasakan jantungku berdetak lebih keras, "nggak lah" bantahku.
Jika Kalila tahu apa yang kurasakan gadis ini tidak akan berhenti untuk terus menjodohkanku dengan Bara.
Aku belum siap jika harus berada di lingkungan yang akan mencemooh profesiku meski Bara tidak mempermasalahkan profesiku tapi bagaimana dengan teman-temannya? Aku benci ditatap dengan tatapan yang meremehkanku.
"tapi lo kok blushing?" Kalila yang menunjuk wajahku membuatku langsung menyentuh pipi dengan kedua tangan.
Kalila menyeringai "udah ngaku aja lo, gue udah bilang kan kalo gue nggak keberatan kalo lo sama Bara tapi lo harus buktiin tuh asumsi gue soal Bara yang gay beneran apa enggak, nggak lucu kalo lo udah cinta sama dia tapi ternyata dia gay,"
"ini yang lo omongin kakak sepupu lo sendiri loh,"
"ya kita kan harus berpikir secara rasional Cha, cowok kayak Bara masih jomlo enggak mungkin banget, kecuali dia punya trauma soal masa lalu, tapi kan Bara nggak ada trauma apa-apa,"
Aku menggeleng "buktinya kita berdua juga jomlo, padahal kita cantik, punya penghasilan, berpendidikan juga." Kalila berdecak.
"kalo cewek kayak kita jomlo ya wajar aja soalnya banyak cowok yang akan mundur setelah melihat pencapaian kita selama ini, apa lagi gelar doktoral kita, banyak cowok yang takut dianggap remeh sama kita, beda sama cowok, semakin tinggi pendidikannya dan mapan banyak perempuan yang akan melemparkan diri mereka secara sukarela.
Benar juga apa yang diucapkan oleh Kalila, semakin tinggi spesifikasi seorang laki-laki, semakin banyak pula perempuan yang akan bersedia menjadi pasangannya.
Berbanding terbalik dengan perempuan, semakin tinggi apa yang dicapai semakin banyak laki-laki yang merasa takut untuk mendekatinya.
*****
Sepeninggal Kalila aku masuk kedalam kamar duduk di sofa sembari menikmati hujan yang kembali turun dengan deras, kali ini tidak ada kilatan petir dan gemuruh, hanya jutaan rintik air yang turun membasahi bumi.
Keningku berkerut ketika melihat layar ponselku menyala dan nama Bara terpampang di sana.
"Ya,mas?"
"Nanti malam sibuk?"
"Enggak sih,kenapa?"
"Nanti malam saya jemput,kita makan diluar."
"Sama Kalila?"
"Enggak, dia ada pemotretan produk"
"Oh oke, see you"
"Hm"
Keningku berkerut, kira-kira dalam rangka apa Bara mengajakku makan malam berdua, segera akupun menghubungi Kalila.
Kuletakkan ponselku di atas sofa, kedua tanganku terangkat menyentuh pipiku yang kuyakini sudah memerah sekarang.
Ucapan Kalila tentang Bara yang menyukaiku membuat hatiku berdesir, benarkah seorang Barata Mahawira menyukaiku?
Seulas senyum merekah di wajahku, akupun bergegas untuk memilih baju, aku harus tampil dengan cantik malam ini, kubuka lemari kaca di sudut kamar, jemariku menyusuri baju yang digantung di dalam sana dengan pelan sembari memilah manakah yang cocok untuk kukenakan nanti malam.
Akhirnya pilihanku jatuh pada rok A line dengan model high waist berwarna cream dengan aksoseris berbentuk pita yang kupadukan dengan croptop berwarna hitam.
Kupilih make up yang lebih tebal tapi masih terkesan natural, sedangkan rambutku kuberi aksen bergelombang di bagian bawahnya dan kubiarkan tergerai.
Aku keluar dari lift dengan senyum yang masih menghiasi wajahku, ketika sampai di depan lobi aku menemukan mobil Bara yang sudah ada di sana sedangkan pria itu sedang berdiri di samping pintu mobil sambil menelepon.
