Setelah dari kantor polisi aku dan Bara pergi dengan mobil terpisah dari orangtua Bara, "kita mau kemana mas?"
"lihat rumah," ujar Bara tanpa mengalihkan tatapannya dari jalanan "rumah mas?" Bara mengangguk.
Komplek rumah Bara adalah komplek perumahan mewah dan ada beberapa artis papan atas yang tinggal di sana, keamanannya juga sangat ketat sehingga memberikan kesan ekslusif untuk penghuninya.
Rumah Bara tampak sama seperti terakhir kali aku kemari, tapi begitu menginjakkan kaki di lantai dua semuanya berbeda, lantai dua yang tadinya masih kosong kini sudah tertata dengan rapi, ada sofa berwarna dark grey di sana lalu kabinet yang memanjang berwarna hitam dan sebuah televisi layar datar yang ada di atasnya.
"lihat kamarnya," titah Bara sambil membuka pintu kayu berwarna cokelat begitu aku masuk kamar yang sebelumnya dinding kamar ini berwarna putih kini sudah dilapisi wallpaper berwarna cream.
Ranjang yang aku pilih sudah tertata rapi ada pula sofa berwarna dark grey juga lalu kabinet memanjang di bawah televisi yang berwarna hitam, sangat manis.
"suka?" aku mengangguk dan tersenyum pada Bara "suka, cantik banget,"
"setelah menikah kita bisa tinggal di sini, atau kalau kamu mau tinggal di apartemen juga bisa, nanti kamu bisa ubah dekorasinya sesuai mau kamu,"
Menikah?
Kita?
Aku dan Bara?
"mas ngelamar aku?" Bara berdecak "menurut kamu?"
"tapi kita kan nggak ada hubungan apa-apa, mas juga nggak pernah bilang cinta sama aku,"
Bibir Bara menepis jengah "bukankah semua yang saya lakukan untuk kamu lebih dari cukup dari pada sekedar kata cinta?"
"tapi kita belum pacaran masa iya mas langsung ngelamar aku?"
"Cha kamu umur berapa sih masih ngeributin soal pacaran, malu sama umur Cha," aku memberengut mendengar ucapan Bara.
"ya kan aneh belum pacarantiba-tiba dilamar atau mas ngelamar aku karena terpaksa soalnya aku ini cocok sama kriteria menantu idaman tante Safira," kutatap Bara dengan angkuh membuat Bara berdecak dan mendekat ke arahku.
Tatapan tajam Bara membuatku terintimidasi, bahkan kini wajahnya hanya sejengkal dari wajahku, "kalau saya nggak ada rasa sama kamu nggak akan mungkin saya lindungin kamu," bisiknya lalu melumat bibirku.
Aku mematung ketika bibir Bara bersentuhan dengan bibirku, Bara melumat lembut bibirku membuatku memejamkan mata dan ikut membalas lumatannya, aku yang memang belum pernah berciuman dengan seorang pria jelas terlihat amatir.
Tapi Bara melumat bibir bawahku dengan lembut membuatku terlena dan mengalungkan tanganku di leher Bara.
Lumatan Bara kini berubah menjadi kecupan ringan lalu terhenti tapi hidung kami masih bersentuhan, kubuka mataku perlahan, kudapati Bara yang sedang menatapku dengan begitu dalam.
Kuberanikan diriku untuk mengecup pelan bibirnya lalu menjauhkan wajah kami membuat Bara mengulum senyum "malu?" tangan Bara yang tadinya merangkul pinggangku kini beralih mengusap pipiku.
"pipi kamu merah," ucapan Bara makin membuatku malu akhirnya kupeluk erat tubuhnya dan menenggelamkan wajahku di pundaknya, "apapun itu asalkan kamu bahagia saya akan melakukannya,"
Hari hampir sore ketika aku kembali ke apartemen, wajahku benar-benar memerah karena perlakuan Bara, apa yang kami lakukan di rumah Bara membuatku benar-benar malu, tapi rasanya memang enak.
Kupatut wajahku di depan cermin, senyuman terus terpatri di wajahku tapi ketika menyadari bercak-bercak merah di leher senyumanku lenyap seketika.
"Bara kayak vampir deh, dihisapin semua, sampe merah gini," aku bergumam sambil melepaskan bagian atas blouse yang kukenakan dan memerhatikan bagian tubuh atasku terdapat banyak sekali kissmark yang dibuat Bara tadi siang.
Semoga saja asisten rumah tangga Bara tidak curiga dengan ranjang yang kami tinggalkan dengan keadaan sedikit berantakan, aku baru sempat membereskannya sedikit karena Bara harus buru-buru ke kantor.
"lo sakit Cha?" aku keluar dari kamar setelah berendam dengan air hangat dan mendapati Kalila sedang asik menonton drama Korea tapi tatapannya teralih begitu aku datang.
