~Bagian Empat Belas

25.3K 1.5K 81
                                    

Suasana ruang makan hening, hanya terdengar suara dentingan sendok yang bertubrukan dengan piring. Beberapa kali Aisyah mencuri pandang ke arah Agam yang fokus dengan makanannya. Zidan yang menyadari sang adik terus mencuri pandang ke arah Agam membuatnya terkekeh.

"Ais, makan dulu kalau mau mandang Agam nanti dulu kalau udah nikah." Celetuk Zidan, membuat semua orang menatap ke arah Aisyah, begitu juga dengan Agam namun hanya meliriknya sebentar.

"Apaan sih, enggak juga" Elak Aisyah, dengan menginjak kaki sang kakak yang ada di wajah meja. Zidan hanya meringis, menatap sang adik yang menatapnya tajam.

Semua orang hanya terkekeh dengan tingkah Aisyah, kemudian kembali melanjutkan makanya. Sedangkan Aisyah sudah menahan malu setengah mati karena kepergok mencuri pandang ke arah Agam.

Selesai makan, mereka memilih untuk pindah ke ruang tengah. Kedua orang tua Agam dan Aisyah tengah asyik berbincang, sedangkan Aisyah justru memfokuskan pandanganya kepada laki-laki yang duduk di ujung sofa. Laki-laki tampan yang mengunakan koko putih dan celana bahan hitam panjang itu sejak masuk kedalam rumah laki-laki itu tidak bersuara serta enggan untuk menatap Aisyah barang sedetik saja. Dua hari tidak bertemu, laki-laki itu semakin tampan saja ternyata. Tersadar akan pikiran anehnya, Aisyah langsung menggelengkan kepalanya.

"Maaf. Apakah saya boleh meminta izin untuk berbicara berdua bersama Aisyah?" Izin Agam, semua langsung menatap Agam begitu juga dengan Aisyah bahkan jantungnya sudah berdetak cepat.

Aditia tersenyum, "Tentu saja boleh"

Agam mengangguk, "Bagaimana Aisyah, apakah kamu mau ikut dengan saya keluar sebentar?"

Zidan menyenggol lengan adiknya, karena tak kunjung menjawab, "Eh, i-iya" Semuanya semakin tersenyum lebar, sepertinya perjodohan ini akan berjalan lancar.

Agam keluar terlebih dahulu, di ikuti Aisyah dari belakang. Sesampainya di teras dengan, Aisyah dan Agam masih sama-sama terdiam, entah kenapa tiba-tiba suasana menjadi canggung. Bahkan Aisyah yang sebelumnya bar-bar seketika sifat itu lenyap dalam seketika.

"Apakah kamu ingat dengan ucapan saya sebelum saya berangkat ke Mesir?" Aisyah menatap ke arah Agam yang duduk di sebrangnya. Jantungnya berdetak dengan cepat sekarang, bahkan rasanya ingin melompat keluar.

Aisyah hanya mengangguk pelan. Meski Agam tidak menoleh ke arah gadis itu, namun ia bisa melihat dari sudut matanya jika gadis itu mengangguk, tandanya ia masih ingat dengan ucapanya waktu itu.

"Saya mengucapkanya bukan untuk bercanda, saya serius. Saya kemari untuk mengatakan niat baik saya untuk mengajakmu ta'aruf " Tubuh Aisyah menegang.

"Apa maksud lo, gak usah bercanda!"

"Saya serius Aisyah, saya tidak bercanda. Apa yang membuatmu ragu atas diri saya?" Tanya Agam, membuat Aisyah teringat akan pembicaraanya dengan Zahra beberapa hari yang lalu.

"Lo gak salah milih gue yang cuma gadis biasa, bahkan sifat gue jauh dari kata baik. Pemahaman gue tentang agama jauh dari kata sempurna, sifat gue bar-bar, pecicilan, gak bisa diam. Intinya gue bukan gadis yang sempurna, gue gak pantes buat lo" Aisyah terang-terangan mengatakanya, meski ia memiliki perasaan kepada laki-laki itu tapi ia tidak ingin membuat laki-laki itu malu memilikinya.

"Niat saya untuk bersamamu tulus karena Allah, apapun kekuranganmu akan saya terima, sekelam apapun masa lalumu tak akan saya permasalahkan. Jika kamu merasa kurang, jika kamu merasa tidak pantas bersanding dengan saya, maka izinkan saya untuk menyempurnakan kekuranganmu dan membuatmu pantas akan diri saya. Saya bukan laki-laki sempurna, saya juga memiliki kekurangan sepertimu hanya saja Allah menutup semua aib saya, jadi mari kita sama-sama untuk menjadi lebih baik untuk mencapai jannah nya"

Aisyah, ku [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang