~ Bagian Tigapuluh

18.9K 1.1K 74
                                    

Agam frustasi mencari keberadaan istirnya, rasa khawatir, marah semua menjadi satu. Semua orang sudah ia hubungi, dari Umi, Abi, Mama, Zidan, Zahra bahkan sang kakak yang berada di Mesir pun ia hubungi untuk mencari keberadaan istrinya. Namun nihil, ia sama sekali tidak memiliki petunjuk. Hari semakin menggelap, laki-laki itu masih begitu gigih mencari keberadaan istrinya, sudah ratusan pesan ia kirimkan untuk sang istri namun tidak ada satupun yang mendapat balasan. Bahkan ponsel perempuan itu kini tidak aktif.

"Kamu dimana, sayang. Ya Allah, berikan petunjuk mu biarkan saya bertemu dengan istri serta anak saya, jagalah mereka. Saya mohon ya Allah, jaga dan lindungi mereka dimanapun mereka berada."

Mobil Agam menyusuri kota Bogor yang sudah menggelap, keadaan Agam terlihat berantakan, rambut yang acak-acakan baju yang bahkan masih sama terakhir kali ia mengantar Aisyah ke rumah sakit bahkan ia melewatkan waktu makan, bagaimana ia bisa makan jika ia belum menemukan kabar istrinya sama sekali.

Kepala Agam terasa di hantam batu besar, telinganya berdengung. Mau tidak mau ia menepikan mobilnya di pinggir jalan, beberapa kali ia memukul kepalanya yang terasa sakit agar mereda namun rasa sakit itu masih terus terasa menyakitkan.

"Ya Allah saya tidak peduli dengan kondisi saya, saya hanya ingin bertemu dengan istri serta anak saya. Kali ini saya mohon Ya Allah, berikan petunjuk mu agar saya bisa menemukan kedua belahan jiwa saya."

Setelah mengatakan itu, Agam mengusap wajahnya kasar. Satu tetes air matanya terjatuh.

Ting

Suara itu muncul dari notifikasi ponsel Agam. Laki-laki itu segera membukanya, satu pesan yang mampu membuat semangat Agam kembali bangkit tanpa menunggu lagi ia langsung menancapkan gas dengan kecepatan tinggi.

"Istrimu ada di rumah Mama, temui dan perbaiki rumah tanggamu Mama memberimu izin."

"Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah."

Membutuhkan waktu tiga jam untuk Agam sampai di rumah Mama di Jakarta. Hari sudah larut, menunjukan pukul satu dini hari. Rumah berlantai dua di depan Agam sudah terlihat gelap, tidak heran karena hari memang sudah dini hari dimana waktu lelapnya seseorang.

Semangat Agam terlihat goyah, ia tidak enak jika harus membangunkan orang yang sudah tertidur. Agam mengurungkan niatnya untuk mengetuk pintu rumah bercat putih tersebut, ia memilih untuk mendudukkan dirinya di kursi teras sebaiknya ia menunggu sampai esok pagi di sini.

Agam menghembuskan nafas lelah dan lega secara bersamaan, ia tidak peduli jika malam ini ia harus tidur di luar menahan dingin yang menyerang tubuhnya ia sama sekali tidak peduli asal besok pagi ia bisa melihat istrinya baik-baik saja.

Pintu bercat putih tersebut tiba-tiba terbuka, membuat Agam segera menegakkan tubuhnya. Ternyata sang Mama yang membukanya, Agam mendekat mencium punggung tangan Mama serta meminta maaf karena sudah lalai.

"Ma--"

"Masuk dulu, di sini dingin." Wanita paruh baya tersebut membawa Agam menuju ruang tamu, mendudukkan menantunya di sana. Menelisik penampilan Agam yang jauh dari kata baik.

"Mama sudah menebak kamu akan ke sini malam ini juga.Kamu belum pulang ke rumah?"

"Sebelumnya Agam benar-benar meminta maaf atas kesalahan Agam. Agam berjan--"

"Sttt, sudah." Sang Mama mengelus kepala Agam lembut, ia tau jika laki-laki itu pasti kesulitan mencari keberadaan Aisyah.

"Ma, sebelumnya boleh Agam bertanya? Aisyah dan calon anak Agam baik-baik saja kan?"

Wanita itu tersenyum, kemudian mengangguk.

"Mereka baik-baik aja, Aisyah sedang tidur di kamarnya. Mama tidak tau apa masalah kalian, namun tadi siang istrimu pulang dengan menangis. Mama marah melihat itu, Mama kecewa sama kamu karena sudah berani membuat putri Mama menangis. Tapi terlepas dari semua itu, kalian harus membicarakan masalah ini baik-baik. Dalam rumah tangga masalah sudah menjadi bagian dari rumah tangga, jadi kalian harus pandai menyikapinya. Pikirkan sekali lagi kesalahanmu, semuanya dan katakan yang sebenarnya jangan menutupinya sekecil apapun itu. Karena kebohongan kecil akan menjadi kebohongan besar."

Aisyah, ku [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang