Aisyah terbangun, ia menoleh kearah jam dinding yang menunjukan pukul dua dini hari. Semalam ia hanya tidur kurang lebih tiga jam sebab ia kembali teringat dengan boneka pemberian kakaknya dulu, dan lagi-lagi Aisyah kembali menangis mungkin saja saat ini matanya terlihat sembab. Gadis itu bangun dari tidurnya, tersenyum saat melihat seekor anak kucing yang tertidur sangat nyaman di bawah kasurnya. Aisyah berjongkok untuk mengelus kepala kucing kecil itu. Setelah itu ia berdiri dan ingin keluar untuk mengambil air wudhu. Entahlah saat ini ia ingin sholat tahajud, sangat banyak yang ingin ia ceritakan sepada sang pencipta.
Ceklek
Aisyah membuka pintu kamar, ia mengintip dari dalam kamar. Menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri untuk melihat keadaan luar, diluar terlihat sangat remang-remang pencahayaanya, Aisyah sempat mengerutkan keningnya saat melihat lampu di depan kamar mandi mati, perasaan terakhir kali ia lewat lampunya masih menyala. Aisyah terus menatap ke arah kamar mandi yang terlihat sangat gelap, tiba-tiba pikirannya teringat saat dulu ia menonton film horor.
Kembali teringat akan beberapa cuplikan dari film horor, Aisyah langsung menutup pintu dengan kasar dan menguncinya. Dadanya naik turun, jantungnya berdetak lebih cepat, ternyata drama takutnya masih berlanjut.
"Kenapa pengen tahajudnya saat-saat kaya gini sih" Gerutu Aisyah dengan menghentak-hentakkan kakinya menuju tempat tidur. Gadis itu mendudukkan bokongnya dengan kasar, namun seketika otaknya teringat sebuah benda yang ia minta dari Mamanya kemarin saat pulang dari rumah sakit. Ponsel.
Senyum Aisyah merekah, ia mengambil benda pipih itu di dalam tasnya. Kemarin ia beralasan, "Ma, Ais butuh banget ponselnya, nanti kalau semisal Ais kaya gini lagi kan bisa langsung telfon Mama" Alibi Aisyah dengan wajah sesedih mungkin untuk meyakinkan sang Mama, dan dengan pertimbangan yang cukup lama Akhirnya Mama setuju dan langsung mendapat pekikan dari Aisyah.
Ia ingin menelfon seseorang yang bisa membantunya keluar dari kamar ini, seketika tawanya langsung luntur saat ia tau jika tidak memiliki nomer dari laki-laki itu. Belum sampai lima menit senyum Aisyah kembali merekah, teringat jika kemarin Mamanya juga memberikan nomer laki-laki itu.
Mengobrak abrik isi tasnya, untuk mencari secarik kertas yang terdapat nomer dari laki-laki itu. Tanpa menunggu lama, jari Aisyah bergerak lincah untuk menulis nomer laki-laki itu di ponselnya dan langsung menghubunginya.
Satu detik panggilan belum di angkat, dua detik masih sama, sampai lima detik sambungan itu terhubung, "Assalamualaikum, siapa?"
Aisyah terdiam, mendengar suara laki-laki itu dari sebrang ponsel membuat jantungnya kembali berdetak kencang. "Halo??"
Aisyah tersadar dari lamunannya, "Ini gue" Laki-laki di sebrang sana masih terdiam dan membuat Aisyah berdecak, "Ck, masak lo lupa sama gue, lo gak hafal suara gue??"
"Aisyah?"
"Hmm"
"Bagaimana bisa kamu memakai ponsel??"
"Gak penting, yang penting lo kesini sekarang buruan"
"Saya tid--"
"Buruan ini darurat, tolongin gue. Gue bisa mati kalau lo gak ke sini" Suara Aisyah tiba-tiba berubah menjadi panik dan seperti orang yang ketakutan, tanpa menunggu jawaban dari laki-laki itu ia langsung mematikan sambungan telfonnya.
Dirasa semua berhasil, dan sesuai rencana, Aisyah berloncat-loncat senang. Jika tidak begini maka Gusnya itu tidak akan pernah mau terlebih ini sudah tengah malam lewat, gadis itu terus membayangkan bagaimana reaksi dan paniknya Agam di sana.
"Udah cocok nih gue jadi artis" Aisyah bergaya mengibaskan rambutnya meski saat ini ia memakai kerudung, gadis itu bertepuk tangan heboh untuk dirinya sendiri sampai anak kucing yang tertidur itu terusik. Aisyah terkekeh pelan agar tidak menggangu anak kucing itu yang sedang tertidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aisyah, ku [END]✓
Teen FictionFollow dulu sebelum baca ya ✓ *** Bercerita tentang seorang gadis bar-bar yang menikah dengan seorang Gus