"nggak kok," kuambil tempat di sofa single "kok tumben lo pake baju turtle neck begitu? Lo kan nggak suka pake baju kerah tinggi,"
Aku memakai baju ini untuk menutupi bekas hisapan Bara dengan cepat aku mencari alasan agar Kalila tidak semakin curiga "gue tadi ketiduran pas berendam, jadi pas selesai ngerasa agak dingin aja jadi pake ini,"
"BAP nya berat tadi?"
"nggak kok, petugasnya tadi baik banget, jadi gue bisa cerita dengan leluasa,"
"syukur deh, eh bentar lo beneran nggak sakit kan? Pipi lo merah tuh," kusentuh pelan pipiku dan menatap Kalila dengan tatapan malu-malu.
"dih senyam senyum kek orang bego lo Cha,"
"sebenernya mas Bara tadi ngelamar gue,"
"HA?" Mata Kalila membulat ketika mendengar ucapanku, "si Bara? Barata Mahawira?"
Aku mengangguk sambil tersenyum "dikasih berlian berapa karat Cha?" aku jadi tersadar Bara melamarku tanpa memberikan apapun.
"nggak dikasih apa-apa, gue tadi cuma diajakin ke rumahnya yang baru selesai direnovasi," Kalila berdecak "si Bara bego, ngelamar anak orang nggak dikasih apa-apa, terus lo terima gitu aja?"
Aku menceritakan kejadian di rumah Bara tentunya dengan memotong bagian kami yang berciuman dan lainnya.
"padahal cuma kata cinta loh kok ya susah banget si Bara ngomong buat ngomong gitu, gengsian banget sih jadi orang, lo juga dilamar begitu doang udah luluh heran deh,"
"ya kan gue juga terharu Bara ngajakin nikah gue," Kalila memutar bola matanya malas.
Malam harinya aku hanya makan berdua bersama dengan Kalila, Bara? Pria itu tentu saja belum pulang, kalau Bara sampai tidak pulang untuk menemaniku makan sudah pasti dia sedang melakukan giat.
"Cha menurut lo nikah tanpa cinta itu gimana?"
"kalo menurut gue ya asal pihak cowok atau ceweknya nggak punya pacar atau kisah yang belum kelar ya nggak apa-apa, karena kebanyakan cinta tumbuh karena terbiasa," kutatap Kalila yang nampak murung dengan alis mengerut.
"ada apa?"
"adik bokap gue kemarin kena serangan jantung gara-gara tahu pernikahan anaknya berantakan, dulu dia dijodohin tapi dia nolak karena udah punya pilihan sendiri, karena sudah terlanjur hamil orangtuanya terpaksa kasih restu, tapi ternyata pernikahan itu nggak berhasil, suaminya sering main tangan dan juga selingkuh, sepupu gue udah berusaha sembunyiin semua itu karena dia merasa bertanggung jawab atas pilihannya tapi ternyata tetap ketahuan,"
Mata Kalila berkaca-kaca membuatku mengusap lembut punggungnya, "tapi bokap dia ngerasa ini salahnya sampai akhirnya beliau kena serangan jantung, dari situ gue mikir apa sebaiknya gue minta dijodohin aja ya sama orangtua gue?"
"kenapa mikir begitu?"
"gue takut Cha kalau seandainya pilihan gue nggak sesuai sama keinginan mereka, gue takut bokap gue kenapa-kenapa soalnya bokap gue juga punya penyakit jantung,"
Tangis Kalila akhirnya pecah membuatku memeluknya dari samping "menikah bukan hanya tentang cinta Kal, selama satu sama lain bisa berkomitmen dan memupuk rasa cinta menurut gue nggak akan jadi masalah,"
Aku selalu menyoroti pernikahan yang diawali dengan taaruf apalagi jika pernikahan itu dilakukan oleh ahli agama atau keturunan ulama, satu komentar warga net yang masih mebekas dibenakku adalah
'pertama digombalin pake ayat , kedua diajak taaruf pake ayat , ketiga mau dipoligami juga pake ayat,'
Kalimat di bagian terakhirnya sungguh menyayat hati, siapa wanita yang rela untuk dimadu? Bahkan ada laki-laki yang tiba-tiba menghilang tidak memberikan kabar kepada istrinya dan ternyata dia sedang bulan madu bersama istri keduanya.
Coba bayangkan bagaimana rasanya?
KAMU SEDANG MEMBACA
ARAH (The Journey)
Chick-LitUmur tiga puluh tahun masih jomlo? Perawan tua dong? Banyak orang-orang yang beranggapan perempuan cantik hidupnya akan selalu mendapat kemudahan dimanapun dia berada, tapi menurutku kecantikan juga bisa membawa petaka, contohnya aku. "jika seseoran...