~Bagian Delapan

23.9K 1.5K 140
                                    

Aisyah memeluk bonekanya erat dengan menatap jalanan, ingatannya kembali pada waktu itu dimana tubuh itu terpental jauh dan juga darah yang terus mengalir deras dibawah langit jingga yang menjadi favoritnya. Sejak saat itulah Aisyah tidak menyukai senja, sebab senja akan mengingatkannya pada peristiwa mengerikan itu lagi.

"Kita sudah sampai Ais." Aisyah tersentak, ia tersadar dari lamunannya. Mengangguk pelan, dan langsung keluar dari mobil begitu juga dengan Gus Agam dan Ustadz Zidan.

Aisyah mengedarkan pandangannya, sudah lama ia tidak kesini. Dulu waktu ia masih di Jakarta setiap seminggu sekali setelah pulang sekolah ia akan menyempatkan waktunya untuk datang kesini meski setiap pulang akan di omeli sang Mama, namun gadis itu tetap melakukannya. Memang dasarnya yang keras kepala.

"Kalian tunggu di sini, gue mau kesana dulu." Mereka berdua sempat berfikir, setelah itu mengiyakannya dan membiarkan gadis itu pergi sendiri mereka hanya mengawasi gadis itu dari kejauhan.

Aisyah melewati makam demi makam, tepat dimana ada sebuah pohon kamboja kecil ia menghentikan langkahnya, menatap gundukan tanah yang sudah lama namun masih terlihat terawat itu dengan sendu, matanya mengabur dalam hitungan detik air matanya terjatuh dengan sendirinya.

Ia mendekati pusara sang kakak yang sudah pergi enam belas tahun yang lalu, Aisyah bersimpuh meletakkan bunga yang tadi ia beli sebelum kesini. Satu tangan Aisyah mengeratkan pelukannya pada boneka sedangkan tangan satunya ia gunakan untuk mengelus nisan sang kakak.

"Ai datang kak, maafin Ai lama gak kesini. Ai sekarang ada di pesantren, dulu kakak sempat nyuruh Ai masuk pesantren ka? sekarang permintaan kakak sudah terpenuhi. Ai rindu kakak, kenapa kakak gak pernah masuk mimpi Ai lagi, kakak gak kangen Ai?" Gadis itu terus berlinangan air mata, pundaknya bergetar. Dan semua itu tidak lepas dari perhatian dua laki-laki yang sedang menunggu gadis itu di depan mobil. Meski jaraknya yang cukup jauh, tapi mereka bisa melihat dengan jelas jika gadis itu sedang menangis.

Ustadz Zidan menatap Aisyah dalam, ia mengepalkan tangannya menoleh kearah lain agar tidak menatap kearah gadis itu.

"Ada yang kamu sembunyikan?" Ustadz Zidan menoleh dan tersenyum ke arah Agam, menepuk pundak laki-laki itu dua kali.

"Belum saatnya, jaga Aisyah sebentar. Saya ingin ke kamar mandi dulu." Laki-laki itu langsung pergi dari sana meninggalkan Agam yang masih berdiam diri.

Sudah tiga puluh menit mereka menunggu gadis itu, Ustadz Zidan pun juga sudah kembali sedari tadi dan gadis itu juga masih belum selesai. Langit sudah mulai menggelap yang sebentar lagi akan menjatuhkan rintikan airnya.

"Ajak dia kembali, sebentar lagi hujan." Agam menghela nafas pelan, dan menghampiri gadis yang masih bersimpuh didepan makam itu.

"Tidak baik berlarut-larut." Aisyah mendongak, menatap laki-laki itu tidak suka, "Lo apaan sih gue masih mau disini. Kalau lo mau balik, balik aja sendiri"

"Kamu melupakan janjimu?" Aisyah berdecak, ia menyesal sudah membuat janji dengan laki-laki itu yang mengharuskannya menurut dengan ucapan laki-laki itu.

"Iya, gue pulang tunggu dulu di mobil" Perintah gadis itu yang tidak di tanggapi Agam, Aisyah berdecak, membiarkan laki-laki itu menunggunya.

"Kak, Ai balik dulu ya nanti kapan-kapan lagi Ai kesini lagi. Janji, kakak juga jangan lupa masuk ke mimpi Ai ya" Aisyah mengecup nisan sang kakak sekilas, setelah itu bangkit dari duduknya. Agam berbalik dan berjalan duluan, diikuti Aisyah dari belakang yang terus saja menggerutu tidak ingin diajak pulang.

"Sebentar lagi hujan Ais, kamu tidak liat jika mendung" Timpalnya, saat mendengar gerutuan dari Aisyah.

"Gak peduli." Agam menggeleng dengan tingkah Aisyah.

Aisyah, ku [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang