Hari-hari Aisyah terus berjalan seperti hari biasanya . Dan tanpa terasa kini rumah tangga Aisyah dengan Agam sudah memasuki bulan ke sepuluh. Sejauh ini rumah tangannya terlihat adem-adem saja, hanya perdebatan kecil yang sangat umum bagi rumah tangga baru.
"Mas udah siap?" Tanya Aisyah masuk kedalam kamar yang dimana ada suaminya yang tengah memasang pecinya.
"Sudah, ayo kita berangkat"
"Sebentar, Ais ambil tas dulu" Aisyah melangkah ke arah meja riasnya yang di mana ia meletakkan tasnya tadi.
Keduanya sudah rapi, dan siap pergi untuk menghadiri acara tasyakuran empat bulanan sepupu Agam.
Setelah mengunci pintu rumah, Aisyah berjalan menghampiri Agam yang sudah membukakan pintu mobil untuknya.
"Terimakasih" Ujarnya, tersenyum manis ke arah Agam.
"Manis banget senyumnya, nanti kalau saya diabetes gimana?" Ucap Laki-laki itu, membuat Aisyah memukul lengan Agam pelan. Sejak kapan suaminya itu pandai gombal.
"Udah, ayo nanti keburu telat Mas!"
"Iya sayang" Agam berjalan mengitari mobilnya dan langsung masuk kedalam mobil.
Agam sudah siap, dan setelahnya mulai melajukan mobilnya menuju rumah sepupunya. Selama di perjalanan Agam sama sekali tidak melepas tangan Aisyah, Agam menggunakan satu tangannya untuk menggenggam tangan Aisyah erat. Gadis itu pasrah di buatnya, sifat posesif suaminya muncul lah tu.
"Mas lepasin dulu tangannya, Ais mau benerin hijabnya"
Agam tidak melepasnya, "Jangan cantik-cantik nanti banyak yang lirik kamu, saya tidak suka"
Aisyah mendengus, "Sejak kapan sih kamu posesif gini biasanya juga gak peduli" Cibir Aisyah membuat Agam melirik ke arah gadis itu sekilas sebelum kembali fokus menyetir.
"Siapa yang bilang tidak peduli, saya peduli ya. Kamu saja yang selalu menolaknya, selalu mengatakan. Mas jangan gitu malu di liatin." Cibirnya, mengulang ucapan Aisyah.
Aisyah hanya menampilkan deretan giginya, "Ya maaf, tapi kan emang malu tau. Banyak santri, di liatin terus"
"Ya terserah."
Bibir Aisyah langsung cemberut, kedua matanya mengerjab lucu.
"Maafin dong" Tidak ada respon.
"Ih, maafin Ais" Bibir Aisyah semakin maju membuat pertahanan Agam runtuh juga, ia melepas genggaman tangannya sebentar hanya untuk mengelus kepala Aisyah.
"Iya di maafin sayang" Bibir Aisyah langsung merekah. Memeluk lengan Agam sebentar, karena suaminya itu tengah menyetir.
Agam hanya terkekeh, entah kenapa beberapa hari ini sifat Aisyah sering sekali berubah terkadang marah-marah tanpa sebab, kadang juga sangat manja dan menggemaskan seperti sekarang ini.
Tidak memerlukan waktu lama untuk sampai di rumah sepupu Agam, kini keduanya sudah sampai di sana.
"Sayang, di benerin dulu cadarnya ya" Ujar Agam yang diangguki Aisyah. Agam hanya memperhatikan Aisyah dengan tersenyum.
"Sini, biar Mas yang benerin" Agam menghadap ke arah Aisyah begitu juga dengan gadis itu, dengan telaten laki-laki itu membenarkan cadar Aisyah yang sedikit berantakan.
"Kalau pengap bilang Mas ya, nanti kita pulang biar kamu bisa lepas cadar kamu kalau tidak itu nanti kita bisa mencari tempat yang sepi agar kamu bisa melepas cadar kamu sebentar" Laki-laki itu menatap lekat mata Aisyah, ia tidak bisa berpaling dari gadis itu. Sungguh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aisyah, ku [END]✓
Teen FictionFollow dulu sebelum baca ya ✓ *** Bercerita tentang seorang gadis bar-bar yang menikah dengan seorang Gus