Kulambaikan tangan kepadanya yang hanya dibalas dengan anggukan saja, tidak ada tatapan terpesona sedikitpun apakah malam ini dandananku masih kurang cantik? Sembari bertanya-tanya aku menghampirinya.
Bara menutup telepon lalu menatapku dengan tatapan menelisik "lipstik kamu kemerahan," celetuknya, "ha?" aku mengerjap pelan tapi dia langsung masuk ke dalam mobil sedangkan aku bergegas menunduk ke arah spion mobil dan melihat lagi lipstik yang kugunakan.
Menurutku warna ini bagus tidak terlalu mencolok lalu dari mana asal kata kemerahan yang terlontar dari mulut Bara tadi?
"ngapain? Ayo masuk?" Bara menurunkan kaca mobilnya membuatku bergegas membuka pintu mobil dan masuk, "ini nggak kemerahan kok mas, masih natural," bantahku.
Bara mulai menjalankan mobilnya, "bagi saya bagus yang seperti biasanya," dengan cemberut aku mengeluarkan lipbalm dan memoleskannya di bibirku lalu aku beralih mengambil tisu dan kuusapkan pada bibirku, warna lipstik tadi akhirnya memudar.
"udahkan?" aku menoleh ke arah Bara, dia menatapku sekilas lalu mengangguk "hmm" responnya yang singkat sungguh membuatku ingin menoyor kepalanya itu.
Mencoba membuang rasa kesal dan dongkol aku beralih memikirkan restoran seperti apa yang akan kami datangi, di dalam pikiranku sudah terlintas restoran-restoran mewah yang terkadang kukunjungi ketika melakukan riset untuk tulisanku.
Tetapi mobil Bara tiba-tiba berbelok dan memasuki area parkir sebuah rumah makan masakan Padang, mataku mengerjap beberapa kali, ketika mobil Bara sudah berhenti aku menoleh ke arahnya.
"kita makan di sini?" dia hanya mengangguk dan langsung turun dari mobil, tatapanku turun ke arah sling bag, baju dan juga sepatu yang kukenakan, aku memakai sling bag dari brand Gucci yang harganya lebih dari tiga puluh juta, baju yang kukenakan ini adalah hasil rancangan desainer Korea seharga enam ratus lima puluh dolar, dan heels yang kupakai berasal dari brand Louboutin yang harganya lebih dari dua belas juta.
DAN AKU MENGENAKANNYA UNTUK MAKAN DI TEMPAT SEDERHANA INI??????
Kepalaku pening seketika, kupijat pelipisku pelan sambil menenangkan diri, ini adalah salahku, aku yang sudah besar kepala karena ucapan Kalila tadi, seharusnya aku sadar diri, aku bukan seseorang yang spesial sampai Bara mau mengajakku makan di tempat mewah dan romantis seperti bayanganku tadi.
'OCHA BEGOOOO' umpatku dalam hati
Kuusap sling bagku dengan sayang lalu kuletakkan di atas dashboard, aku tidak mungkin membawanya masuk, aku tidak bisa membayangkan jika tas ku ini sampai terkena cipratan kuah dan sebagainya.
Tok tok tok
Bara mengetuk kaca mobil membuatku segera membuka pintu mobil, "habis ngapain? Kok lama?" tanyanya, "kayak ada kurang gitu tapi aku lupa," elakku.
"di apartemen tadi nyalain kompor enggak?" aku berpura-pura mengingat "enggak kok mas," jangankan menyalakan kompor menginjakkan kaki di dapur saja tidak.
Sejak Bara meneleponku tadi aku sibuk memilih baju beserta aksesoris dan yeaah berujung makan di rumah makan masakan Padang ini.
'besok-besok kalo bikin novel romantis jangan dibayangin lagi Cha,'

KAMU SEDANG MEMBACA
ARAH (The Journey)
Literatura KobiecaUmur tiga puluh tahun masih jomlo? Perawan tua dong? Banyak orang-orang yang beranggapan perempuan cantik hidupnya akan selalu mendapat kemudahan dimanapun dia berada, tapi menurutku kecantikan juga bisa membawa petaka, contohnya aku. "jika seseoran...