"Mama Papa apaan sih, Ais udah besar ya kenapa harus masuk pesantren segala!" ucap gadis yang bernama Aisyah itu.
"Dengerin Mama dulu Ais" Aisyah masih enggan menatap sang Mama, ia menoleh ke arah lain.
"Kalian tau kan pesantren itu kaya apa?!. Ais pokoknya gak mau masuk pesantren, disana itu gak bisa main hp ngebosenin tau gak mana apa-apa di atur. Ribet." Aisyah melipat kedua tangannya di depan dada, enggan untuk menatap kedua orang tuanya.
"Aisyah, Mama sama Papa masukin kamu ke pesantren itu demi kebaikan kamu!" tegas sang Mama.
"Tapi pesantren itu kan arkhh...Papa, Ais gak mau masuk pesantren" Aisyah memepetkan duduknya dengan sang Papa, bergelayut di lengan lelaki paruh baya itu.
Sang Papa mengelus kepada gadisnya yang terbalut kerudung itu dengan sayang, "Sayang, dengerin Papa..Apa yang Mama bilang itu benar sayang, semua itu demi kebaikan kamu. Bukan karena Papa sama Mama gak mau ngurus kamu lagi, tapi semua itu demi kebaikan kamu"
Aisyah memeluk tubuh Papanya dari samping, satu isakan lolos dari mulut kecil gadis itu, "Tapi Ais gak mau masuk pesantren Pa, hiks..."
Lelaki paruh baya itu tersenyum, mengelus kepala gadis itu dengan lembut, "Mungkin awalan kamu gak akan betah di sana, tapi lama-kelamaan Papa yakin kamu pasti betah disana"
"Gini deh, kalau kamu mau masuk pesantren Papa bakal turutin semua yang Ais mau" ujar sang Papa.
"Mas.." Sang Papa atau yang bernama Aditia itu mengangguk ke arah Elena--istrinya.
Elena kembali terdiam.
Aisyah mendongak ke arah sang Papa, "Papa serius?" Aditia mencubit hidung Aisyah pelan, karena merasa gemas dengan putri kecilnya itu, "Serius, kamu mau apa?"
Sebuah senyuman langsung muncul di bibir Aisyah, "Beliin boneka yang Ais mau kemarin"
"Gak, Mama gak setuju. Ais boneka kamu udah banyak astaga, mau di taruh mana lagi. Inget umur kamu udah sembilan belas tahun tapi masih aja nyimpenin boneka!" sahut sang Mama.
"Mama, apaan sih yang mau beliin kan Papa bukan Mama. Kamar Ais juga masih muat kok di taruh boneka" jawab Aisyah tidak suka.
Aditia hanya terkekeh mendengar perdebatan antara putri dan istrinya itu, "Terserah, beli lagi sana tapi setelah beli besok kamu langsung masuk pesantren!" tegas sang Mama yang langsung bangkit dari duduknya menuju dapur.
"Mama, kok gitu sih akh!" Aisyah kembali menjatuhkan tubuhnya ke sofa.
Lagi-lagi sang Papa hanya terkekeh, "Siap-siap sana, kita beli boneka sesuai janji Papa tadi. Tapi ingat, besok kita langsung berangkat ke pesantren"
Aisyah langsung bersorak, bangkit dari duduknya berlari menuju kamarnya. Masa bodo, ia akan memikirkan rencana lain untuk menggagalkan rencana kedua orang tuanya untuk memasukkannya ke dalam pesantren.
Sesuai janji sang Papa, kini mereka berdua berjalan beriringan berdua menyusuri rak demi rak untuk mencari boneka incaran Aisyah kemarin disaat gadis itu kesini bersama temannya.
Sepanjang jalan Aisyah terus mengandeng lengan sang Papa, mengabaikan tatapan iri dari banyak pengunjung disana.
"Papa, itu yang Ais mau!" tunjuk gadis itu ke arah bonek besar yang ukurannya hampir sama dengan manusia itu.
"Kamu yakin sayang, itu besar loh. Mama kamu gak marah kalau kamu beli itu" Aisyah memutar bola matanya malas, "Papa gimana sih, katanya tadi mau nurutin permintaan Ais"
Sang Papa terkekeh lalu mengangguk, "Yaudah, sana ambil" Aisyah langsung berlari menghampiri boneka itu sampai ia tidak menyadari ada seorang laki-laki yang sedang berjalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aisyah, ku [END]✓
Teen FictionFollow dulu sebelum baca ya ✓ *** Bercerita tentang seorang gadis bar-bar yang menikah dengan seorang Gus