"Pelan-pelan dong"Hana membantu mengobati beberapa luka di wajah Aisyah, sebab Aisyah seperti itu karena membela dirinya. Tidak parah memang tetapi jika dibiarkan seperti itu bisa infeksi karena terkena cakaran dari tiga orang yang selalu membuat masalah dengannya itu. Bisa-bisa ia rabies jika tidak segera di obat, okey sebut saja Aisyah terlalu berlebihan.
"Ck, pelan dong sakit tau" Aisyah terus saja melayangkan protes, Hana hanya mampu bersabar menghadapi sifat Aisyah, ia dengan telaten mengobati luka-luka itu. Hana mengakhiri pengobatan itu dengan memberikan plester pada luka bagian dahi yang sedikit lebih parah dari yang lainnya.
"Aisyah, maaf gara-gara aku kamu jadi luka gini" Aisyah menoleh mendengar suara Hana yang lirih, ia memegang kedua pundak Hana mengarahkan agar gadis itu menatapnya.
"Lo temen gue, jadi kalau ada yang nyakitin lo gue yang bakal maju belain lo. Jadi santai aja, udah ah gue mau pergi" Selesai mengemasi obat-obatannya, Aisyah langsung pergi dari sana dengan terburu-buru.
"Kamu mau kemana." Teriak Hana karena Aisyah yang sudah hampir jauh, "Ndalem." Balas Aisyah dengan berteriak juga.
Saat Aisyah menuju Ndalem, ia berpapasan dengan Ustadz Zidan yang kebetulan juga akan pergi ke Ndalem dan jadi mereka berjalan bersama mengabaikan tatapan dari para santri. Terlebih Aily yang kebetulan juga selesai dari masjid, emosinya kembali memuncak setelah melihat Aisyah yang berjalan bersama Ustadz Zidan.
"Lukanya udah di obati?" Aisyah menoleh, dan mengangguk, "Nih, hasil dari cakaran nenek lampir" Ucap Aisyah membuat Ustadz Zidan terkekeh.
"Gak boleh gitu, jadi anak yang baik" Satu kalimat itu membuat Aisyah langsung membeku, sedangkan Ustadz Zidan terus berjalan terlebih dahulu menghampiri Gus Agam yang sudah menunggunya.
"Aisyah, kamu kenapa disini?" Aisyah terlonjak, ia tersadar dari lamunannya saat Ning Hanifah tiba-tiba menepuk pundaknya.
Aisyah menggeleng, "Ya sudah, ayo masuk" Ning Hanifah mengajak Aisyah masuk, dan gadis itu kali ini hanya menurut tanpa ada gerutuan yang biasanya keluar dari mulut kecilnya. Rasanya bibirnya terlalu kelu hanya untuk menggerutu seperti biasanya, entah karena apa.
*****
Aisyah tengah mencari sesuatu didalam saku gamisnya, nihil yang ia cari tidak ada. Aisyah mengigit kukunya bingung, sedangkan ibu-ibu warung itu menatapnya mengintimidasi.
"Kamu mau menipu, kalau tidak cukup uang jangan beli disini. Saya tidak menerima hutangan disini!" Ketus ibu penjual warung itu.
"Bukan bermaksud menipu, tapi saya benar-benar tidak tau jika uang yang saya bawa kurang. Biarkan saya membawa belanjaan nya dulu, saya janji akan membaw---" Ucapan Aisyah terpotong, karena ada seseorang yang menyodorkan uang kepada ibu-ibu penjual itu.
"Ini sisa uang belanjanya" Ibu-ibu itu langsung mengambilnya dan tersenyum kepada orang itu, Aisyah mencibir pelan, menoleh ke arah seseorang itu pandangan mereka sempat bertemu sebelum dia memutus kontak mata diantara keduanya terlebih dulu.
"Gus Agam" Cicit Aisyah pelan, laki-laki itu tidak menanggapinya dan langsung pergi dari sana setelah mengucapkan salam, "Tunggu!" Sahut Aisyah, setelah mengambil belanjaannya gadis itu menghampiri Agam yang berdiri membelakanginya.
"Kenapa lo disini?" Tanya Aisyah, gadis itu berdiri tepat didepan laki-laki itu. "Saya tidak sengaja lewat, dan melihatmu kebingungan disini" Jawabnya tanpa menatap gadis yang ada di depannya itu. Dan Aisyah tentunya masih senantiasa menatap lekat laki-laki itu.
"Lain kali jika ingin belanja banyak, siapkan uang lebih" Aisyah meringis,karena sindiran dari laki-laki itu. "Ya kan mana gue tau kalau harganya mahal banget" Elak Aisyah dengan melirik kearah ibu penjual yang menatapnya tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aisyah, ku [END]✓
Roman pour AdolescentsFollow dulu sebelum baca ya ✓ *** Bercerita tentang seorang gadis bar-bar yang menikah dengan seorang Gus