~Bagian Lima Belas

25.7K 1.6K 166
                                    

Hari terus berganti hari, dan tepat hari ini adalah hari yang di tunggu. Dimana akan mendapat jawaban dari Aisyah akan perjodohan ini, keluarga Agam tegang tentunya namun tidak setegang Agam bahkan sedari tadi laki-laki itu terus berada di masjid. Sudah beberapa kali Umi katakan jika tidak perlu tegang, sebab semua ini sudah Allah atur, diterima atu tidaknya nanti sudah menjadi keputusan Allah. Allah sudah merencanakan yang terbaik untuk hambanya.

Agam serahkan semua keputusannya kepada sang pencipta, bagaimanapun nanti keputusannya ia sudah siap lahir batin. Jam tujuh malam mereka akan ke rumah Aisyah, dan sekarang masih menunjukan pukul lima masih memiliki waktu dua jam sebelum mendapat jawaban dari gadis itu.

Laki-laki itu sudah kembali sepuluh menit yang lalu, sebab Umi memanggilnya untuk segera pulang. Dan disini lah Agam dan Umi berada, di taman belakang rumah dengan di temani langit senja yang terlihat sangat indah dan memanjakan mata.

Umi menyuruh Agam untuk duduk di sampingnya, mengelus kepala putra bungsunya itu yang sekarang sudah tumbuh dewasa. Dulu yang saat bayi sering ia timang, kini bayi itu sudah tumbuh besan dan sebentar lagi akan memiliki keluarga kecilnya sendiri.

"Agam..." panggil Umi dengan suara yang terdengar sangat lembut, "Iya Umi" Umi tersenyum dan sekali lagi mengelus kepala anak laki-lakinya itu.

"Nak, Umi berpesan untuk kamu nanti saat kamu memimpin keluarga kecilmu...." ucap Umi menggantung, dengan Agam yang masih setia mendengarnya.

"Tabiat seorang wanita adalah suka bercerita, jadi jika kamu punya pasangan yang suka bercerita. Bahkan jika cerita itu diulang berkali-kali, tetap dengarkan ceritanya dan jadilah pendengar yang baik, karena kebanyakan dari wanita hanya ingin di dengarkan ketika sedang bercerita. Jangan pernah kamu abaikan jika pasanganmu sedang bercerita, mengerti?" pesan Umi yang di angguki mantap oleh Agam.

"Agam mengerti Umi"

"Abi mu akhir-akhir ini sangat sibuk, jadi biarkan Umi yang berganti menasehati mu ya?" Ujar Umi dengan suara yang sangat lembut, bahkan siapa saja yang mendengarnya pasti akan merasa tenang.

"Abi atau Umi yang akan memberi nasihat kepada Agam itu sama saja, Agam senang mendapat nasihat dari kalian. Dan Insa Allah, Agam akan menjalankan nasihat dari Umi maupun Abi" Jawab Agam membuat Umi tersenyum, bukan aneh lagi jika Umi dan Abi memberi nasihat kepada anak-anaknya namun sudah menjadi kewajiban bagi mereka memberikan nasihat saat anak-anak mereka ingin menikah, dulu putri sulungnya Ning Hanifah dan sekarang adalah Agam putra bungsunya.

"Kamu tau makna dari sebuah akad?" Agam mengangguk

"Maka aku tanggung dosa dosanya si dia dari kedua orang tuanya, dari tidak menutup aurat hingga ia meninggalkan sholat. Semua yang berhubungan dengan dia, aku tanggung. Dan bukan lagi kedua orang tuanya yang menanggung, serta aku tanggung dosa calon anak anakku. Jika aku gagal, maka aku suami yang fasik, ingkar, dan aku rela masuk neraka, aku rela malaikat menyiksaku hingga hancur tubuhku" Jawab Agam membuat Umi tersenyum lebar.

"Jadi, kamu sudah yakin dengan semuanya?" Lagi-lagi Agam mengangguk yakin, "Agam yakin Umi"

"Kamu tau, seorang wanita itu bisa menyembunyikan perasaanya selama empat puluh tahun tapi tidak bisa menyembunyikan rasa cemburunya barang sedetik saja. Dan lagi, jika istrimu marah kamu jangan ikut marah sebab jika api di siram dengan api maka akan menjadi besar, namun jika api di siram menggunakan air maka api itu akan padam. Di dalam keluarga harus ada salah satu yang menjadi penyejuk. Sifat Aisyah memang bar-bar dan terkesan seperti gadis yang urakan, tapi Umi yakin jika gadis itu gadis baik. Satu bulan Aisyah menjadi santri Ndalem, Umi bisa mengerti sifat dia" Umi menasehati banyak untuk Agam, dan laki-laki itu menyimaknya dengan seksama.

Aisyah, ku [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang